Di tengah gelapnya prestasi pebulu tangkis andalan Indonesia di Olimpiade Paris 2024, secercah harapan muncul melalui Gregoria Mariska Tunjung yang memberikan kejutan manis dengan melesat ke semifinal tunggal putri.
Dalam pertandingan di Porta de Ls Chapelle Arena Paris, Sabtu, Gregoria mengalahkan pebulu tangkis Thailand, Ratchanok Intanon. Dalam waktu 46 menit, pebulu tangkis yang akrab disapa Jorji menang dua gim langsung 25-23 dan 21-9.
Kemenangan ini adalah yang kedua berturut-turut dari total 10 pertemuan dengan Intanon, sekaligus mempertegas ketangguhan Gregoria di lapangan.
Sebelumnya, pebulu tangkis 24 tahun itu juga mengalahkan Intanon pada perempat final Piala Uber 2024 dengan 22-20, 21-18.
Lebih dari itu, hasil ini mengakhiri penantian panjang Indonesia selama 16 tahun untuk melihat tunggal putri di semifinal Olimpiade. Kali terakhir, Maria Kristin yang mencapai babak empat besar di Olimpiade Beijing 2008 dan membawa pulang medali perunggu.
Kini, Gregoria menjadi tunggal putri keempat yang mewakili Indonesia di semifinal bulu tangkis Olimpiade. Sebelumnya, ada nama Susy Susanti dan Mia Audina yang tampil di Olimpiade Barcelona 1992 dan Atlanta 1996.
Tumpuan
Bulu tangkis telah menjadi andalan Indonesia untuk mendulang medali di pesta olahraga terbesar sejagat ini. Sejak resmi dipertandingkan pada Olimpiade 1992 di Barcelona, Indonesia telah mengumpulkan delapan emas, enam perak, dan tujuh perunggu dari cabang tepok bulu.
Catatan prestasi ini dimulai dengan Susy Susanti dan Alan Budikusuma yang membawa pulang medali emas di sektor tunggal pada Olimpiade Barcelona 1992.
Tradisi emas berlanjut di Olimpiade Atlanta 1996 melalui pasangan ganda putra Rexy Mainaky dan Ricky Subagja.
Kejayaan bulu tangkis Indonesia terus berlanjut dengan kemenangan ganda putra Tony Gunawan dan Candra Wijaya di Sydney 2000.
Taufik Hidayat juga menambah koleksi emas Indonesia di sektor tunggal putra pada Olimpiade Athena 2004, diikuti oleh Hendra Setiawan dan mendiang Markis Kido di Beijing 2008.
Setelah masa kelam di Olimpiade London 2012, di mana Indonesia pulang tanpa medali dari bulu tangkis, cabang olahraga ini kembali bangkit di Rio de Janeiro 2016 dengan meraih emas melalui ganda campuran Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir.
Terakhir, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu menyumbang emas di Olimpiade Tokyo 2020, menambah catatan gemilang bulu tangkis Indonesia.
Asa di Tengah Tantangan
Di Olimpiade Paris 2024, rasa pesimistis sempat menyelimuti ketika wakil-wakil yang diharapkan melangkah jauh justru berguguran satu per satu. Namun, harapan kembali menyala melalui Gregoria yang mampu membuat kejutan demi kejutan di Paris, hingga akhirnya melangkah ke semifinal.
Kini, Jorji berada di ambang untuk menghapus dahaga medali di sektor tunggal putri. Beban tentu ada, namun Gregoria bukanlah atlet biasa.
Dengan pengalaman yang dimiliki, mentalnya sudah terasah melalui serangkaian pertandingan yang telah dilakoni di berbagai turnamen besar. Dan ini, bukan Olimpiade pertama bagi Jorji. Sebelumnya, perempuan yang lahir pada 11 Agustus 1999 itu tampil di Olimpiade Tokyo 2020 dan terhenti di babak 16 besar setelah kalah dari Intanon dengan 12-21, 19-21.
Kemenangan atas Intanon di Paris sedikit banyak membangkitkan mentalitas Gregoria untuk bisa melangkah lebih jauh atau ke partai puncak.
