Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua Barat menargetkan seluruh kabupaten di daerah tersebut mencapai eliminasi malaria pada 2027 sesuai dengan kesepakatan yang telah ditandatangani sejak 2017.
Salah satu upaya mempercepat pencapaian itu dengan meningkatkan kompetensi para medis dalam penyelidikan epidemiologi malaria guna mengetahui dinamika penularan dan sumber penyakit secara akurat.
"Eliminasi malaria mulai dari tingkat kampung, distrik, dan kabupaten, dibutuhkan kemampuan penyelidikan epidemiologi," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Papua Barat dr Nurmawati di Manokwari, Senin.
Dia menjelaskan upaya pengendalian malaria di Papua Barat terus dioptimalkan yang berdampak positif terhadap penurunan kasus sejak 2019 yang 50.766 kasus menjadi 7.628 kasus pada 2021.
Namun, jumlah kasus malaria kembali meningkat 58,3 persen menjadi 13.079 kasus pada 2022 dan setelah diintervensi jumlah kasus berhasil turun pada 2023 menjadi 10.191 kasus malaria.
"Hingga Juli 2024, jumlah kasus malaria di Papua Barat tercatat ada 3.716 kasus," kata dr Nurmawati.
Ia berharap, pelatihan penyelidikan epidemiologi malaria dengan metode 1-2-5 selama empat hari (19-22 Agustus 2024), bisa meningkatkan kualitas data dan pemetaan sumber penyakit.
Validasi data dan pemetaan tersebut menjadi acuan dalam pelaksanaan program intervensi malaria secara efektif, sehingga target eliminasi tercapai sesuai ekspektasi bersama.
"Tenaga kesehatan harus bisa memastikan apakah itu kasus indigenous (sumber penularan berasal dari wilayah setempat) atau kasus impor," ucap dia.
Ia menyebut rangkaian penyelidikan epidemiologi malaria, meliputi investigasi dan pengamatan secara cermat terhadap sumber penularan, klasifikasi kasus, kebiasaan masyarakat, dan jangkauan penularan.
Pengendalian malaria dengan pendekatan 1-2-5 juga bermanfaat untuk proses evaluasi dari setiap pelaksanaan program intervensi yang telah dilaksanakan di setiap kabupaten se-Papua Barat.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Salah satu upaya mempercepat pencapaian itu dengan meningkatkan kompetensi para medis dalam penyelidikan epidemiologi malaria guna mengetahui dinamika penularan dan sumber penyakit secara akurat.
"Eliminasi malaria mulai dari tingkat kampung, distrik, dan kabupaten, dibutuhkan kemampuan penyelidikan epidemiologi," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Papua Barat dr Nurmawati di Manokwari, Senin.
Dia menjelaskan upaya pengendalian malaria di Papua Barat terus dioptimalkan yang berdampak positif terhadap penurunan kasus sejak 2019 yang 50.766 kasus menjadi 7.628 kasus pada 2021.
Namun, jumlah kasus malaria kembali meningkat 58,3 persen menjadi 13.079 kasus pada 2022 dan setelah diintervensi jumlah kasus berhasil turun pada 2023 menjadi 10.191 kasus malaria.
"Hingga Juli 2024, jumlah kasus malaria di Papua Barat tercatat ada 3.716 kasus," kata dr Nurmawati.
Ia berharap, pelatihan penyelidikan epidemiologi malaria dengan metode 1-2-5 selama empat hari (19-22 Agustus 2024), bisa meningkatkan kualitas data dan pemetaan sumber penyakit.
Validasi data dan pemetaan tersebut menjadi acuan dalam pelaksanaan program intervensi malaria secara efektif, sehingga target eliminasi tercapai sesuai ekspektasi bersama.
"Tenaga kesehatan harus bisa memastikan apakah itu kasus indigenous (sumber penularan berasal dari wilayah setempat) atau kasus impor," ucap dia.
Ia menyebut rangkaian penyelidikan epidemiologi malaria, meliputi investigasi dan pengamatan secara cermat terhadap sumber penularan, klasifikasi kasus, kebiasaan masyarakat, dan jangkauan penularan.
Pengendalian malaria dengan pendekatan 1-2-5 juga bermanfaat untuk proses evaluasi dari setiap pelaksanaan program intervensi yang telah dilaksanakan di setiap kabupaten se-Papua Barat.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024