Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengharapkan agar daerah endemis penyakit malaria di Indonesia memiliki fasilitas penelitian dan pemeriksaan nyamuk pembawa bakteri malaria sebagaimana yang dibangun oleh PT Freeport Indonesia di Kuala Kencana, Mimika, Papua.
Saat meninjau program pengendalian malaria di Kuala Kencana, Jumat, Menkes mengakui fasilitas laboratorium entomologi dan laboratorium insektarium milik PTFI sangat bagus.
"Kalau bisa daerah-daerah endemis memiliki laboratorium seperti ini. Jadi kita bisa tahu bagaimana caranya menghentikan atau mengurangi penyebaran larva atau jentik-jentik, mempelajari jenis jentik yang berbahaya, kemudian mempelajari nyamuknya sendiri dan mengendalikan jumlahnya. Semuanya dipelajari di sini dan itu yang penting, yang dilakukan Freeport di Timika adalah mengontrol populasi nyamuknya," kata Menkes sebagaimana siaran pers PTFI yang diterima ANTARA di Manokwari.
Dalam kunjungan ini Menkes melihat dari dekat upaya penanganan malaria yang dilakukan oleh tim PTFI sekaligus meninjau laboratorium entomologi dan laboratorium insektarium.
Menkes berharap dengan adanya program pengendalian malaria yang dilakukan oleh PTFI maka populasi nyamuk berbahaya di Mimika dapat terus ditekan.
Upaya serupa juga diharapkan dapat diterapkan di daerah lain yang hingga kini masih menjadi endemi malaria.
Direktur & Executive Vice President (EVP) Sustainable Development PTFI Claus Wamafma mengatakan PTFI berkomitmen meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar wilayah operasi perusahaan, salah satunya di bidang kesehatan.
Claus menyebut penyakit malaria menjadi salah satu fokus perhatian karena merupakan penyakit yang paling banyak dialami masyarakat maupun pekerja PTFI.
Upaya pengendalian malaria yang dilakukan PTFI telah berjalan selama lebih dari 25 tahun di Mimika.
"PTFI bersama Dinas Kesehatan Pemkab Mimika, YPMAK (Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro), dan para pemangku kepentingan lainnya terus berupaya untuk melakukan upaya pencegahan, pengobatan, promosi dan edukasi baik kepada anak-anak di sekolah, para kader kesehatan di kampung-kampung, dan masyarakat secara umum," jelas Claus.
PTFI memiliki program pengelolaan malaria (malaria control) yang membantu melakukan pengendalian malaria di wilayah industri PTFI di seluruh area dataran rendah dan juga delapan kampung di sekitar operasi PTFI.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2022 yang dilakukan bersama antara Pemkab Mimika dan PTFI ditemukan angka insiden malaria dan kondisi stunting pada bayi dan balita yang tinggi di Kabupaten Mimika.
Menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika pada 2023 mencatat 145 ribu orang menderita penyakit malaria dengan tren yang terus meningkat dalam empat tahun terakhir.
Sedangkan berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi stunting di Mimika mencapai 24,7 persen, kondisi itu jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya 21 persen.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkes berharap daerah endemis punya laboratorium penelitian malaria
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Saat meninjau program pengendalian malaria di Kuala Kencana, Jumat, Menkes mengakui fasilitas laboratorium entomologi dan laboratorium insektarium milik PTFI sangat bagus.
"Kalau bisa daerah-daerah endemis memiliki laboratorium seperti ini. Jadi kita bisa tahu bagaimana caranya menghentikan atau mengurangi penyebaran larva atau jentik-jentik, mempelajari jenis jentik yang berbahaya, kemudian mempelajari nyamuknya sendiri dan mengendalikan jumlahnya. Semuanya dipelajari di sini dan itu yang penting, yang dilakukan Freeport di Timika adalah mengontrol populasi nyamuknya," kata Menkes sebagaimana siaran pers PTFI yang diterima ANTARA di Manokwari.
Dalam kunjungan ini Menkes melihat dari dekat upaya penanganan malaria yang dilakukan oleh tim PTFI sekaligus meninjau laboratorium entomologi dan laboratorium insektarium.
Menkes berharap dengan adanya program pengendalian malaria yang dilakukan oleh PTFI maka populasi nyamuk berbahaya di Mimika dapat terus ditekan.
Upaya serupa juga diharapkan dapat diterapkan di daerah lain yang hingga kini masih menjadi endemi malaria.
Direktur & Executive Vice President (EVP) Sustainable Development PTFI Claus Wamafma mengatakan PTFI berkomitmen meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar wilayah operasi perusahaan, salah satunya di bidang kesehatan.
Claus menyebut penyakit malaria menjadi salah satu fokus perhatian karena merupakan penyakit yang paling banyak dialami masyarakat maupun pekerja PTFI.
Upaya pengendalian malaria yang dilakukan PTFI telah berjalan selama lebih dari 25 tahun di Mimika.
"PTFI bersama Dinas Kesehatan Pemkab Mimika, YPMAK (Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro), dan para pemangku kepentingan lainnya terus berupaya untuk melakukan upaya pencegahan, pengobatan, promosi dan edukasi baik kepada anak-anak di sekolah, para kader kesehatan di kampung-kampung, dan masyarakat secara umum," jelas Claus.
PTFI memiliki program pengelolaan malaria (malaria control) yang membantu melakukan pengendalian malaria di wilayah industri PTFI di seluruh area dataran rendah dan juga delapan kampung di sekitar operasi PTFI.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2022 yang dilakukan bersama antara Pemkab Mimika dan PTFI ditemukan angka insiden malaria dan kondisi stunting pada bayi dan balita yang tinggi di Kabupaten Mimika.
Menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika pada 2023 mencatat 145 ribu orang menderita penyakit malaria dengan tren yang terus meningkat dalam empat tahun terakhir.
Sedangkan berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi stunting di Mimika mencapai 24,7 persen, kondisi itu jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya 21 persen.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkes berharap daerah endemis punya laboratorium penelitian malaria
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024