Serikat buruh di wilayah Papua Barat Daya sepakat dan berkomitmen untuk tidak melakukan aksi pada 1 Mei sebagai hari libur, tetapi lebih memilih menyampaikan aspirasi kepada pemerintah melalui surat.
Ketua Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Louis Dumatubun, pada konferensi pers di Kota Sorong, Selasa, menjelaskan bahwa menjelang 1 Mei 2024 pihaknya akan melakukan upaya-upaya konkret untuk memperjuangkan hak kesejahteraan para buruh melalui surat resmi kepada pihak yang berwenang.
"Besok 1 Mei sebagai hari libur untuk menghormati perjuangan dan kontribusi pekerja dalam memperoleh hak-hak mereka di lingkungan kerja. Kami tidak melakukan demo, tapi aspirasi tentang perjuangan hak-hak buruh itu akan kami sampaikan melalui surat resmi," kata Louis.
Berkaitan dengan itu, dirinya pun telah menyampaikan hal serupa kepada seluruh dewan pimpinan cabang (DPC) bahwa aspirasi itu hanya bisa dilakukan melalui surat resmi.
Jika nantinya ada anggota atau pengurus KSBSI yang terlibat aktif melakukan aksi demo lewat aliansi yang mengatasnamakan serikat buruh, dia menegaskan bahwa itu bukan atas nama organisasi, melainkan pribadi.
"Jadi saya sekali lagi tekankan bahwa kami tidak melakukan aksi yang berkaitan dengan 1 Mei," ujarnya.
Untuk memperkuat komitmen KSBSI, kata dia, pihaknya pun telah mengeluarkan surat pemberitahuan dengan Nomor K.38.07/KORWIL (K) SBSI/PBD/IV/2024 tentang pemberitahuan tidak ada demo atau unjuk rasa yang ditujukan kepada Polda Papua Barat, Dandrem 181/PVT, Polresta Sorong Kota dan Polres Sorong.
Koordinator Wilayah KSBSI Papua Barat, Hans Worumi menyampaikan bahwa tahun ini pihaknya membatasi ruang untuk melakukan aksi, tetapi lebih fokus kepada penyampaian aspirasi kepada pemerintah dalam bentuk surat resmi.
Menurut dia, ada tiga hal yang menjadi perhatian, pertama membentuk Lembaga Kerjasama Bipartit provinsi, dan kedua, terkait dengan Kepaniteraan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI).
"Jika di provinsi sudah ada berarti PHI juga sudah harus ada, supaya hal-hal yang berkaitan dengan kasus buruh bisa diakomodasi secara baik dan maksimal," ujarnya.
Kemudian hal ketiga adalah tentang upah minimum provinsi (UMP), yang mengacu pada BPS nasional, sehingga pihaknya di daerah tidak bisa menetapkan upah sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL).
"Sekarang ini tidak ada survei KHL, ini merupakan sebuah dampak yang sangat mempengaruhi pendapatan buruh. Jika berbicara soal sektor telah dihapus, yang ada sekarang adalah upah minimum regional (UMR)," ungkap dia.
Berkaitan dengan itu, pihaknya berharap adanya kebijakan pemerintah untuk memperhatikan hak-hak para buruh supaya mereka pun bisa mendapatkan kelayakan kesejahteraan yang lebih optimal.
Dia mengusulkan agar ada kesepakatan antara serikat dengan pemerintah untuk menerapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK).
"Itu yang terjadi di Jakarta, kenapa Jakarta lebih tinggi karena menggunakan UMK dan tidak mengacu kepada UMP, UMK itu minimal lebih tinggi dari UMP," ujarnya.
Hal ini dimaksudkan supaya setiap daerah bisa menentukan upah berdasarkan pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Nasional Indonesia Provinsi Papua Barat Daya, Salimnur mengatakan pentingnya diadakan survei KHL untuk melihat dan mengetahui kebutuhan seorang pekerja dalam sebulan.
"Ini artinya supaya diketahui secara persis uang pemenuhan kebutuhan pekerja dalam sebulan ketika diakumulasikan dapat sekian. Tapi kalau kita menggunakan rumus perhitungan upah yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51, jelas kita tidak bisa hidup," ungkapnya.
Dia membandingkan kenaikan upah TNI/Polri mengalami kenaikan 10 persen, sementara pekerja lepas hanya naik 2,5 persen. "Ini sangat jauh berbeda," kata dia.