Pada babak empat besar yang dijadwalkan, Minggu siang WIB, lawan yang akan dihadapi adalah pebulu tangkis asal Korea Selatan An Se-young.
Secara head-to-head, An Se-young lebih diunggulkan dengan catatan tak terkalahkan dalam tujuh pertemuan terakhir melawan Gregoria. Pertemuan terakhir di Singapura Open 2024, Jorji menyerah dengan skor 14-21, 21-23.
Namun, catatan statistik tak selalu menjadi patokan. Kemenangan Gregoria atas Intanon yang sebelumnya lebih diunggulkan adalah bukti bahwa segalanya mungkin di lapangan.
Di tengah kegelapan yang sempat menyelimuti prestasi bulu tangkis Indonesia di Olimpiade Paris 2024, Gregoria bak cahaya harapan yang menerangi jalan. Keberanian dan ketangguhannya menginspirasi jutaan hati di seluruh negeri.
Kemenangan atas Ratchanok Intanon bukan sekadar sebuah pencapaian, tetapi bukti bahwa dengan semangat juang yang tak kenal lelah, segala rintangan bisa diatasi.
Setelah 16 tahun penantian, akhirnya Indonesia kembali melihat tunggal putri bersinar di semifinal Olimpiade. Langkah Gregoria adalah langkah masyarakat di bumi pertiwi, dan setiap pukulannya adalah denyut nadi dari doa dan dukungan rakyat Indonesia.
Saat menghadapi An Se-young di semifinal, ingatlah bahwa sejarah bukan ditentukan oleh catatan masa lalu, tetapi oleh keberanian di masa kini.
Jorji, biarkan semangat juangmu membara, melampaui segala statistik dan prediksi. Di setiap titik keringat dan usaha Gregoria, ada dukungan tak berujung dari seluruh negeri yang mendoakan.
Kami berdiri bersama. Jorji tidak sendiri. Setiap langkah di lapangan adalah langkah penuh harapan bagi semua masyarakat Indonesia. Tampilkan permainan terbaik, karena Gregoria adalah kebanggaan Indonesia. Apapun hasilnya, dia telah mengukir sejarah dan menyalakan kembali asa Merah Putih.
Gregoria, terbanglah setinggi-tingginya. Kami bersamamu, mendukungmu, dan percaya bahwa impian bisa menjadi kenyataan. Buatlah Indonesia bangga, dan ingatlah, kamu tak pernah sendiri. Semangat!
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gregoria, kamu tak sendiri!
Sebelumnya, pebulu tangkis 24 tahun itu juga mengalahkan Intanon pada perempat final Piala Uber 2024 dengan 22-20, 21-18.
Lebih dari itu, hasil ini mengakhiri penantian panjang Indonesia selama 16 tahun untuk melihat tunggal putri di semifinal Olimpiade. Kali terakhir, Maria Kristin yang mencapai babak empat besar di Olimpiade Beijing 2008 dan membawa pulang medali perunggu.
Kini, Gregoria menjadi tunggal putri keempat yang mewakili Indonesia di semifinal bulu tangkis Olimpiade. Sebelumnya, ada nama Susy Susanti dan Mia Audina yang tampil di Olimpiade Barcelona 1992 dan Atlanta 1996.
Tumpuan
Bulu tangkis telah menjadi andalan Indonesia untuk mendulang medali di pesta olahraga terbesar sejagat ini. Sejak resmi dipertandingkan pada Olimpiade 1992 di Barcelona, Indonesia telah mengumpulkan delapan emas, enam perak, dan tujuh perunggu dari cabang tepok bulu.
Catatan prestasi ini dimulai dengan Susy Susanti dan Alan Budikusuma yang membawa pulang medali emas di sektor tunggal pada Olimpiade Barcelona 1992.
Tradisi emas berlanjut di Olimpiade Atlanta 1996 melalui pasangan ganda putra Rexy Mainaky dan Ricky Subagja.
Kejayaan bulu tangkis Indonesia terus berlanjut dengan kemenangan ganda putra Tony Gunawan dan Candra Wijaya di Sydney 2000.
