Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) menilai tujuh rekomendasi dari Forum Desentralisasi Asimetris Indonesia (FORDASI) memperkuat rancangan teknokratik rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2025-2029.
"Ada satu poin yang paling penting yaitu memperjuangkan aspek kekhususan dan keistimewaan ke dalam rancangan teknokraktik RPJMN lima tahun mendatang," kata Deputi Dukungan Kebijakan Pemerintah dan Wawasan Kebangsaan Setwapres Velix Fernando Wanggai di Manokwari, Papua Barat, Kamis.
Selain itu, kata dia, rekomendasi FORDASI menjadi instrumen pertimbangan Pemerintah Pusat untuk memperhatikan aspek daerah yang memiliki keistimewaan dan kekhususan dalam perumusan kebijakan.
Rekomendasi tersebut akan mendorong percepatan pembangunan pelayanan dasar pada sembilan provinsi desentralisasi asimetris yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, DKI Jakarta, Aceh, Papua, Papua Barat, Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Tengah dan Papua Barat Daya.
"Kebijakan desentralisasi asimetris itu menghargai asal usul, sejarah, kebudayaan kultural, sekaligus solusi penyelesaian konflik pusat dan daerah asimetris," ujar Velix Wanggai.
Menurut dia, kelembagaan FORDASI semakin kuat setelah adanya penambahan empat daerah otonom baru (DOB) di Tanah Papua yaitu Provinsi Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Tengah dan Papua Barat Daya.
Dengan demikian, advokasi kebijakan desentralisasi asimetris pada level Pemerintah Pusat memberikan ruang seluas-luasnya bagi implementasi kewenangan otonomi khusus pada sembilan provinsi tersebut.
"Pengambilan kebijakan itu tidak bisa dipukul rata semua tetapi menghargai konteks keistimewaan dan kekhususan yang ada di Indonesia," kata Velix.
Direktur Penataan Daerah Otonomi Khusus dan Pertimbangan Otonomi Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Kementerian Dalam Negeri Valentinus Sudarjanto Suminto mengajak sembilan provinsi desentralisasi asimetris meningkatkan sinergi kolaborasi guna mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
"Melalui kolaborasi yang kuat, dapat mengatasi berbagai tantangan dan merancang masa depan yang lebih baik," ucap Valentinus.
Dia menjelaskan bahwa desentralisasi asimetris (asymmetrical decentralisation) merupakan pendelegasian kewenangan khusus yang diberikan pada daerah tertentu dalam suatu negara, sebagai alternatif menyelesaikan permasalahan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Desentralisasi asimetris memberi ruang gerak implementasi dan kreativitas bagi pemerintah provinsi di luar ketentuan umum atau khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ataupun peraturan perundang-undangan lainnya.
Penerapan kebijakan desentralisasi asimetris menjadi manifestasi dari pemberlakuan keistimewaan dan kekhususan dalam praktik ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kewenangan khusus dan keistimewaan yang diberikan harus dimanfaatkan pemerintah daerah asimetris dengan maksimal untuk kesejahteraan rakyat," ujar dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Setwapres: Rekomendasi Fordasi perkuat rancangan teknokratik RPJMN
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2023
"Ada satu poin yang paling penting yaitu memperjuangkan aspek kekhususan dan keistimewaan ke dalam rancangan teknokraktik RPJMN lima tahun mendatang," kata Deputi Dukungan Kebijakan Pemerintah dan Wawasan Kebangsaan Setwapres Velix Fernando Wanggai di Manokwari, Papua Barat, Kamis.
Selain itu, kata dia, rekomendasi FORDASI menjadi instrumen pertimbangan Pemerintah Pusat untuk memperhatikan aspek daerah yang memiliki keistimewaan dan kekhususan dalam perumusan kebijakan.
Rekomendasi tersebut akan mendorong percepatan pembangunan pelayanan dasar pada sembilan provinsi desentralisasi asimetris yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, DKI Jakarta, Aceh, Papua, Papua Barat, Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Tengah dan Papua Barat Daya.
"Kebijakan desentralisasi asimetris itu menghargai asal usul, sejarah, kebudayaan kultural, sekaligus solusi penyelesaian konflik pusat dan daerah asimetris," ujar Velix Wanggai.
Menurut dia, kelembagaan FORDASI semakin kuat setelah adanya penambahan empat daerah otonom baru (DOB) di Tanah Papua yaitu Provinsi Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Tengah dan Papua Barat Daya.
Dengan demikian, advokasi kebijakan desentralisasi asimetris pada level Pemerintah Pusat memberikan ruang seluas-luasnya bagi implementasi kewenangan otonomi khusus pada sembilan provinsi tersebut.
"Pengambilan kebijakan itu tidak bisa dipukul rata semua tetapi menghargai konteks keistimewaan dan kekhususan yang ada di Indonesia," kata Velix.
Direktur Penataan Daerah Otonomi Khusus dan Pertimbangan Otonomi Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Kementerian Dalam Negeri Valentinus Sudarjanto Suminto mengajak sembilan provinsi desentralisasi asimetris meningkatkan sinergi kolaborasi guna mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
"Melalui kolaborasi yang kuat, dapat mengatasi berbagai tantangan dan merancang masa depan yang lebih baik," ucap Valentinus.
Dia menjelaskan bahwa desentralisasi asimetris (asymmetrical decentralisation) merupakan pendelegasian kewenangan khusus yang diberikan pada daerah tertentu dalam suatu negara, sebagai alternatif menyelesaikan permasalahan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Desentralisasi asimetris memberi ruang gerak implementasi dan kreativitas bagi pemerintah provinsi di luar ketentuan umum atau khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ataupun peraturan perundang-undangan lainnya.
Penerapan kebijakan desentralisasi asimetris menjadi manifestasi dari pemberlakuan keistimewaan dan kekhususan dalam praktik ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kewenangan khusus dan keistimewaan yang diberikan harus dimanfaatkan pemerintah daerah asimetris dengan maksimal untuk kesejahteraan rakyat," ujar dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Setwapres: Rekomendasi Fordasi perkuat rancangan teknokratik RPJMN
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2023