Manokwari, (Antaranews Papua Barat)-Mereka menjadi penyelamat bagi setiap sekolah yang mangalami kekurangan guru. Mereka pun mengajar sepenuh hati tanpa memandang statusnya sebagai guru honorer yang diangkat oleh pihak sekolah.
Sudah ratusan, bahkan ribuan anak di Kabupaten Manokwari, Papua Barat, menerima manfaat atas jasa mereka. Tak terhitung pengetahuan mengalir dan tercurah melalui lisan para pahlawan tanpa tanda jasa ini.
Mereka pemberantas buta aksara, penghapus ketidaktahuan dan pencetak generasi penerus di daerah tersebut. Namun, jasa mereka seakan jauh dari perhatian para pengambil kebijakan.
Dengan sabar tugas itu dilaksanakan meskpun gaji mereka tidak mencapai 50 persen dari Upah Minimum Provinsi atau UMP Papua Barat saat ini sekitar Rp.2,6 juta.
"Gaji kami rata-rata 300 sampai 1 juta perbulan. Tiga bulan sekali baru kami terima," kata Dudi Ramdani, salah satu guru honorer Manokwari, Senin.
Level sejahtera masih jauh dari kondisi mereka. Tidak sedikit dari mereka menjalankan profesi ganda untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga yang semakin hari terus bertambah dan dan meningkat harganya.
"Ada diantaranya kami jadi tukang ojek, ada yang buruh serabutan di pasar. Ibu-ibu ada yang buka usaha kue dan kerja sebagai karyawan toko," kata dia lagi.
Jumlah guru honorer di daerah ini mencapai ribuan dan cukup banyak diantara mereka yang diangkat pihak sekolah. Mereka tidak mengantongi surat keputusan atau SK bupati layaknya honorer daerah.
Hal ini berdampak pada jumlah atau besaran gaji yang mereka terima. Guru honorer sekolah memperoleh gaji dari Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang tentunya besaran dana tersebut di setiap sekolah berbeda antara satu dengan yang lain.
Forum Honorer Indonesia Manokwari, saat ini sedang melakukan pendataan terhadap jumlah guru honorer sekolah yang tersebar di seluruh Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) "Kami mengajar rata-rata 24 jam dalam seminggu. Sumber gaji satu-satunya adalah dana BOS," kata Dudi lagi.
Dari sekian guru honorer sekolah di daerah ini banyak yang sudah mengajar hingga belasan tahun. Mereka luput dari pengangkatan honorer daerah maupun guru kontrak yang dilaksanakan pemerintah selama ini.
Tidak ada tunjangan apa pun yang mereka peroleh. Bahkan saat sakit mereka harus merogoh uang pribadi untuk berobat karena mereka tidak mendapat jaminan kesehatan dari pihak sekolah apalagi pemerintah daerah.
Pada Senin (7/5) sekitar 500 guru honorer mendatangi kantor DPR Manokwari. Mereka mencurahkan keluhan dan kondisi mereka dihadapan Komisi A DRD. Hadir juga dalam pertemuan itu kepala dinas pendidikan dan kepala badan kepegawaian daerah.
Mereka mendorong agar guru honorer yang ada saat ini menjadi prioritas dalam pengangkatan honorer daerah, guru kontrak maupun pengangkatan CPNS kategori dua.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2018
Sudah ratusan, bahkan ribuan anak di Kabupaten Manokwari, Papua Barat, menerima manfaat atas jasa mereka. Tak terhitung pengetahuan mengalir dan tercurah melalui lisan para pahlawan tanpa tanda jasa ini.
Mereka pemberantas buta aksara, penghapus ketidaktahuan dan pencetak generasi penerus di daerah tersebut. Namun, jasa mereka seakan jauh dari perhatian para pengambil kebijakan.
Dengan sabar tugas itu dilaksanakan meskpun gaji mereka tidak mencapai 50 persen dari Upah Minimum Provinsi atau UMP Papua Barat saat ini sekitar Rp.2,6 juta.
"Gaji kami rata-rata 300 sampai 1 juta perbulan. Tiga bulan sekali baru kami terima," kata Dudi Ramdani, salah satu guru honorer Manokwari, Senin.
Level sejahtera masih jauh dari kondisi mereka. Tidak sedikit dari mereka menjalankan profesi ganda untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga yang semakin hari terus bertambah dan dan meningkat harganya.
"Ada diantaranya kami jadi tukang ojek, ada yang buruh serabutan di pasar. Ibu-ibu ada yang buka usaha kue dan kerja sebagai karyawan toko," kata dia lagi.
Jumlah guru honorer di daerah ini mencapai ribuan dan cukup banyak diantara mereka yang diangkat pihak sekolah. Mereka tidak mengantongi surat keputusan atau SK bupati layaknya honorer daerah.
Hal ini berdampak pada jumlah atau besaran gaji yang mereka terima. Guru honorer sekolah memperoleh gaji dari Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang tentunya besaran dana tersebut di setiap sekolah berbeda antara satu dengan yang lain.
Forum Honorer Indonesia Manokwari, saat ini sedang melakukan pendataan terhadap jumlah guru honorer sekolah yang tersebar di seluruh Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) "Kami mengajar rata-rata 24 jam dalam seminggu. Sumber gaji satu-satunya adalah dana BOS," kata Dudi lagi.
Dari sekian guru honorer sekolah di daerah ini banyak yang sudah mengajar hingga belasan tahun. Mereka luput dari pengangkatan honorer daerah maupun guru kontrak yang dilaksanakan pemerintah selama ini.
Tidak ada tunjangan apa pun yang mereka peroleh. Bahkan saat sakit mereka harus merogoh uang pribadi untuk berobat karena mereka tidak mendapat jaminan kesehatan dari pihak sekolah apalagi pemerintah daerah.
Pada Senin (7/5) sekitar 500 guru honorer mendatangi kantor DPR Manokwari. Mereka mencurahkan keluhan dan kondisi mereka dihadapan Komisi A DRD. Hadir juga dalam pertemuan itu kepala dinas pendidikan dan kepala badan kepegawaian daerah.
Mereka mendorong agar guru honorer yang ada saat ini menjadi prioritas dalam pengangkatan honorer daerah, guru kontrak maupun pengangkatan CPNS kategori dua.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2018