Taufik Hidayat juga menambah koleksi emas Indonesia di sektor tunggal putra pada Olimpiade Athena 2004, diikuti oleh Hendra Setiawan dan mendiang Markis Kido di Beijing 2008.
Setelah masa kelam di Olimpiade London 2012, di mana Indonesia pulang tanpa medali dari bulu tangkis, cabang olahraga ini kembali bangkit di Rio de Janeiro 2016 dengan meraih emas melalui ganda campuran Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir.
Terakhir, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu menyumbang emas di Olimpiade Tokyo 2020, menambah catatan gemilang bulu tangkis Indonesia.
Asa di Tengah Tantangan
Di Olimpiade Paris 2024, rasa pesimistis sempat menyelimuti ketika wakil-wakil yang diharapkan melangkah jauh justru berguguran satu per satu. Namun, harapan kembali menyala melalui Gregoria yang mampu membuat kejutan demi kejutan di Paris, hingga akhirnya melangkah ke semifinal.
Kini, Jorji berada di ambang untuk menghapus dahaga medali di sektor tunggal putri. Beban tentu ada, namun Gregoria bukanlah atlet biasa.
Dengan pengalaman yang dimiliki, mentalnya sudah terasah melalui serangkaian pertandingan yang telah dilakoni di berbagai turnamen besar. Dan ini, bukan Olimpiade pertama bagi Jorji. Sebelumnya, perempuan yang lahir pada 11 Agustus 1999 itu tampil di Olimpiade Tokyo 2020 dan terhenti di babak 16 besar setelah kalah dari Intanon dengan 12-21, 19-21.
Kemenangan atas Intanon di Paris sedikit banyak membangkitkan mentalitas Gregoria untuk bisa melangkah lebih jauh atau ke partai puncak.
Pada babak empat besar yang dijadwalkan, Minggu siang WIB, lawan yang akan dihadapi adalah pebulu tangkis asal Korea Selatan An Se-young.
Secara head-to-head, An Se-young lebih diunggulkan dengan catatan tak terkalahkan dalam tujuh pertemuan terakhir melawan Gregoria. Pertemuan terakhir di Singapura Open 2024, Jorji menyerah dengan skor 14-21, 21-23.
Namun, catatan statistik tak selalu menjadi patokan. Kemenangan Gregoria atas Intanon yang sebelumnya lebih diunggulkan adalah bukti bahwa segalanya mungkin di lapangan.
Di tengah kegelapan yang sempat menyelimuti prestasi bulu tangkis Indonesia di Olimpiade Paris 2024, Gregoria bak cahaya harapan yang menerangi jalan. Keberanian dan ketangguhannya menginspirasi jutaan hati di seluruh negeri.
Kemenangan atas Ratchanok Intanon bukan sekadar sebuah pencapaian, tetapi bukti bahwa dengan semangat juang yang tak kenal lelah, segala rintangan bisa diatasi.
Setelah 16 tahun penantian, akhirnya Indonesia kembali melihat tunggal putri bersinar di semifinal Olimpiade. Langkah Gregoria adalah langkah masyarakat di bumi pertiwi, dan setiap pukulannya adalah denyut nadi dari doa dan dukungan rakyat Indonesia.
Saat menghadapi An Se-young di semifinal, ingatlah bahwa sejarah bukan ditentukan oleh catatan masa lalu, tetapi oleh keberanian di masa kini.
Jorji, biarkan semangat juangmu membara, melampaui segala statistik dan prediksi. Di setiap titik keringat dan usaha Gregoria, ada dukungan tak berujung dari seluruh negeri yang mendoakan.
Kami berdiri bersama. Jorji tidak sendiri. Setiap langkah di lapangan adalah langkah penuh harapan bagi semua masyarakat Indonesia. Tampilkan permainan terbaik, karena Gregoria adalah kebanggaan Indonesia. Apapun hasilnya, dia telah mengukir sejarah dan menyalakan kembali asa Merah Putih.
Gregoria, terbanglah setinggi-tingginya. Kami bersamamu, mendukungmu, dan percaya bahwa impian bisa menjadi kenyataan. Buatlah Indonesia bangga, dan ingatlah, kamu tak pernah sendiri. Semangat!
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024