Cape Town (ANTARA) - Program penangkapan ikan terukur (PIT) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membuat data perikanan Indonesia dinilai semakin baik, valid dan diakui oleh Indian Ocean Tuna Commission (IOTC). Hal ini terungkap pada sidang the 20th Working Party on Data Collection and Statistics (WPDCS20) IOTC di Cape Town, Afrika Selatan.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Lotharia Latif menjelaskan sebelumnya kerap terjadi perbedaan data (discrepancy) di IOTC. Data hasil tangkapan yang disampaikan Indonesia ke IOTC sering kali berbeda dengan hasil re-estimasi yang dilakukan Scientific Committee (SC) IOTC.
Ini disebabkan data yang disampaikan Indonesia di masa lalu dianggap tidak kredibel. Sejak sidang pada tahun 2018 di India, Indonesia meminta agar dilakukan perubahan metodologi re-estimasi data hasil tangkapan Indonesia yang digunakan oleh SC IOTC karena tidak sesuai dengan yang ada di lapangan, di mana data estimasi SC IOTC selalu jauh lebih rendah jumlahnya dibandingkan data hasil tangkapan Indonesia," ungkapnya pada keterangan resmi KKP, Sabtu, (30/11/2024).
Lebih lanjut Latif menjelaskan pasca covid di tahun 2021, proses perubahan metodologi re-estimasi data tangkapan tuna Indonesia dilakukan dengan pemantauan penuh para ahli dari IOTC.
Perubahan metodologi tersebut menjadi dasar perbaikan data hasil tangkapan Indonesia di IOTC. Salah satu yang menjadi dasar perbaikan tersebut adalah data logbook penangkapan ikan Indonesia yang semakin akurat dengan adanya penerapan e-logbook penangkapan ikan sejak tahun 2019.
Selain itu juga dinilai lebih baik karena terdapat petugas pemantau di atas kapal perikanan (observer on board) yang turut memonitor operasional kapal perikanan selama beraktivitas di laut, imbuh Latif.
Data logbook penangkapan ikan dan peran observer ini digunakan sebagai data pengoreksi laporan perhitungan mandiri (LPM) pada kegiatan penarikan PNBP Pascaproduksi yang merupakan rangkaian pelaksanaan PIT.
Metodologi re-estimasi data yang diusulkan Indonesia telah difasilitasi pada pertemuan WPDCS19 tahun 2023 di India. Selanjutnya, dilakukan upaya re-estimasi data Indonesia dengan menggunakan metodologi yang baru dan disampaikan pada Working Party on Tropical Tuna (WPTT) dan WPDCS20.
Upaya re-estimasi ini juga mendapat dukungan penuh Badan Riset dan Inovasi Nasional, Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan dan Perguruan Tinggi FPIK IPB dengan bekerja erat dengan Sekretariat IOTC. Pada pertemuan WPDCS20 di Cape Town data ini telah disahkan oleh IOTC dan diakui sebagai data yang valid dan akan dipergunakan dalam berbagai analisa stock tuna termasuk kuota yang akan ditetapkan IOTC.
Hal ini juga menjadi bukti negara hadir dalam penyiapan data sebagai dasar perumusan kebijakan peningkatan kesejahteraan nelayan Indonesia. Dengan adanya kebijakan serta manajemen modern, nelayan Indonesia dapat semakin maju dan dapat bersaing dengan nelayan lain secara global sesuai standar internasional, tandas Latif.
Sidang WPDCS20 IOTC berlangsung sejak tanggal 26 hingga 30 November 2024. Pada pertemuan ini Delegasi Indonesia juga berperan aktif dan menyampaikan materi berjudul Report on the review of the re-estimation methodology of Indonesias annual catch data in IOTC for the period 1950-2022.
Sementara itu, Ketua Komnas KAJISKAN yang juga menjadi Ketua Delegasi RI pada sidang internasional WPDCS20, Prof Indra Jaya menerangkan partisipasi aktif Indonesia dalam IOTC memberikan berbagai manfaat penting, baik secara ekonomi, ekologi, maupun diplomatik.
Partisipasi ini dapat memberikan akses terhadap kuota penangkapan yang penting untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor perikanan serta mendukung perlindungan dan pengelolaan tuna dan sejenis tuna di Samudera Hindia secara berkelanjutan, ujarnya.
Sebagai informasi, WPDCS merupakan salah satu kelompok kerja di bawah Komite Ilmiah, yang ditugaskan untuk menelaah kualitas data statistik tuna Samudera Hindia yang tersedia serta menelaah status pengelompokan, pengolahan dan pelaporan data IOTC.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono Menteri Trenggono menerangkan, sebagai negara anggota Regional Fisheries Management Organization (RFMO), Indonesia berkomitmen penuh mengelola sumber daya ikan tuna secara berkelanjutan. Terlebih perairan Indonesia selama ini dikenal sebagai tempat beruaya dan wilayah penangkapan tuna, baik di perairan kepulauan, perairan teritorial, maupun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.