Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Laksamana Madya TNI Harjo Susmoro mengatakan diperlukan deinternasionalisasi untuk mencegah upaya internasionalisasi Papua agar tidak begitu masif.
Hal tersebut disampaikan sebagai salah satu dari tiga rekomendasi dalam prasidang penyempurnaan naskah rancangan dokumen strategis terkait keamanan nasional yang nantinya akan diserahkan kepada Presiden Jokowi.
"Untuk mencegah upaya internasionalisasi agar tidak begitu masif, kita perlu upaya deinternasionalisasi," kata Harjo di Ruang Nakula, Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa.
Ia menyebut bahwa upaya internasionalisasi persoalan Papua semakin keras dan indikasinya semakin meningkat sehingga diperlukan aksi tanggap untuk mengatasi guna menjaga stabilitas keamanan nasional.
"Agar permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan Papua tidak menjadi persoalan-persoalan yang semakin rumit lagi," katanya.
Oleh karena itu, kata Harjo, perlu adanya upaya pemerintah secara komprehensif, holistik, dan integral yang melibatkan seluruh kelembagaan untuk menyelesaikan permasalahan Papua secara terstruktur guna mencegah upaya internasional Papua.
Ia mengkhawatirkan bila aksi tanggap tidak segera diambil maka dapat membahayakan eksistensi NKRI terhadap Papua pada masa mendatang.
"Optimalisasi penanganan permasalahan Papua dalam meredam momentum konflik akan memberikan kekuatan bagi pelaksanaan diplomasi tradisional, narasi positif, kontra narasi dalam mengupayakan opini positif publik nasional, dan internasional," tuturnya.
Deputi V Kantor Staf Presiden RI (KSP) Jaleswari Pramodhawardani yang hadir dalam prasidang mengatakan bahwa isu internasionalisasi Papua menjadi hal yang sangat penting untuk dicermati.
"Internasionalisasi isu Papua menjadi batu kerikil pada reputasi bangsa kita di kancah internasional," katanya.
Meski bukan hal yang baru, ia menyebut menurunnya eskalasi internasionalisasi isu Papua secara spesifik melalui berbagai pernyataan di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memperkuat posisi Indonesia patut diapresiasi.
"Saya setuju bahwa pemerintah melalui kementerian dan lembaga bersinergi untuk mengkoordinasikan narasi dan kontra narasi internasionalisasi isu Papua dari hulu sampe ke hilir," ujarnya.
Jaleswari mengatakan bahwa kunci pentingnya orkestrasi narasi dan kontra narasi yang perlu disiapkan pemerintah adalah pentingnya untuk memasifkan pemberitaan tentang percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan Papua.
"Melalui media daring dan luring, baik dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris," ucapnya.
Selain itu untuk mencegah upaya internasionalisasi Papua, ujarnya, dengan optimalisasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Papua (UU Otsus) yang perlu terus didorong.
"Termasuk, penyerapan dana otsus yang harus membawa manfaat bagi percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua," tuturnya.
Ia menyebut perlu mengabarkan ke dunia internasional bahwa pemerintah berkomitmen dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua. Komitmen tersebut, salah satunya ditunjukkan dengan terselenggaranya Sidang HAM Kasus Paniai di PN Makassar pada 21 September 2022.
"Saya apresiasi bahwa kajian Wantannas telah menganalisis secara menyeluruh pokok-pokok permasalahan kecenderungan implikasi dan risiko atas internasionalisasi isu Papua," kata Jaleswari.
Selain soal internasionalisasi Papua, dalam agenda prasidang penyempurnaan naskah rancangan dokumen strategis membahas rekomendasi perihal kemandirian industri pertahanan, optimalisasi sistem resi gudang, dan percepatan talenta digital.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wantannas: Perlu ada upaya deinternasionalisasi Papua
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2022
Hal tersebut disampaikan sebagai salah satu dari tiga rekomendasi dalam prasidang penyempurnaan naskah rancangan dokumen strategis terkait keamanan nasional yang nantinya akan diserahkan kepada Presiden Jokowi.
"Untuk mencegah upaya internasionalisasi agar tidak begitu masif, kita perlu upaya deinternasionalisasi," kata Harjo di Ruang Nakula, Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa.
Ia menyebut bahwa upaya internasionalisasi persoalan Papua semakin keras dan indikasinya semakin meningkat sehingga diperlukan aksi tanggap untuk mengatasi guna menjaga stabilitas keamanan nasional.
"Agar permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan Papua tidak menjadi persoalan-persoalan yang semakin rumit lagi," katanya.
Oleh karena itu, kata Harjo, perlu adanya upaya pemerintah secara komprehensif, holistik, dan integral yang melibatkan seluruh kelembagaan untuk menyelesaikan permasalahan Papua secara terstruktur guna mencegah upaya internasional Papua.
Ia mengkhawatirkan bila aksi tanggap tidak segera diambil maka dapat membahayakan eksistensi NKRI terhadap Papua pada masa mendatang.
"Optimalisasi penanganan permasalahan Papua dalam meredam momentum konflik akan memberikan kekuatan bagi pelaksanaan diplomasi tradisional, narasi positif, kontra narasi dalam mengupayakan opini positif publik nasional, dan internasional," tuturnya.
Deputi V Kantor Staf Presiden RI (KSP) Jaleswari Pramodhawardani yang hadir dalam prasidang mengatakan bahwa isu internasionalisasi Papua menjadi hal yang sangat penting untuk dicermati.
"Internasionalisasi isu Papua menjadi batu kerikil pada reputasi bangsa kita di kancah internasional," katanya.
Meski bukan hal yang baru, ia menyebut menurunnya eskalasi internasionalisasi isu Papua secara spesifik melalui berbagai pernyataan di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memperkuat posisi Indonesia patut diapresiasi.
"Saya setuju bahwa pemerintah melalui kementerian dan lembaga bersinergi untuk mengkoordinasikan narasi dan kontra narasi internasionalisasi isu Papua dari hulu sampe ke hilir," ujarnya.
Jaleswari mengatakan bahwa kunci pentingnya orkestrasi narasi dan kontra narasi yang perlu disiapkan pemerintah adalah pentingnya untuk memasifkan pemberitaan tentang percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan Papua.
"Melalui media daring dan luring, baik dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris," ucapnya.
Selain itu untuk mencegah upaya internasionalisasi Papua, ujarnya, dengan optimalisasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Papua (UU Otsus) yang perlu terus didorong.
"Termasuk, penyerapan dana otsus yang harus membawa manfaat bagi percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua," tuturnya.
Ia menyebut perlu mengabarkan ke dunia internasional bahwa pemerintah berkomitmen dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua. Komitmen tersebut, salah satunya ditunjukkan dengan terselenggaranya Sidang HAM Kasus Paniai di PN Makassar pada 21 September 2022.
"Saya apresiasi bahwa kajian Wantannas telah menganalisis secara menyeluruh pokok-pokok permasalahan kecenderungan implikasi dan risiko atas internasionalisasi isu Papua," kata Jaleswari.
Selain soal internasionalisasi Papua, dalam agenda prasidang penyempurnaan naskah rancangan dokumen strategis membahas rekomendasi perihal kemandirian industri pertahanan, optimalisasi sistem resi gudang, dan percepatan talenta digital.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wantannas: Perlu ada upaya deinternasionalisasi Papua
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2022