Di Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat terdapat sebuah bukit yang terletak di wilayah Distrik Wasior. Para pelaku sejarah memberinya nama Bukit Aitumieri yakni sebuah tempat yang diyakini menjadi saksi sejarah awal peradaban orang Papua.

Nama saya Sarah V H Leihitu atau panggil saja Sarah, salah satu siswi kelas XI SMA Negeri 1 Teluk Wondama. Saya ingin berbagi pengalaman saat melakukan pendakian di bukit tersebut belum lama ini.

Sudah banyak orang yang menceritakan bukit tersebut. Bahwasanya di lokasi itu terdapat beberapa situs sejarah yakni, batu beradaban, batu inspirasi dan gedung sekolah tua yang didirikan oleh Isyak Samuel Kijne, seorang peng-Injil atau missionaris pada ratusan tahun silam.

Pada zaman itu sekolah ini menjadi tempat belajar bagi para generasi terdahulu Teluk Wondama. Kini sekolah tersebut telah direnofasi dan berubah menjadi SMP Yayasan Pendidikan Kristen atau YPK Aitumieri.

Cerita itu mendorong saya untuk melihat langsung situs-situs sejarah tersebut. Tentu tidak sendiri, kala itu, beberapa teman menemani saya dalam pendakian tersebut.

Kata orang-orang, situs yang lokasinya paling jauh adalah batu inspirasi. Batu tersebut konon menjadi tempat duduk Isyak Samuel Kijne dalam melakukan perenungan mencari ide atau inspirasi tentang kemajuan dan beradaban masyarakat Papua kedepan.

Kami pun tertantang untuk mendaki hingga sampai dan menyaksikan langsung batu tersebut. Memang benar, batu inspirasi berada cukup jauh diatas atau lereng bukit ini.

Untuk sampai ke batu itu, kami harus berjalan kaki menapaki satu-persatu seribu anak tangga. Pada seratus anak tangga pertama lelah kami belum terasa, langkah kami terus berlanjut dari anak tangga satu ke anak tangga yang lain diatasnya.

Semakin naik, nafas kami mulai ngos-ngosan, lutut pun mulai berat, keringat bercuruan dan tenggorakan mulai kering. Beruntung hutan di bukit ini masih sangat lebat sehingga kami terlindung dari sengatan cahaya matahari.

Membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk menapaki anak tangga pertama hingga di lokasi batu tersebut. Tidak telalu jauh ternyata, namun kita harus mengeluarkan tenaga ekstra agar tiba lebih cepat.

Hemmmm,,, cukup melelahkan, namun perjalanan kami terhibur oleh suara nyanyian burung liar yang mendiami bukit ini. Rasa lelah itu pun terbayar tuntas saat tiba di lokasi yang kami tuju.

Kami duduk disisi batu seraya membayangkan apa yang dilakukan Isak Samuel Kijne kala itu di batu tersebut.

Pandangan jauh penatap kedepan, saya terpana, ternyata daerah ini menyimpan keindahan alam yang sangat mempesona. Keindahan Teluk Wondama nampak jelas dari atas batu inspirasi di bukit Aitumeiri, apalagi pendakian itu kami lakukan pada sore hari.

Pemandangan langit senja berwarna kuning kemerah-merahan di atas pulau sebrang, mempercantik suasana sore itu. Batu peradaban dan batu inspirasi pun melengkapi keindahan alam tersebut.

Kami tidak banyak mengetahui informasi tentang sejarah batu tersebut, maupun tentang perjuangan Isyak Samuel Kijne dalam menyebarkan ajaran serta membuka pendidikan di tanah ini. Kami hanya mengetahui sedikit bahwa dia (Isyak Samuel Kijne) adalah pelaku sejarah yang memiliki jasa besar terhadap beradaban di Teluk Wondama.

Disela-sela patahan dan lubang batu, kami melihat cukup banyak uang kertas pecahan 1.000 hingga 50.000. Uang tersebut sengaja ditaruh oleh para pengunjung situs tersebut.

Ini merupakan bukti betapa keyakinan masyarakat cukup kuat terhadap nilai atau sakralitas batu tersebut.

Baiklah, kita kembali pada cerita pendakian kami. Selain batu inspirasi, di sekitar situs batu itu rupanya ada sebuah air terjun. Tanpa berfikir panjang, sebelum beranjak pulang kami pun singgah di air terjun tersebut.

Tidak seperti yang kami bayangkan, untuk sampai ke lokasi itu teryata tidak mudah. Kami harus menerobos semak belukar dan melewati tebing hingga tiba di air terjun tersebut.

Singkat cerita, akhirnya kami tiba di lokasi air terjun itu. Kami pun bergegas menikmati belaian air, kami mandi dan minum sepuasnya di tempat tersebut. Dahaga kami hilang, lelah pun sekejab pergi dan energi kami terkumpul kembali.

Setelah beberapa saat bercengkerama dengan keindahan air terjun, kami melanjutkan perjalanan untuk pulang karena hari semakin gelap.

Inilah cerita pendakian kami di Bukit Aitumeiri. Ada surga tersembunyi dan masyarakat meyakini, di sinilah awal mula peradaban orang Papua.(***)

Pewarta: Sarah V.H.Leihatu-Warganet

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2017