Daniel Nebore (19) awalnya agak bingung memandang sekelilingnya. Ia ikut-ikutan saja bila ada yang mengajak berfoto. Beberapa mata memandangnya seperti ingin bertanya, tapi tak tahu dengan bahasa apa.
Penampilan Daniel dan 31 orang temannya yang berasal dari Provinsi Papua Barat Daya memang kontras dengan tampilan sebagian besar masyarakat yang ada di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 RI.
Warna kulit mereka coklat cenderung gelap, rambut keriting, mata besar. Dua orang di antaranya juga mengenakan baju adat berupa rok rumbai, rompi mirip kulit, ikat kepala dan membawa noken karena ikut menjadi petugas upacara HUT RI.
Para pemuda dan pemudi Papua Barat Daya itu terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah 16 orang mahasiswa dan mahasiswi Jining Polytechnic, Provinsi Shandong dan 16 orang lainnya berasal dari Kota Soring, Ibu Kota Papua Barat Daya.
Daniel sendiri berkuliah di Jurusan "Software Engineering", sedangkan rekan-rekannya yang juga mengambil Studi Diploma III di Jining Polytechnic antara lain Rivaldo Sabir (19) Jurusan Computer Application Technology, Charles Sani (19) Jurusan "Civil Engineering", Ronaldo Imanuel (19) Jurusan Manajemen Proyek Konstruksi, Alfaro Kalaibin (19) Jurusan Manajemen Bisnis dan Khristhian Eramuri (19) Jurusan Teknologi Kendaraan Listrik
"Ini baru pertama kali kami ke Beijing. Senang rasanya," kata Daniel kepada ANTARA di Beijing, Sabtu (17/8).
Ia dan rekan-rekannya sudah tiba di kota Jining sejak Januari 2024 untuk belajar bahasa Mandarin. Kelas perkuliahan akan dimulai pada September.
"Bahasa Mandarin itu susah, tapi kami tetap belajar karena kami punya tujuan besar dalam kuliah ini," tambah Daniel.
Mereka belajar di China karena mendapat beasiswa dari pemerintah Provinsi Papua Barat Daya setelah lulus tiga kali tes termasuk kemampuan akademis, bahasa Inggris dan wawancara. Setelah Papua Barat Daya resmi menjadi provinsi ke-38 Indonesia pada 17 November 2022, Daniel dan kawan-kawan pun merasakan kesempatan untuk bersekolah keluar negeri.
Setelah sekitar delapan bulan di China, mereka pun punya kesempatan untuk "tampil" di atas panggung untuk menghibur para tamu yang datang dalam gelaran Indonesian Fair 2024: Gempita Merdeka yang diselenggarakan KBRI Beijing.
Datang pagi untuk mengikuti upacara bendera pada pukul 09.00 waktu setempat, mereka masih terus bernyanyi dan menari hingga sekitar pukul 18.00. Itu pun karena hujan mulai datang.
Penampilan yang "serius" adalah saat membawakan lagu "Indonesia Jaya" yang diciptakan Chaken M dan dipopulerkan oleh Harvey Malaiholo serta "Tanah Airku" ciptaan Ibu Soed, sehingga membawa para pengunjung Indonesian Fair masuk dalam suasana hikmat.
Penampilan yang jauh mendapat sambutan riuh adalah tari nusantara dan tari yospan yang mengajak para penonton untuk ikut menari karena gerakannya mirip dengan dansa asal Eropa sehingga mudah untuk diikuti.
"Kalau tari nusantara itu kami sendiri yang buat di kampus, ada teman yang membuat gerakannya," ungkap Daniel.
Saat berbagai lagu dinyanyikan seperti lagu nasional Hari Merdeka, Maju Tak Gentar, hingga lagu populer seperti Rungkat, Anak Medan, Cikini Gondangdia, maupun lagu daerah Yamko Rambe Yamko, hingga lagu Tiongkok Mo Li Hua, para anak muda Papua Barat Daya tersebut pun tak hanya tinggal diam di tempat. Mengenakan rok rumbai, ikat kepala dan wajah yang dihias, mereka terus menari dengan berbagai gerakan.
