Dewan Pengupahan Provinsi Papua Barat akan menggelar sidang di Manokwari, hari ini Rabu (30/10), untuk membahas dan memutuskan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2020 di daerah tersebut.

"Rencananya hari ini tapi karena suatu lain hal sehingga kami tunda pelaksanaanya. Untuk besok sudah pasti," kata Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Syarat Kerja Disnaketrans Papua Barat, Ermawati Siregar di Manokwari, Selasa.

Ia mengutarakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepala daerah terkait penetapan UMP. Koordinasi dilakukan kepada Wakil Gubernur, Mohamad Lakotani karena guberbur sibuk pada kegiatan lain diantaranya mempersiapkan kunjungan presiden beberapa waktu lalu.

Menurutnya, koordinasi dengan gubernur diperlukan guna meminta petunjuk terkait beberapa hal dalam penetapan upah.

"Ini terkait indikator dalam penetapan UMP, seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi, rumus dalam penetapan UMP juga dampak positif serta negatif ketika UMP baru diberlakukan," sebut Irmawanti lagi.

Pesan wakil gubernur, lanjut Irma, dalam penetapan UMP dapat mempertimbangkan pelaku usaha serta para pekerja. Pemerintah tak ingin ada yang dirugikan dalam pemberlakuan UMP.

‘’Tentu dalam penetapan UMP ada berbagai hal akan dipertimbangkan. Beliau ingin semua pihak bisa menerima,’’ ujarnya.

Ia menjelaskan, dengan menggunakan rumus kenaikan UMP 2020 sudah jelas yakni 8,5 persen. Ini mengacu inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional dari September 2018-September 2019.

"Masalahnya untuk Provinsi Papua Barat pertumbuhan ekonomi kita yang minus. Maka ini juga harus menjadi pertimbangan," katanya juga.

Dia menjelaskan, penghitungan UMP dilaksanakan dengan mengacu Pasal 63 PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, bagi daerah yang upah minimumnya pada 2015 masih di bawah nilai kebutuhan hidup layak (KHL), wajib menyesuaikan upah minimumnya sama dengan KHL paling lambat pada penetapan upah minimum 2020.

Sesuai rumus tersebut, UMP Papua Barat tahun 2018 sebesar Rp 2.934.500 akan mengalami kenaikan menjadi Rp 3.184.225.

‘’Sekali lagi, kita melihat pertumbuhan ekonomi. Masih perlu pertimbangan, kalau dipaksakan naik 8,51 persen tentu berat. Di samping itu sektor riil di Papua Barat tidak ada. Semua barang kebutuhan pokok didatangkan dari luar. Pertumbuhan yang bagus hanya migas, tetapi yang bekerja di migas ini sebagian tidak membelanjakan uangnya di Papua Barat, kebanyakan di luar. Nah, ini kendala yang kita hadapi,’’ pungkasnya.

Pewarta: Toyiban

Editor : Key Tokan A


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2019