Pengusaha batik sekaligus perancang busana (fashion desainer) Desirianingsih Haryati Parastri mendukung penuh program Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk memberdayakan kaum perempuan asli Papua (Mama-mama Papua) untuk terlibat dalam usaha rancang mode, termasuk membatik.

Ditemui ANTARA di kediamannya di Jalan Reremi Permai Nomor 19 Manokwari, Kamis, Desi mengatakan hampir setiap saat instansi teknis seperti Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pemberdayaan Perempuan maupun organisasi PKK memberikan kesempatan kepada kaum perempuan asli Papua untuk ikut pelatihan menjahit dan lainnya.

Bahkan beberapa waktu lalu Disperindagkop Papua Barat mengirim Mama-mama Papua yang tergabung dalam wadah Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) setempat untuk ikut pelatihan membatik di Yogyakarta.

"Ada ancang-ancang mau mendatangkan pelatih membatik dari Jawa untuk mengajarkan Mama-mama Papua yang ada di Papua Barat. Lalu di tempat kami (Kasuari Batik) sering sekali ada kegiatan kursus menjahitm setahun bisa dua sampai tiga kali. Saya kira ini terobosan yang sangat baik untuk memberdayakan masyarakat lokal," kata Desi yang juga merupakan staf pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Papua (UNIPA).

Selama kegiatan kursus menjahit kerja sama Pemda dengan Asri Modesta-Kasuari Batik itu, Mama-mama Papua yang menjadi peserta tidak saja mendapatkan pelatihan gratis dan uang transport, tetapi juga diberikan bantuan mesin jahit, bahkan mesin obras.

Desi yang pernah diundang menjadi pembicara di bidang fesyen atau busana pada kegiatan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) menyebut keterlibatannya dalam membuat produk batik Papua karena terdorong oleh keinginan kuat untuk mengangkat nilai-nilai budaya dan keindahan alam Papua agar semakin dikenal banyak orang, melalui medium kain batik.

"Pada dasarnya fesyen di Papua itu tidak seperti di daerah lain. Kalau di Jawa sudah ada batik dari dulu sekali sebagai warisan fesyennya. Demikian pun di Nusa Tenggara Timur dan tempat-tempat lain ada tenun ikat dan lain-lain. Bagaimana kita mengadopsi fesyen dari tempat lain, mengakulturasikannya dengan budaya Papua," ujarnya.

Dia berharap program pemberdayaan di kalangan Mama-mama Papua tetap dan terus dilanjutkan agar semakin banyak warga lokal  terlibat dalam usaha rancang busana sehingga dapat memperkuat ekonomi keluarga.

Desi juga berharap adanya perlindungan hukum terhadap setiap rancangan desain motif-motif Papua agar tidak mudah dijiplak oleh orang lain.

"Saya punya pengalaman buruk soal ini. Dulu pertama kali kami bawa desain ke pabrik percetakan kain. Tahu-tahunya mereka menggandakan motif kami punya untuk dijual ke orang lain. Baru-baru ini juga ada satu brand terkenal kami juga dijiplak oleh orang lain. Saya sedih karena karya kita gampang sekali dijipak," kata Desi.

Saat ini Desi tengah mengurus hak merek atas sejumlah karya desain motif Papua agar tidak lagi diklaim oleh orang lain.
    

Pewarta: Evarianus Supar

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2022