Panggung pun tak pernah sepi dengan gerakan dan senyuman mereka.
Keramaian yang gembira
“Indonesia Fair 2024: Gempita Merdeka” yang merupakan perayaan kemerdekaan RI hasil kerja sama KBRI Indonesia, Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT) dan Kantor Bank Indonesia Perwakilan Beijing memang tak pernah sepi bahkan sebelum dibuka pada pukul 11.00.
Pada H-3 acara, bahkan pendaftaran terpaksa ditutup karena sudah mencapai 5.000 orang pendaftar. Massa sudah ramai sejak pukul 10.00, tepat setelah upacara peringatan HUT ke-79 RI usai.
Saat upacara pun, sudah ada sekitar kelompok "Yinni Guiqiao" yaitu mereka yang lahir atau tinggal di Indonesia kemudian pindah ke China pada periode 1950-1960 dan kini telah menjadi warga negara China setelah tinggal di Tiongkok sekitar 60 tahun, maupun WNI lain yang menjadi peserta upacara. Total ada sekitar 300 orang peserta.
Karena registrasi baru dibuka pukul 11.00, maka peserta upacara pun mengisi waktu dengan berfoto, termasuk dengan Daniel dan teman-temannya, tapi ketika registrasi akhirnya dibuka, maka antrean pengunjung langsung mengular.
Terdapat sekitar 20 stan yang menampilkan berbagai produk Indonesia, mulai dari kuliner khas Indonesia seperti sate, siomai asi kapau, rendang, soto betawi, bakso, risoles, arem-arem, pastel, laksa, cendol, tahu isi, klepon, lapis sagu maupun produk lain seperti kain batik, baju batik, tas batik, serta asesoris merek-merek khas Indonesia misalnya santan kara, kopi kapal api, mie gemez, tango, dan Indomie dengan berbagai rasa.
Antrean pengunjung sejak awal ada di dua stan restoran Nom Nom, satu dari dua restoran Indonesia di Beijing, sejak awal dibuka hingga tutup pukul 18.00. Sebanyak 15 orang pekerja Nom Nom terus bekerja karena antrean tak kunjung mereda.
Anisah Rahmawati, pemilik sekaligus koki Nom Nom menyiapkan 500 porsi batagor, 600 cendol, 2.000 tahu isi, 4.500 tusuk sate, 850 kleon, 25 blok lapis sagu, 400 dan makanan lainnya. Seluruhnya habis.
Sedangkan Ella's Kitchen, besutan Ibu Ella, WNI yang tinggal di Beijing dan hobi memasak menjual sekitar 800 mangkuk bakso, 500 risoles, 350 arem-arem dan 150 pastel.
Total penjualan nasi kapau, sate padang, soto betawi dan es teler besutan anggota Dharma Wanita (DWP) KBRI Beijing juga menghasilkan omzet hingga 12.849 RMB (1 RMB = sekitar Rp2.250), sedangkan penjualan baju dan asesorisnya mencapai 5.106 RMB.
Penjaga stan kopi kapal api mengaku berhasil menjual sekitar 900 saset, sedangkan "start up" milik Edwin, salah satu mahasiswa Indonesia di Beijing, yang menyajikan kopi khas Indonesia di Beijing dengan merek "Kopi Buat Kamu" berhasil menjual sekitar 505 gelas kopi.
Mi instan "Indomie" juga harus tutup stan sebelum waktunya karena 57 kotak yang masing-masing berisi 6 paket Indomie berisi 5 bungkus (sehingga dijual per paket, bukan per bungkus), sudah ludes terjual pada sekitar pukul 17.00.
Wafer Tanggo berhasil terjual sebanyak 816 bungkus besar berbagai rasa, mie gemez berhasil menjual sekitar 1.041 bungkus (harga per bungkus adalah 2 RMB).
