Manokwari (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua Barat memberikan pelatihan peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam melakukan uji silang diagnosis yang akurat, sehingga pengendalian virus malaria lebih maksimal dan upaya eliminasi dapat terealisasi.
Kepala Dinkes Papua Barat dr Alwan Rimosan di Manokwari, Rabu, mengatakan penjaminan mutu diagnosis malaria sangat penting untuk memastikan akurasi dan keandalan yang berdampak pada pengobatan serta hasil kesehatan pasien.
"Tujuannya hasil verifikasi keakuratan diagnosis lebih berkualitas, ketepatan mengidentifikasi dan mengurangi kesalahan dalam diagnosis," kata dr Alwan.
Menurut dia malaria masih menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia, terutama di daerah-daerah dengan hutan tropis seperti Papua, Kalimantan, dan beberapa bagian Sulawesi.
Kasus malaria di Papua Barat hingga Oktober 2024 tercatat ada 5.530 kasus dengan angka kesakitan mencapai 7,53 per 1.000 penduduk, sehingga perlu didukung dengan penjaminan mutu diagnosis dalam pengendalian malaria.
Ia menyebut kebijakan program malaria di Papua Barat mencakup penerapan metode diagnostik gold standard secara mikroskopis, serta penggunaan rapid diagnostic test (RDT) dan polymerase chain reaction (PCR) dalam situasi tertentu.
Proses uji silang (cross-checking) juga menjadi bagian penting untuk memastikan kualitas dan akurasi hasil diagnosis, dan semua fasilitas kesehatan tingkat kabupaten se-Papua Barat wajib mengirimkan 100 persen ketersediaan darah positif. "Termasuk 20 persen sediaan darah yang negatif untuk diperiksa melalui uji silang diagnosis," ujarnya.
Ketua panitia pelaksana pelatihan Billy G. Makamur menjelaskan tujuan khusus dari pelatihan ini antara lain memberikan pembaruan tentang teknik dan prosedur terbaru dalam uji silang diagnosis malaria.
Kemudian menetapkan dan memperkuat standar operasional prosedur pelaksanaan uji silang, mengurangi kesalahan diagnosis malaria, menguatkan upaya pengendalian malaria melalui deteksi dan penanganan kasus secara cepat.
"Metode pelaksanaan pelatihan meliputi pre-test, paparan narasumber, simulasi dan praktik, diskusi, studi kasus, serta post-test," ucap Billy.
Fasilitator yang terlibat dalam kegiatan yang berlangsung dari 12-17 November 2024 terdiri atas tenaga kesehatan Dinkes provinsi dan fasilitator dari satuan kerja terkait.