DPRD Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, mendesak pemerintah daerah setempat memperbaiki data penerima bantuan sosial tunai (BST) untuk COVID-19 yang bersumber dari APBD.
Dari hasil pengawasan di lapangan diketahui data penerima bansos yang disiapkan oleh instansi terkait banyak yang tidak sesuai dengan kondisi terkini di distrik maupun kampung sehingga penyaluran BST berpotensi tidak tepat sasaran.
“DPRD meminta Pemda memperbaiki dulu data penerima karena terbukti di lapangan masih banyak masalah. Orang sudah meninggal lama masih masuk, yang sudah pindah juga masih ada namanya, sementara yang berhak dapat malah tidak dapat,“ kata anggota DPRD Remran Sinadia, di Wasior, Jumat.
Ia menyebutkan, pada kunjungan reses anggota DPRD Dapil I ke Kampung Maniwak, Distrik Wasior, Jumat, baik aparat kampung maupun warga yang ditemui mengaku bingung lantaran daftar penerima BST tidak cocok dengan data yang telah diambil oleh aparat kampung sendiri.
Di Kampung Manopi, Kepala Kampung mengaku heran karena hanya tiga orang warganya yang terdaftar sebagai penerima BST untuk nelayan yang disalurkan Dinas Perikanan.
“Dari Perikanan (BST nelayan) kami di sini hanya tiga orang karena katanya mereka lihat dari pekerjaan yang ada di KTP. Kalau pekerjaan sebagai nelayan baru bisa dapat tetapi warga itu kan banyak yang saat buat KTP disebut pekerjaan adalah wiraswasta walaupun dia itu nelayan atau petani. Jadi kita di sini juga bingung," kata kepala kampung.
Plt Kepala Kampung Maniwak A.Burdam juga mengeluhkan hal serupa. Di Maniwak sejumlah nama yang terdaftar dalam penerima BST adalah warga yang sudah lama meninggal dunia.
“Ada warga yang sudah meninggal dari beberapa tahun lalu masih ada namanya. Berarti itu adalah data lama tapi tidak ada sinkronisasi data dari dinas terkait dengan kita di kampung sehingga kami ini hanya terima saja. Ini yang bikin masalah dan masyarakat akhirnya ribut dan kita aparat yang disalahkan. Jadi kami harapkan sebaiknya data bansos itu diperbaiki ulang dulu baru dibagikan lagi,“ kata Burdam.
Terkait itu, DPRD menyarankan kepala kampung agar mendata warganya yang dinilai memenuhi syarat mendapatkan BST namun belum terakomodir dalam data Pemda. Data-data tersebut akan diajukan kembali ke Pemda agar bisa ditindaklanjuti.
“Yang belum masuk agar didata kembali. Kita dari DPRD akan mendorong itu ke pemda supaya bisa diakomodir karena yang kita dengar bahwa penerima bansos ini, yang punya KTP maupun yang belum bisa masuk semuanya,“ kata Laode Fylu, anggota DPRD dari Partai Golkar.
Pemkab Wondama telah menyiapkan anggaran Rp20 miliar lebih untuk jaring pengaman sosial berupa bantuan sosial tunai dan stimulan kepada masyarakat terdampak COVID-19. Penyaluran BST telah dilakukan sejak 30 April lalu dengan sasaran antara lain para petani dan nelayan, buruh pelabuhan, penjual di pelabuhan, tukang ojek juga sopir pick-up dan sopir truk dengan nilai Rp600 ribu perbulan.
Pemkab juga memberikan dana stimulus Rp600 ribu kepada pelaku UMKM termasuk mama-mama penjual sayur di pasar. Rencananya BST dan stimulan diberikan selama 3 bulan terhitung April 2020.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2020
Dari hasil pengawasan di lapangan diketahui data penerima bansos yang disiapkan oleh instansi terkait banyak yang tidak sesuai dengan kondisi terkini di distrik maupun kampung sehingga penyaluran BST berpotensi tidak tepat sasaran.
“DPRD meminta Pemda memperbaiki dulu data penerima karena terbukti di lapangan masih banyak masalah. Orang sudah meninggal lama masih masuk, yang sudah pindah juga masih ada namanya, sementara yang berhak dapat malah tidak dapat,“ kata anggota DPRD Remran Sinadia, di Wasior, Jumat.
Ia menyebutkan, pada kunjungan reses anggota DPRD Dapil I ke Kampung Maniwak, Distrik Wasior, Jumat, baik aparat kampung maupun warga yang ditemui mengaku bingung lantaran daftar penerima BST tidak cocok dengan data yang telah diambil oleh aparat kampung sendiri.
Di Kampung Manopi, Kepala Kampung mengaku heran karena hanya tiga orang warganya yang terdaftar sebagai penerima BST untuk nelayan yang disalurkan Dinas Perikanan.
“Dari Perikanan (BST nelayan) kami di sini hanya tiga orang karena katanya mereka lihat dari pekerjaan yang ada di KTP. Kalau pekerjaan sebagai nelayan baru bisa dapat tetapi warga itu kan banyak yang saat buat KTP disebut pekerjaan adalah wiraswasta walaupun dia itu nelayan atau petani. Jadi kita di sini juga bingung," kata kepala kampung.
Plt Kepala Kampung Maniwak A.Burdam juga mengeluhkan hal serupa. Di Maniwak sejumlah nama yang terdaftar dalam penerima BST adalah warga yang sudah lama meninggal dunia.
“Ada warga yang sudah meninggal dari beberapa tahun lalu masih ada namanya. Berarti itu adalah data lama tapi tidak ada sinkronisasi data dari dinas terkait dengan kita di kampung sehingga kami ini hanya terima saja. Ini yang bikin masalah dan masyarakat akhirnya ribut dan kita aparat yang disalahkan. Jadi kami harapkan sebaiknya data bansos itu diperbaiki ulang dulu baru dibagikan lagi,“ kata Burdam.
Terkait itu, DPRD menyarankan kepala kampung agar mendata warganya yang dinilai memenuhi syarat mendapatkan BST namun belum terakomodir dalam data Pemda. Data-data tersebut akan diajukan kembali ke Pemda agar bisa ditindaklanjuti.
“Yang belum masuk agar didata kembali. Kita dari DPRD akan mendorong itu ke pemda supaya bisa diakomodir karena yang kita dengar bahwa penerima bansos ini, yang punya KTP maupun yang belum bisa masuk semuanya,“ kata Laode Fylu, anggota DPRD dari Partai Golkar.
Pemkab Wondama telah menyiapkan anggaran Rp20 miliar lebih untuk jaring pengaman sosial berupa bantuan sosial tunai dan stimulan kepada masyarakat terdampak COVID-19. Penyaluran BST telah dilakukan sejak 30 April lalu dengan sasaran antara lain para petani dan nelayan, buruh pelabuhan, penjual di pelabuhan, tukang ojek juga sopir pick-up dan sopir truk dengan nilai Rp600 ribu perbulan.
Pemkab juga memberikan dana stimulus Rp600 ribu kepada pelaku UMKM termasuk mama-mama penjual sayur di pasar. Rencananya BST dan stimulan diberikan selama 3 bulan terhitung April 2020.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2020