"Saya membeli tas untuk ibu, nenek dan pacar saya. Saya juga senang sekali bisa nyoba makanan Indonesia dan nonton musik Indonesia," kata Meng Lei, pengunjung asal Beijing yang datang dengan seorang temannya.
Ia datang ke Gempita Merdeka karena diajak temannya, orang Indonesia dan mengaku sebelumnya belum pernah mencoba makanan Indonesia.
Sedangkan Wenjie Ding, juga orang Beijing, memborong camilan Indonesia dan berhasil mendapatkan batagor incarannya setelah mengantre lama.
"Awalnya saya hanya suka Indomie, tapi sekarang saya menjadi fans makanan Indonesia, enak-enak. Saya sangat tertarik dengan Ella's kitchen, tapi sayangnya restoran itu tidak ada rencana untuk membuka gerai di Beijing," ucap Wenjie.
Sedangkan Carmen Chan, warga negara Amerika Serikat yang datang bersama suaminya Ken Moritsugu mencoba sate padang dari stan DWP KBRI Beijing dan air melon madu di Ella's Kitchen, mereka ingin merasakan cendol di Nom Nom yang sayangnya sudah terjual habis.
Warga negara Australia Joe Leahly yang pernah bekerja di Indonesia datang bersama istri dan anaknya dan berhasil membeli sate ayam di Nom Nom. Ia mengaku sangat suka dengan rasanya karena seperti merasakan sate ayam yang pernah ia cicipi di Jakarta dulu.
Koordinator Fungsi Penerangan Sosial dan budaya KBRI Beijing Dewi Avilia mengungkapkan bahwa ia mendapat respons positif baik dari para penjual maupun pengunjung.
"Awalnya kami sempat khawatir karena mungkin akan hujan. Tapi, syukurlah hujan datang terakhir dan para penjual juga 'happy' dengan hasil hari ini," kata Dewi.
Kuis tentang Indonesia
Tapi meski antrean mengular dan jualan ludes terjual, apakah para pengunjung yang datang, khususnya orang China, tahu mengenai Indonesia?
Kepala Perwakilan KBRI Beijing Parulian George Andreas Silalahi dan "youtuber" asal Indonesia Rudy Chen mengadakan kuis dadakan kepada orang-orang yang sedang mengantre makanan.
Pertanyaan mereka seputar pengetahuan umum mengenai Indonesia. Misalnya, jumlah penduduk Indonesia, jumlah pulau di Indonesia, sudah berapa lama Indonesia merdeka, berapa kurs mata uang rupiah dibandingkan mata uang RMB, dan hasilnya tidak ada yang benar.
"Saat saya tanya berapa jumlah penduduk Indonesia ada yang jawal 1 juta, 8 juta, 60 juta, atau bahkan 1 miliar, ternyata mereka tidak tahu soal Indonesia. Tapi, jawaban yang paling mendekati tetap saya kasih hadiah 'snack' hanya saya sampaikan 'ingat ya penduduk Indonesia 285 juta," kata Parulian yang bertanya dalam bahasa Inggris.
Sedangkan Rudy Chen yang bertanya dalam bahasa Mandarin juga tidak menemukan orang yang dengan tepat menjawab soal pengetahuan umum Indonesia.
"Tadi nanya hari ini ulang tahun ke berapa Indonesia, padahal ada angkanya gede di depan KBRI, tapi gak ada yang bisa jawab juga," kata Rudy sambil terkekeh.
Meski kuliner Indonesia disukai, penampilan para penghibur Indonesia digemari, tapi pemahaman mengenai Indonesia secara umum ternyata masih belum diketahui warga Beijing, setidaknya yang datang ke pagelaran Gempita Merdeka.
