DPRD kota Sorong, Provinsi Papua Barat, meminta Satgas COVID-19 setempat agar melakukan tes cepat atau rapid test bagi ratusan massa aksi demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di kantor DPRD pada 9 Oktober 2020.

Wakil Ketua II DPRD Kota Sorong Elisabeth Nauw di Sorong, Minggu, mengatakan bahwa massa pendemo tolak UU Cipta Kerja di kantor DPRD kota Sorong mengabaikan protokol kesehatan yang merupakan upaya pemerintah mencegah virus corona.

Karena itu, dia meminta kepada Satgas COVID-19 agar melakukan pemeriksaan rapid test masal terhadap kelompok pendemo tersebut agar tidak terjadi klaster baru COVID-19 di Kota Sorong.

"Angka kasus positif COVID-19 di kota Sorong terus meningkat dan telah mencapai 1.223 kasus sehingga pendemo harus dilakukan pemeriksaan masal sehingga tidak terjadi klaster pendemo," ujarnya.

Sekretaris Satgas COVID-19 Kota Sorong, Herlin Sasabone yang memberikan keterangan terpisah, mengatakan bahwa sesuai aturan peraturan Wali Kota kegiatan aksi mengumpulkan massa tidak dibenarkan.

Menurut dia, aksi demo menolak UU Cipta Kerja hampir serentak berlangsung di seluruh Indonesia. Khusus kota Sorong memprihatinkan karena penyampaian aspirasi tidak harus dengan melibatkan banyak orang cukup perwakilan namun kenyataannya melibatkan banyak orang dan mengabaikan protokol kesehatan.

Dikatakan bahwa mengumpul massa dan dalam rentang waktu yang cukup lama sudah pasti memudahkan penyebaran virus karena belum tentu semua yang mengikuti demo bebas dari virus.

Karena itu, dia berharap kepada massa aksi agar kesadaran diri melakukan rapid test jika ada gejala mengarah pada gejala COVID-19. Sebab melakukan tes bagi ratusan massa aksi tersebut membutuhkan kesiapan dan penganggaran yang matang.

"Kami mengimbau kepada masyarakat maupun mahasiswa agar tidak melakukan aksi demo atau kegiatan yang mengumpulkan banyak orang guna mencegah tingginya penyebaran virus corona di Kota Sorong," tambah dia.

Pewarta: Ernes Broning Kakisina

Editor : Ernes Broning Kakisina


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2020