Warga Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat meminta kerja sama Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat untuk menata aliran sungai di wilayah itu yang kerap meluap hingga memicu banjir bandang hingga masuk ke pemukiman warga.
Kepala Kampung Maniwak, Distrik Wasior Metusalem Paduai di Wasior, Kamis, mengatakan Teluk Wondama merupakan wilayah dengan kerentanan bencana tertinggi di Provinsi Papua Barat terutama bencana banjir.
Salah satunya karena kabupaten berjuluk Tanah Peradaban Orang Papua itu memiliki banyak sekali sungai/kali mulai dari ukuran kecil, sedang hingga besar.
Beberapa kali bencana banjir yang melanda Teluk Wondama terutama di Kota Wasior dan sekitarnya, hampir semuanya bermula dari sungai yang meluap, termasuk banjir bandang dashyat yang menelan ratusan korban jiwa pada 4 Oktober 2010 silam.
"Kami harapkan pemerintah secara berkala melakukan penataan atau normalisasi aliran sungai dengan melakukan pengerukan dan pemasangan tanggul. Sebab, struktur sungai di Wondama pada umumnya landai sehingga air mudah meluap," kata Metu.
Warga juga berharap pemerintah membangun kembali jembatan pada beberapa sungai besar di Kota Wasior dan sekitarnya karena dimensinya sudah tidak sesuai kondisi sungai saat ini.
Sebut saja jembatan Sungai Manggurai, Sungai Anggris dan Sungai Sanduai di wilayah Distrik Wasior, juga jembatan Sungai Ati di Distrik Rasiei.
Akibat tumpukan material, saat ini badan jembatan sudah sangat dekat dengan permukaan sungai. Rata-rata jarak antara bagian bawah jembatan dengan permukaan air hanya berkisar antara 1 sampai 1,5 meter saja.
Sehingga manakala terjadi hujan lebat yang membuat debit air di sungai meningkat, banjir akan mudah meluap karena aliran sungai tersumbat material seperti batu dan kayu yang tersangkut pada badan jembatan.
Menurut Metu, penanganan mitigasi bencana banjir di Wondama tidak bisa hanya mengandalkan Pemkab setempat karena keterbatasan anggaran, namun membutuhkan suporting anggaran dari Pemerintah Provinsi Papua Barat dan juga Pemerintah Pusat di Jakarta.
"Contoh Sungai Manggurai, ini timbunan material sangat dekat antara jembatan dengan dasar kali, sangat sempit sehingga nanti membuat tersumbat aliran air. Kami sangat mengharapkan dukungan pemerintah provinsi dan pusat untuk pembangunan jembatan kali Manggurai. Juga jembatan untuk sungai besar yang lain seperti Sungai Angris, Sanduai dan Sungai Ati," ujar Metu.
Bupati Teluk Wondama Hendrik Mambor mengatakan pascabanjir bandang yang menerjang tiga distrik pada akhir Mei lalu, jajarannya telah mengajukan proposal permohonan bantuan untuk pembangunan beberapa jembatan di kota Wasior dan sekitarnya, antara lain jembatan Sungai Manggurai, Sungai Angris, Sanduai dan jembatan Sungai Ati.
Kepala Pelaksana BPBD Teluk Wondama Aser Waroi berharap Pemerintah Pusat turun tangan membantu daerah-daerah yang rawan bencana seperti Kabupaten Teluk Wondama.
Bantuan yang diharapkan bisa berupa dana maupun peralatan.
"Bisa dilihat jembatan kita semua ini sekarang kondisinya sudah hampir rata dengan aliran sungai tapi kita mau bangun baru tidak ada uang. Mau harap APBD jelas tidak mungkin karena bangun jembatan itu butuh biaya besar, APBD kita tidak mampu," kata Waroi.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2022
Kepala Kampung Maniwak, Distrik Wasior Metusalem Paduai di Wasior, Kamis, mengatakan Teluk Wondama merupakan wilayah dengan kerentanan bencana tertinggi di Provinsi Papua Barat terutama bencana banjir.
Salah satunya karena kabupaten berjuluk Tanah Peradaban Orang Papua itu memiliki banyak sekali sungai/kali mulai dari ukuran kecil, sedang hingga besar.
Beberapa kali bencana banjir yang melanda Teluk Wondama terutama di Kota Wasior dan sekitarnya, hampir semuanya bermula dari sungai yang meluap, termasuk banjir bandang dashyat yang menelan ratusan korban jiwa pada 4 Oktober 2010 silam.
"Kami harapkan pemerintah secara berkala melakukan penataan atau normalisasi aliran sungai dengan melakukan pengerukan dan pemasangan tanggul. Sebab, struktur sungai di Wondama pada umumnya landai sehingga air mudah meluap," kata Metu.
Warga juga berharap pemerintah membangun kembali jembatan pada beberapa sungai besar di Kota Wasior dan sekitarnya karena dimensinya sudah tidak sesuai kondisi sungai saat ini.
Sebut saja jembatan Sungai Manggurai, Sungai Anggris dan Sungai Sanduai di wilayah Distrik Wasior, juga jembatan Sungai Ati di Distrik Rasiei.
Akibat tumpukan material, saat ini badan jembatan sudah sangat dekat dengan permukaan sungai. Rata-rata jarak antara bagian bawah jembatan dengan permukaan air hanya berkisar antara 1 sampai 1,5 meter saja.
Sehingga manakala terjadi hujan lebat yang membuat debit air di sungai meningkat, banjir akan mudah meluap karena aliran sungai tersumbat material seperti batu dan kayu yang tersangkut pada badan jembatan.
Menurut Metu, penanganan mitigasi bencana banjir di Wondama tidak bisa hanya mengandalkan Pemkab setempat karena keterbatasan anggaran, namun membutuhkan suporting anggaran dari Pemerintah Provinsi Papua Barat dan juga Pemerintah Pusat di Jakarta.
"Contoh Sungai Manggurai, ini timbunan material sangat dekat antara jembatan dengan dasar kali, sangat sempit sehingga nanti membuat tersumbat aliran air. Kami sangat mengharapkan dukungan pemerintah provinsi dan pusat untuk pembangunan jembatan kali Manggurai. Juga jembatan untuk sungai besar yang lain seperti Sungai Angris, Sanduai dan Sungai Ati," ujar Metu.
Bupati Teluk Wondama Hendrik Mambor mengatakan pascabanjir bandang yang menerjang tiga distrik pada akhir Mei lalu, jajarannya telah mengajukan proposal permohonan bantuan untuk pembangunan beberapa jembatan di kota Wasior dan sekitarnya, antara lain jembatan Sungai Manggurai, Sungai Angris, Sanduai dan jembatan Sungai Ati.
Kepala Pelaksana BPBD Teluk Wondama Aser Waroi berharap Pemerintah Pusat turun tangan membantu daerah-daerah yang rawan bencana seperti Kabupaten Teluk Wondama.
Bantuan yang diharapkan bisa berupa dana maupun peralatan.
"Bisa dilihat jembatan kita semua ini sekarang kondisinya sudah hampir rata dengan aliran sungai tapi kita mau bangun baru tidak ada uang. Mau harap APBD jelas tidak mungkin karena bangun jembatan itu butuh biaya besar, APBD kita tidak mampu," kata Waroi.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2022