Upaya lain yang akan dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak pekerja adalah melakukan sosialisasi tentang struktur dan skala upah di setiap perusahaan supaya memperhatikan tunjangan setiap karyawan sesuai dengan jabatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Ketua Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Louis Dumatubun, pada konferensi pers di Kota Sorong, Selasa, menjelaskan bahwa menjelang 1 Mei 2024 pihaknya akan melakukan upaya-upaya konkret untuk memperjuangkan hak kesejahteraan para buruh melalui surat resmi kepada pihak yang berwenang.
"Besok 1 Mei sebagai hari libur untuk menghormati perjuangan dan kontribusi pekerja dalam memperoleh hak-hak mereka di lingkungan kerja. Kami tidak melakukan demo, tapi aspirasi tentang perjuangan hak-hak buruh itu akan kami sampaikan melalui surat resmi," kata Louis.
Berkaitan dengan itu, dirinya pun telah menyampaikan hal serupa kepada seluruh dewan pimpinan cabang (DPC) bahwa aspirasi itu hanya bisa dilakukan melalui surat resmi.
Jika nantinya ada anggota atau pengurus KSBSI yang terlibat aktif melakukan aksi demo lewat aliansi yang mengatasnamakan serikat buruh, dia menegaskan bahwa itu bukan atas nama organisasi, melainkan pribadi.
"Jadi saya sekali lagi tekankan bahwa kami tidak melakukan aksi yang berkaitan dengan 1 Mei," ujarnya.
Untuk memperkuat komitmen KSBSI, kata dia, pihaknya pun telah mengeluarkan surat pemberitahuan dengan Nomor K.38.07/KORWIL (K) SBSI/PBD/IV/2024 tentang pemberitahuan tidak ada demo atau unjuk rasa yang ditujukan kepada Polda Papua Barat, Dandrem 181/PVT, Polresta Sorong Kota dan Polres Sorong.
Koordinator Wilayah KSBSI Papua Barat, Hans Worumi menyampaikan bahwa tahun ini pihaknya membatasi ruang untuk melakukan aksi, tetapi lebih fokus kepada penyampaian aspirasi kepada pemerintah dalam bentuk surat resmi.
Menurut dia, ada tiga hal yang menjadi perhatian, pertama membentuk Lembaga Kerjasama Bipartit provinsi, dan kedua, terkait dengan Kepaniteraan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI).
"Jika di provinsi sudah ada berarti PHI juga sudah harus ada, supaya hal-hal yang berkaitan dengan kasus buruh bisa diakomodasi secara baik dan maksimal," ujarnya.
Kemudian hal ketiga adalah tentang upah minimum provinsi (UMP), yang mengacu pada BPS nasional, sehingga pihaknya di daerah tidak bisa menetapkan upah sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL).
"Sekarang ini tidak ada survei KHL, ini merupakan sebuah dampak yang sangat mempengaruhi pendapatan buruh. Jika berbicara soal sektor telah dihapus, yang ada sekarang adalah upah minimum regional (UMR)," ungkap dia.
Berkaitan dengan itu, pihaknya berharap adanya kebijakan pemerintah untuk memperhatikan hak-hak para buruh supaya mereka pun bisa mendapatkan kelayakan kesejahteraan yang lebih optimal.
Dia mengusulkan agar ada kesepakatan antara serikat dengan pemerintah untuk menerapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK).
"Itu yang terjadi di Jakarta, kenapa Jakarta lebih tinggi karena menggunakan UMK dan tidak mengacu kepada UMP, UMK itu minimal lebih tinggi dari UMP," ujarnya.
Hal ini dimaksudkan supaya setiap daerah bisa menentukan upah berdasarkan pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Nasional Indonesia Provinsi Papua Barat Daya, Salimnur mengatakan pentingnya diadakan survei KHL untuk melihat dan mengetahui kebutuhan seorang pekerja dalam sebulan.
"Ini artinya supaya diketahui secara persis uang pemenuhan kebutuhan pekerja dalam sebulan ketika diakumulasikan dapat sekian. Tapi kalau kita menggunakan rumus perhitungan upah yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51, jelas kita tidak bisa hidup," ungkapnya.
Dia membandingkan kenaikan upah TNI/Polri mengalami kenaikan 10 persen, sementara pekerja lepas hanya naik 2,5 persen. "Ini sangat jauh berbeda," kata dia.
Upaya lain yang akan dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak pekerja adalah melakukan sosialisasi tentang struktur dan skala upah di setiap perusahaan supaya memperhatikan tunjangan setiap karyawan sesuai dengan jabatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024