Wasior, (Antaranews Papua Barat)-Kesadaran akan pentingnya arti laut bagi keberlangsungan hidup mereka saat ini juga generasi berikutnya mendorong masyarakat setempat menghidupkan kembali tradisi Kadup atau Sasi untuk mengelola hasil laut secara bijak.

Tanggal 17 Maret 2018, Kadup atau Sasi resmi dijalankan di Kampung Menarbu dan Dusun Waar. Disaksikan oleh perwakilan dari berbagai elemen masyarakat juga  dari pihak pemerintah dan gereja, warga setempat menggelar prosesi adat Kadup dengan menetapkan lebih kurang 1.194 hektar wilayah pesisir dan laut untuk ditutup selama 2 tahun. 

Sama dengan Sasi yang berlaku di wilayah lain di Papua maupun Maluku, Kadup yang artinya tutup tempat dalam Bahasa Roon, merupakan cara masyarakat lokal mengatur masa atau waktu pengambilan hasil alam termasuk hasi laut.

Dahulu, Kadup biasanya digunakan warga setempat untuk menutup hasil alam di daratan seperti kelapa, pinang, sagu, singkong dan lainnya. Praktik ini merupakan bentuk kearifan lokal untuk melarang pengambilan berbagai jenis hasil laut selama kurun waktu tertentu agar pada saatnya dibuka hasilnya jauh lebih banyak.

"Kami menutup pesisir laut ini agar saat buka nanti wilayah ini bisa membantu perekonomian masyarakat kampung Menarbu," kata Kepala Kampung Menarbu Yosias Menarbu.

Berdasarkan hasil survey oleh tim kolaborasi dari Pemerintah Distrik Roon bersama WWF Indonesia dan  Balai Besar Taman nasional Teluk Cenderawasih (TNCT) pada September 2017 ditemukan potensi perikanan karang yang cukup tinggi pada di wilayah perairan Menarbu dan Dusun Waar.

Tercatat ikan Kakap (Lutjanus sp) di kawasan tersebut mencapai 2.386 ekor/ha, ikan Bobara (Caranx sp) mencapai 4.000 ekor/ha sereta beberapa jenis ikan lain seperti Kakatua, Lalosi Lobster, Teripang dan Kerapu.

Aturan Main Kadup
Ada dua macam Kadup yang diberlakukan warga setempat yaitu pertama, Kadup jenis yakni menutup kawasan laut dari pengambilan beberapa jenis hasil laut seperti Lobster (Panulirus sp), Teripang (Holothuroidea), Lola (Trochus niloticus) dan Peapea (Pinctada sp).

Kedua, Kadup tempat yakni menutup kawasan seluas 134 hektar selama dua tahun untuk semua aktivitas penangkapan hasil laut.

Dalam Kadup sendiri berlaku sejumlah aturan main yang wajib diikuti. Antara lain kegiatan yang boleh diberlakukan adalah menyelam untuk kepentingan wisata maupun penelitian, melewati dengan menggunakan perahu dan mengambil berbagai jenis ikan khusus pada lokasi Kadup jenis.

Sementara kegiatan yang dilarang adalah membuang jangkar di lokasi Kadup, mengambil beberapa jenis biota teripang, lola, lobster dan pea-pea di wilayah Kadup jenis, mengambil hasil laut apapun di wilayah Kadup tempat selama 2 tahun serta menangkap duyung, penyu dan bia kima di semua wilayah Kadup.

Sekretaris Daerah Kabupaten Teluk Wondama Denny Simbar yang hadir menyaksikan prosesi Kadup menilai Kadup merupakan wujud komitmen yang kuat dari masyarakat adat untuk menjaga dan melestarikan sumber daya laut.
Tidak ada komitmen yang sekuat komitmen masyarakat kampung Menarbu dengan menutup 1.328 hektar selama 2 tahun ini tidak mudah dilaksanakan oleh siapapun.

"Saya salut kepada masyarakat Kampung Menarbu," ucap Sekda yang mengaku baru pertama kali mengikuti proses adat serupa.

Karena dilakukan secara adat dan didoakan secara agama, aturan Kadup ini sangat ditakuti oleh masyarakat setempat maupun masyarakat dari wilayah sekitarnya.  Warga bahkan meyakini  barangsiapa yang melanggar aturan Kadup dia akan tertimpa kemalangan bahkan bisa berupa kematian.

Hal inilah yang menjadikan Kadup atau Sasi dipandang sebagai model pengelolaan hasil laut yang efektif sehingga patut untuk dicontoh.

Kearifan lokal masyarakat Kampung Menarbu menjadi contoh pengelolaan laut yang dilakukan secara mandiri untuk memastikan hasil laut melimpah dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan,  kata Feronika Manohas, Communitty Outreach and Development coordinator WWF Indonesia. (*)

 

Pewarta: Zack T Bala

Editor : Key Tokan A


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2018