Mungkin saatnya ada upaya lain untuk tetap menghadirkan kemeriahan sekaligus pemahaman tentang Indonesia kepada masyarakat di China.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Warna Papua Barat Daya dalam perayaan kemerdekaan RI di KBRI Beijing
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Penampilan Daniel dan 31 orang temannya yang berasal dari Provinsi Papua Barat Daya memang kontras dengan tampilan sebagian besar masyarakat yang ada di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 RI.
Warna kulit mereka coklat cenderung gelap, rambut keriting, mata besar. Dua orang di antaranya juga mengenakan baju adat berupa rok rumbai, rompi mirip kulit, ikat kepala dan membawa noken karena ikut menjadi petugas upacara HUT RI.
Para pemuda dan pemudi Papua Barat Daya itu terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah 16 orang mahasiswa dan mahasiswi Jining Polytechnic, Provinsi Shandong dan 16 orang lainnya berasal dari Kota Soring, Ibu Kota Papua Barat Daya.
Daniel sendiri berkuliah di Jurusan "Software Engineering", sedangkan rekan-rekannya yang juga mengambil Studi Diploma III di Jining Polytechnic antara lain Rivaldo Sabir (19) Jurusan Computer Application Technology, Charles Sani (19) Jurusan "Civil Engineering", Ronaldo Imanuel (19) Jurusan Manajemen Proyek Konstruksi, Alfaro Kalaibin (19) Jurusan Manajemen Bisnis dan Khristhian Eramuri (19) Jurusan Teknologi Kendaraan Listrik
"Ini baru pertama kali kami ke Beijing. Senang rasanya," kata Daniel kepada ANTARA di Beijing, Sabtu (17/8).
Ia dan rekan-rekannya sudah tiba di kota Jining sejak Januari 2024 untuk belajar bahasa Mandarin. Kelas perkuliahan akan dimulai pada September.
"Bahasa Mandarin itu susah, tapi kami tetap belajar karena kami punya tujuan besar dalam kuliah ini," tambah Daniel.
Mereka belajar di China karena mendapat beasiswa dari pemerintah Provinsi Papua Barat Daya setelah lulus tiga kali tes termasuk kemampuan akademis, bahasa Inggris dan wawancara. Setelah Papua Barat Daya resmi menjadi provinsi ke-38 Indonesia pada 17 November 2022, Daniel dan kawan-kawan pun merasakan kesempatan untuk bersekolah keluar negeri.
Setelah sekitar delapan bulan di China, mereka pun punya kesempatan untuk "tampil" di atas panggung untuk menghibur para tamu yang datang dalam gelaran Indonesian Fair 2024: Gempita Merdeka yang diselenggarakan KBRI Beijing.
Datang pagi untuk mengikuti upacara bendera pada pukul 09.00 waktu setempat, mereka masih terus bernyanyi dan menari hingga sekitar pukul 18.00. Itu pun karena hujan mulai datang.
Penampilan yang "serius" adalah saat membawakan lagu "Indonesia Jaya" yang diciptakan Chaken M dan dipopulerkan oleh Harvey Malaiholo serta "Tanah Airku" ciptaan Ibu Soed, sehingga membawa para pengunjung Indonesian Fair masuk dalam suasana hikmat.
Penampilan yang jauh mendapat sambutan riuh adalah tari nusantara dan tari yospan yang mengajak para penonton untuk ikut menari karena gerakannya mirip dengan dansa asal Eropa sehingga mudah untuk diikuti.
"Kalau tari nusantara itu kami sendiri yang buat di kampus, ada teman yang membuat gerakannya," ungkap Daniel.
Saat berbagai lagu dinyanyikan seperti lagu nasional Hari Merdeka, Maju Tak Gentar, hingga lagu populer seperti Rungkat, Anak Medan, Cikini Gondangdia, maupun lagu daerah Yamko Rambe Yamko, hingga lagu Tiongkok Mo Li Hua, para anak muda Papua Barat Daya tersebut pun tak hanya tinggal diam di tempat. Mengenakan rok rumbai, ikat kepala dan wajah yang dihias, mereka terus menari dengan berbagai gerakan.
