Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua Barat mengungkapkan realisasi pengobatan kasus mikroskopis tuberkulosis (TBC) dari Januari hingga Juli 2024 telah mencapai 49 persen dari target 90 persen.
Hal itu dikatakan Plh Kepala Dinkes Papua Barat Thomas O. Saghawari saat pelaksanaan monitoring dan evaluasi Laboratorium Tes Cepat Molekuler (TCM) dan penanganan TBC di Manokwari, Rabu.
Thomas mengatakan upaya penemuan sekaligus pengobatan TBC terus ditingkatkan karena tahun 2023 hanya terealisasi 43 persen, yang mengindikasikan ada 41 persen kasus mengalami putus pengobatan.
"Putus pengobatan ini berpotensi meningkatkan penularan dan resistensi obat TBC," kata dia.
Menurut dia penanganan kasus TBC harus dioptimalkan karena ditopang dengan adanya anggaran bantuan operasional kesehatan (BOK) untuk pemantauan minum obat, pencarian kasus TB mangkir, dan investigasi kontak.
Seluruh tenaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan sinergi kolaborasi dengan instansi pemerintah daerah lainnya, sehingga pengendalian kasus TBC lebih maksimal dibanding tahun sebelumnya.
"Kasus TBC menjadi atensi sama halnya dengan masalah stunting, kemiskinan ekstream, dan pelaksanaan imunisasi polio," ujar Thomas.
Dia berharap penyelenggaraan monitoring dan evaluasi menjadi forum untuk merumuskan langkah strategis yang mampu mengatasi berbagai hambatan dalam penanganan masalah TBC di Papua Barat.
Pengelola program dan tenaga laboratorium perlu meningkatkan kolaborasi guna memastikan diagnosis kasus yang akurat dan penanganan yang efektif demi mencapai target eliminasi TBC.
"Keselarasan dan kesamaan persepsi menjadi faktor penting penanganan kasus TBC di masing-masing wilayah di Papua Barat," ucap Thomas.
Selain itu, kata dia, penggunaan alat TCM untuk mendiagnosa kasus TBC pada periode Januari-Juni 2024 mencapai 16 persen dengan total rata-rata utilisasi sebanyak 13 pengetesan.
Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kenaikan utilisasi TCM yaitu adanya penambahan pemeriksaan dari jejaring eksternal melalui mekanisme transportasi spesimen.
"Kalau pemeriksaan mikroskopis masih digunakan untuk memantau pasien TBC selama masa pengobatan hingga menentukan keberhasilan pengobatan," ujarnya.
Untuk memastikan kualitas laboratorium, kata dia, perlu dilakukan pemantauan melalui sistem pemantapan mutu laboratorium yang mencakup pemantapan mutu internal dan eksternal serta peningkatan mutu.
Jumlah alat TCM saat ini 16 unit tersebar di sejumlah rumah sakit dan puskesmas di tujuh kabupaten yaitu Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana, dan Fakfak.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Hal itu dikatakan Plh Kepala Dinkes Papua Barat Thomas O. Saghawari saat pelaksanaan monitoring dan evaluasi Laboratorium Tes Cepat Molekuler (TCM) dan penanganan TBC di Manokwari, Rabu.
Thomas mengatakan upaya penemuan sekaligus pengobatan TBC terus ditingkatkan karena tahun 2023 hanya terealisasi 43 persen, yang mengindikasikan ada 41 persen kasus mengalami putus pengobatan.
"Putus pengobatan ini berpotensi meningkatkan penularan dan resistensi obat TBC," kata dia.
Menurut dia penanganan kasus TBC harus dioptimalkan karena ditopang dengan adanya anggaran bantuan operasional kesehatan (BOK) untuk pemantauan minum obat, pencarian kasus TB mangkir, dan investigasi kontak.
Seluruh tenaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan sinergi kolaborasi dengan instansi pemerintah daerah lainnya, sehingga pengendalian kasus TBC lebih maksimal dibanding tahun sebelumnya.
"Kasus TBC menjadi atensi sama halnya dengan masalah stunting, kemiskinan ekstream, dan pelaksanaan imunisasi polio," ujar Thomas.
Dia berharap penyelenggaraan monitoring dan evaluasi menjadi forum untuk merumuskan langkah strategis yang mampu mengatasi berbagai hambatan dalam penanganan masalah TBC di Papua Barat.
Pengelola program dan tenaga laboratorium perlu meningkatkan kolaborasi guna memastikan diagnosis kasus yang akurat dan penanganan yang efektif demi mencapai target eliminasi TBC.
"Keselarasan dan kesamaan persepsi menjadi faktor penting penanganan kasus TBC di masing-masing wilayah di Papua Barat," ucap Thomas.
Selain itu, kata dia, penggunaan alat TCM untuk mendiagnosa kasus TBC pada periode Januari-Juni 2024 mencapai 16 persen dengan total rata-rata utilisasi sebanyak 13 pengetesan.
Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kenaikan utilisasi TCM yaitu adanya penambahan pemeriksaan dari jejaring eksternal melalui mekanisme transportasi spesimen.
"Kalau pemeriksaan mikroskopis masih digunakan untuk memantau pasien TBC selama masa pengobatan hingga menentukan keberhasilan pengobatan," ujarnya.
Untuk memastikan kualitas laboratorium, kata dia, perlu dilakukan pemantauan melalui sistem pemantapan mutu laboratorium yang mencakup pemantapan mutu internal dan eksternal serta peningkatan mutu.
Jumlah alat TCM saat ini 16 unit tersebar di sejumlah rumah sakit dan puskesmas di tujuh kabupaten yaitu Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana, dan Fakfak.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024