Warga Kampung Yende dan Kampung Mena di Pulau Roon, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat meminta Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga setempat segera mengganti kepala sekolah SD YPK Yende lantaran sudah sekian lama sekolah itu tidak aktif menggelar pembelajaran.

"Kami punya anak-anak selama ini jadi korban. Walaupun fasilitas sekolah masih direhab tapi kami orang tua murid siap menyiapkan rumah untuk mereka bisa belajar. Tapi kenyataan yang terjadi selama ini tidak ada kegiatan sama sekali, bagaimana dengan anak-anak kami ini ke depan," ujar Kepala Kampung Yende Abraham Waropen saat ditemui di Pulau Roon, Kamis.

Pendapat serupa disampaikan Kepala Kampung Mena Simon Wonemseba.

Ia merasa kuatir nasib dan masa depan anak-anak SD YPK Yende. Situasi pendidikan yang tidak berjalan normal tersebut telah berdampak pada kemampuan para siswa, dimana banyak siswa belum bisa membaca.

"Untuk menyelamatkan masa depan anak-anak ini, kami minta Bapak Kepala Disdikpora ganti kepala sekolah. Siapa yang bisa datang menetap, termasuk guru-guru honor ini bisa jalankan pendidikan di sini. Kasihan anak-anak kami jadi korban," ucap Wonemseba saat menerima kunjungan Kepala Disdikpora Teluk Wondama Jonathan Sembiring di kampung mereka.

Ketua Komite SD YPK Yende Endrikus Waromi juga berharap Disdikpora Wondama segera mengambil langkah untuk memastikan aktivitas pendidikan di sekolah setempat bisa kembali berjalan normal.

"Selama satu tahun ini tidak pernah ada rapat komite. Jadi saya juga tidak tahu dana-dana sekolah (BOS dan BOSDA) itu bagaimana. Selaku komite kami minta bapak kepala dinas gantikan dengan orang baru saja," ujar Waromi.

Kepala Disdikpora Teluk Wondama Jonathan Sembiring memastikan pihaknya segera mengambil langkah agar proses belajar-mengajar di SD YPK Yende kembali berjalan. 

"Kita tidak ingin membiarkan masalah begini berlarut-larut. Makanya pulang dari sini langsung kami ambil langkah (pergantian kepala sekolah). Kami juga agendakan tahun depan paling tidak kantor atau rumah guru dibangun di Pulau Roon untuk bisa ditempati para guru," ucap Sembiring. 

Dalam monitoring lapangan ke SD YPK Yende, Jonathan Sembiring didampingi Kepala Bidang Pendidikan Dasar Hendrik Irjouw dan Kepala Seksi Sarana Prasarana Pendidikan Dasar Daniel Torey.

Sembiring menyebut ada tiga faktor utama yang menyebabkan proses belajar-mengajar di SD YPK Yende tidak berjalan normal dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

Pertama yaitu fasilitas sekolah terutama ruang kelas masih dalam tahap pembangunan sehingga belum bisa dipergunakan untuk proses belajar-mengajar.

Terdapat tiga ruang kelas baru yang masih dalam proses pembangunan. Adapun bangunan lama kondisinya sudah tidak layak pakai semenjak terjadi tanah longsor di bagian belakang sekolah.

"Bangunan sekolahnya belum jadi. Itu yang membuat pembelajaran tidak jalan baik. Makanya kami akan desak kontraktor supaya segera selesaikan tiga ruang belajar ini," kata Sembiring.

Selanjutnya jumlah guru terbatas. Sesuai data DPPO, di Yende hanya terdapat lima  orang guru termasuk kepala sekolah. Mereka terdiri atas dua guru PNS dan tiga guru honorer atau guru bantu. 

"Sesuai data itu di sini ada lima orang guru, tapi yang aktif cuma dua orang. Seharusnya satu sekolah itu minimal sembilan orang guru. Setidak-tidaknya enam guru kelas. Makanya nanti penerimaan PPPK kita akan tempatkan guru lagi di sini. Minimal satu rombel itu satu guru," ucap Sembiring. 

Selain kekurangan tenaga guru, mandeknya aktivitas belajar di SD YPK Yende lantaran kepala sekolah tidak aktif. 

Berdasarkan keterangan kepala kampung dan warga setempat kepala sekolah jarang datang bertugas. Alhasil, kegiatan belajar-mengajar lebih sering libur. Kalaupun ada, hanya dilakukan sekedarnya oleh guru honorer. 

 

Pewarta: Zack Tonu B

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2022