Panggung pun tak pernah sepi dengan gerakan dan senyuman mereka.
Keramaian yang gembira
“Indonesia Fair 2024: Gempita Merdeka” yang merupakan perayaan kemerdekaan RI hasil kerja sama KBRI Indonesia, Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT) dan Kantor Bank Indonesia Perwakilan Beijing memang tak pernah sepi bahkan sebelum dibuka pada pukul 11.00.
Pada H-3 acara, bahkan pendaftaran terpaksa ditutup karena sudah mencapai 5.000 orang pendaftar. Massa sudah ramai sejak pukul 10.00, tepat setelah upacara peringatan HUT ke-79 RI usai.
Saat upacara pun, sudah ada sekitar kelompok "Yinni Guiqiao" yaitu mereka yang lahir atau tinggal di Indonesia kemudian pindah ke China pada periode 1950-1960 dan kini telah menjadi warga negara China setelah tinggal di Tiongkok sekitar 60 tahun, maupun WNI lain yang menjadi peserta upacara. Total ada sekitar 300 orang peserta.
Karena registrasi baru dibuka pukul 11.00, maka peserta upacara pun mengisi waktu dengan berfoto, termasuk dengan Daniel dan teman-temannya, tapi ketika registrasi akhirnya dibuka, maka antrean pengunjung langsung mengular.
Terdapat sekitar 20 stan yang menampilkan berbagai produk Indonesia, mulai dari kuliner khas Indonesia seperti sate, siomai asi kapau, rendang, soto betawi, bakso, risoles, arem-arem, pastel, laksa, cendol, tahu isi, klepon, lapis sagu maupun produk lain seperti kain batik, baju batik, tas batik, serta asesoris merek-merek khas Indonesia misalnya santan kara, kopi kapal api, mie gemez, tango, dan Indomie dengan berbagai rasa.
Antrean pengunjung sejak awal ada di dua stan restoran Nom Nom, satu dari dua restoran Indonesia di Beijing, sejak awal dibuka hingga tutup pukul 18.00. Sebanyak 15 orang pekerja Nom Nom terus bekerja karena antrean tak kunjung mereda.
Anisah Rahmawati, pemilik sekaligus koki Nom Nom menyiapkan 500 porsi batagor, 600 cendol, 2.000 tahu isi, 4.500 tusuk sate, 850 kleon, 25 blok lapis sagu, 400 dan makanan lainnya. Seluruhnya habis.
Sedangkan Ella's Kitchen, besutan Ibu Ella, WNI yang tinggal di Beijing dan hobi memasak menjual sekitar 800 mangkuk bakso, 500 risoles, 350 arem-arem dan 150 pastel.
Total penjualan nasi kapau, sate padang, soto betawi dan es teler besutan anggota Dharma Wanita (DWP) KBRI Beijing juga menghasilkan omzet hingga 12.849 RMB (1 RMB = sekitar Rp2.250), sedangkan penjualan baju dan asesorisnya mencapai 5.106 RMB.
Penjaga stan kopi kapal api mengaku berhasil menjual sekitar 900 saset, sedangkan "start up" milik Edwin, salah satu mahasiswa Indonesia di Beijing, yang menyajikan kopi khas Indonesia di Beijing dengan merek "Kopi Buat Kamu" berhasil menjual sekitar 505 gelas kopi.
Mi instan "Indomie" juga harus tutup stan sebelum waktunya karena 57 kotak yang masing-masing berisi 6 paket Indomie berisi 5 bungkus (sehingga dijual per paket, bukan per bungkus), sudah ludes terjual pada sekitar pukul 17.00.
Wafer Tanggo berhasil terjual sebanyak 816 bungkus besar berbagai rasa, mie gemez berhasil menjual sekitar 1.041 bungkus (harga per bungkus adalah 2 RMB).
