Manokwari (ANTARA) - Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Filep Wamafma mengapresiasi kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang memprioritaskan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 untuk memajukan sektor pendidikan.
Kebijakan tersebut antara lain, alokasi anggaran kesejahteraan guru mengalami peningkatan sebanyak Rp16,7 triliun menjadi Rp81,6 triliun dibandingkan anggaran tahun sebelumnya.
"Guru sebagai pilar penentu kualitas pendidikan di Indonesia sudah semestinya mendapat perhatian serius agar semakin sejahtera," kata Filep di Manokwari, Papua Barat, Sabtu.
Menurut dia program pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) dengan menambah kuota sertifikasi dan pelatihan merupakan upaya menciptakan guru berkualitas.
Pemerintah menargetkan 1.932.666 guru bersertifikat pendidik kemudian 806.486 guru ASN dan non-ASN dengan kualifikasi pendidikan D4 atau S1 akan mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG).
“Kita juga mencatat rencana pemerintah sediakan bantuan pendidikan bagi 249.623 guru yang belum bergelar D4 dan S1. Kebijakan ini memotivasi guru tingkatkan kinerja," kata senator asal Papua Barat ini.
Berdasarkan data, kata dia, persentase guru yang memenuhi kualifikasi akademik minimal D4 atau S1 mencapai 97,33 persen atau meningkat 0,38 persen poin dibanding tahun ajaran 2022/2023 (96,95 persen).
Peningkatan itu didominasi guru pada jenjang pendidikan SD dan SMP, sedangkan guru yang memenuhi kualifikasi akademik minimal S1 dan D4 pada jenjang SMA/SMK justru mengalami penurunan.
"Yang perlu diperhatikan pemerintah ialah perlindungan hukum bagi guru. Perlu dilakukan amandemen Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional," tutur Filep.
Di sisi lain, kata Filep, permasalahan anak putus sekolah masih menjadi pekerjaan rumah karena persentasenya terus meningkat seiring dengan peningkatan kelompok umur dari tahun ke tahun.
Anak usia 7-12 tahun putus sekolah 0,67 persen, usia 13-15 tahun 6,37 persen, usia 18 tahun lebih mencapai 19,20 persen, dan tahun 2024 secara umum terdapat satu dari 1.000 penduduk putus sekolah di jenjang SD atau sekitar 0,11 persen.
"8 dari 1.000 penduduk yang mengenyam pendidikan SMP, putus sekolah (0,82 persen). Jenjang SMA/SMK terdapat 10 dari 1.000 penduduk (1,02 persen). Semakin tinggi jenjang pendidikan, angka putus sekolah juga tinggi," ucap Filep.