Pemerintah Provinsi Papua Barat menyebut 2,3 juta hektare dari 3,8 juta hektare luas kawasan hutan produksi telah mengantongi konsesi perizinan berusaha pemanfaatan hasil hutan (PBPH).
"Sebagian besar memperoleh konsesi PBPH hutan alam, hutan tanaman industri dan konsesi pertambangan serta perkebunan," kata Asisten III Bidang Administrasi Umum Setda Papua Barat Otto Parorongan di Manokwari, Selasa.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah provinsi sudah menetapkan standar pemberian kompensasi atas konsesi PBPH bagi masyarakat hukum adat melalui Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 5 Tahun 2014.
Regulasi tersebut perlu ditinjau ulang agar disesuaikan dengan perkembangan situasi perekonomian saat ini, sehingga pemanfaatan hasil hutan kayu berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat adat.
"Masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat harus merasakan dampak ekonomi dari pemanfaatan hasil hutan kayu," ujar dia.
Selain itu, kata dia, perumusan perizinan pemanfaatan hutan alas titel (PHAT) memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk terlibat dalam pengelolaan hasil hutan kayu tumbuh alami.
Hal tersebut bermaksud agar peredaran kayu lokal menjadi sah dan memberikan nilai tambah untuk peningkatan perekonomian masyarakat adat di sekitar kawasan konsesi hutan.
"Peninjauan ulang dan harmonisasi regulasi ini bermaksud agar masyarakat adat juga bisa terlibat mengelola hasil hutan kayu," ujar Otto.
Pemerintah daerah, kata dia, mengapresiasi seluruh pemegang konsesi PBPH di Papua Barat yang sudah berkontribusi merealisasikan kompensasi bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat.
Komitmen pengelolaan sumber daya hasil hutan yang memberikan efek positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, harus tetap memperhatikan kelestarian hutan.
"Kelestarian hutan menjadi sangat prioritas supaya generasi muda yang akan datang bisa menikmati kekayaan sumber daya alam Papua Barat," ucap Otto Parorongan.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
"Sebagian besar memperoleh konsesi PBPH hutan alam, hutan tanaman industri dan konsesi pertambangan serta perkebunan," kata Asisten III Bidang Administrasi Umum Setda Papua Barat Otto Parorongan di Manokwari, Selasa.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah provinsi sudah menetapkan standar pemberian kompensasi atas konsesi PBPH bagi masyarakat hukum adat melalui Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 5 Tahun 2014.
Regulasi tersebut perlu ditinjau ulang agar disesuaikan dengan perkembangan situasi perekonomian saat ini, sehingga pemanfaatan hasil hutan kayu berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat adat.
"Masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat harus merasakan dampak ekonomi dari pemanfaatan hasil hutan kayu," ujar dia.
Selain itu, kata dia, perumusan perizinan pemanfaatan hutan alas titel (PHAT) memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk terlibat dalam pengelolaan hasil hutan kayu tumbuh alami.
Hal tersebut bermaksud agar peredaran kayu lokal menjadi sah dan memberikan nilai tambah untuk peningkatan perekonomian masyarakat adat di sekitar kawasan konsesi hutan.
"Peninjauan ulang dan harmonisasi regulasi ini bermaksud agar masyarakat adat juga bisa terlibat mengelola hasil hutan kayu," ujar Otto.
Pemerintah daerah, kata dia, mengapresiasi seluruh pemegang konsesi PBPH di Papua Barat yang sudah berkontribusi merealisasikan kompensasi bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat.
Komitmen pengelolaan sumber daya hasil hutan yang memberikan efek positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, harus tetap memperhatikan kelestarian hutan.
"Kelestarian hutan menjadi sangat prioritas supaya generasi muda yang akan datang bisa menikmati kekayaan sumber daya alam Papua Barat," ucap Otto Parorongan.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024