"Saya membeli tas untuk ibu, nenek dan pacar saya. Saya juga senang sekali bisa nyoba makanan Indonesia dan nonton musik Indonesia," kata Meng Lei, pengunjung asal Beijing yang datang dengan seorang temannya.
Ia datang ke Gempita Merdeka karena diajak temannya, orang Indonesia dan mengaku sebelumnya belum pernah mencoba makanan Indonesia.
Sedangkan Wenjie Ding, juga orang Beijing, memborong camilan Indonesia dan berhasil mendapatkan batagor incarannya setelah mengantre lama.
"Awalnya saya hanya suka Indomie, tapi sekarang saya menjadi fans makanan Indonesia, enak-enak. Saya sangat tertarik dengan Ella's kitchen, tapi sayangnya restoran itu tidak ada rencana untuk membuka gerai di Beijing," ucap Wenjie.
Sedangkan Carmen Chan, warga negara Amerika Serikat yang datang bersama suaminya Ken Moritsugu mencoba sate padang dari stan DWP KBRI Beijing dan air melon madu di Ella's Kitchen, mereka ingin merasakan cendol di Nom Nom yang sayangnya sudah terjual habis.
Warga negara Australia Joe Leahly yang pernah bekerja di Indonesia datang bersama istri dan anaknya dan berhasil membeli sate ayam di Nom Nom. Ia mengaku sangat suka dengan rasanya karena seperti merasakan sate ayam yang pernah ia cicipi di Jakarta dulu.
Koordinator Fungsi Penerangan Sosial dan budaya KBRI Beijing Dewi Avilia mengungkapkan bahwa ia mendapat respons positif baik dari para penjual maupun pengunjung.
"Awalnya kami sempat khawatir karena mungkin akan hujan. Tapi, syukurlah hujan datang terakhir dan para penjual juga 'happy' dengan hasil hari ini," kata Dewi.
Kuis tentang Indonesia
Tapi meski antrean mengular dan jualan ludes terjual, apakah para pengunjung yang datang, khususnya orang China, tahu mengenai Indonesia?
Kepala Perwakilan KBRI Beijing Parulian George Andreas Silalahi dan "youtuber" asal Indonesia Rudy Chen mengadakan kuis dadakan kepada orang-orang yang sedang mengantre makanan.
Pertanyaan mereka seputar pengetahuan umum mengenai Indonesia. Misalnya, jumlah penduduk Indonesia, jumlah pulau di Indonesia, sudah berapa lama Indonesia merdeka, berapa kurs mata uang rupiah dibandingkan mata uang RMB, dan hasilnya tidak ada yang benar.
"Saat saya tanya berapa jumlah penduduk Indonesia ada yang jawal 1 juta, 8 juta, 60 juta, atau bahkan 1 miliar, ternyata mereka tidak tahu soal Indonesia. Tapi, jawaban yang paling mendekati tetap saya kasih hadiah 'snack' hanya saya sampaikan 'ingat ya penduduk Indonesia 285 juta," kata Parulian yang bertanya dalam bahasa Inggris.
Sedangkan Rudy Chen yang bertanya dalam bahasa Mandarin juga tidak menemukan orang yang dengan tepat menjawab soal pengetahuan umum Indonesia.
"Tadi nanya hari ini ulang tahun ke berapa Indonesia, padahal ada angkanya gede di depan KBRI, tapi gak ada yang bisa jawab juga," kata Rudy sambil terkekeh.
Meski kuliner Indonesia disukai, penampilan para penghibur Indonesia digemari, tapi pemahaman mengenai Indonesia secara umum ternyata masih belum diketahui warga Beijing, setidaknya yang datang ke pagelaran Gempita Merdeka.
Mungkin saatnya ada upaya lain untuk tetap menghadirkan kemeriahan sekaligus pemahaman tentang Indonesia kepada masyarakat di China.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Warna Papua Barat Daya dalam perayaan kemerdekaan RI di KBRI Beijing
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024