Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua Barat memaparkan bahwa ada keterkaitan erat antara keterlambatan penyerapan APBD semester pertama 2022 dengan upaya menurunkan angka kemiskinan masyarakat di wilayah itu. 
 
Kelapa BPS Papua Barat Maritje Pattiwaellapia di Manokwari, Jumat, mengatakan data BPS mencatat keterlambatan daya serap APBD merupakan satu dari sembilan faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan periode September 2021 hingga Maret 2022 di Papua Barat.

"Serapan APBD sangat berpengaruh, karena memasuki semester II-2022 serapan APBD Papua Barat baru mencapai 13,9 persen," ujar Maritje.
 
Selain faktor serapan APBD yang rendah, tingkat kemiskinan di Papua Barat juga dipengaruhi oleh meningkatnya mobilitas serta aktivitas ekonomi penduduk di saat situasi Pandemi COVID-19 mulai melandai.
 
Untuk mengukur tingkat kemiskinan, secara umum BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. 
 
"Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur melalui Garis Kemiskinan (GK)," ujarnya. 
 
Di tempat terpisah, Enos Aronggear, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua Barat menyatakan bahwa memasuki pekan ke dua Juli 2022 serapan APBD merangkak naik mencapai 27,19 persen atau sudah terealisasi senilai Rp1,8 triliun dari total Rp6 triliun APBD Papua Barat. 
 
"Kita terus upayakan agar serapan APBD Induk tahun ini bisa mencapai 50 persen sebelum memasuki Perubahan APBD," katanya. 

Pewarta: Hans Arnold Kapisa

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2022