Timika (ANTARA) - Tiga orang perwira di lingkungan Polres Mimika dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan tiga aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang berlangsung di Pengadilan Negeri Timika, Selasa.

Ketiga perwira tersebut yakni AKP Sudirman selaku Kasat Intelkam Polres Mimika, Iptu Matheus Tanggu Ate selaku Kasat Shabara Polres Mimika dan Komisaris Polisi Andyka Aer.

Persidangan ketiga aktivis KNPB atas nama Yanto Arwekion selaku Wakil Ketua KNPB Timika, Sem Asso selaku Wakil Ketua Parlemen Rakyat Daerah/PRD Timika dan Edo Dogopia selaku aktivis KNPB Timika itu dipimpin langsung oleh Ketua PN Timika Ronald D Behuku dengan hakim anggota Fransiscus Y Baptista dan Steven C Walukouw.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Joice E Mariai dan Habibi dari Kejaksaan Negeri Timika mendakwa ketiga aktivis KNPB itu dengan dakwaan berlapis yaitu Pasal 106 KUHP jo Pasal 87 KUHP jo Pasal 88 KUHP (primer) serta Pasal 110 ayat (2) ke 4 jo Pasal 88 KUHP (subsider) serta serta Pasal 169 ayat (1) dan ayat (3) KUHP.

Sementara ketiga terdakwa didampingi oleh kuasa hukumnya yaitu Apilus Manufandu dari Kantor Hukum dan HAM Papua.

Dalam keterangannya, AKP Sudirman menerangkan bahwa pada 29 Desember 2018 dirinya menerima surat permintaan izin keramaian guna menyelenggarakan ibadah ulang tahun ke-5 organisasi KNPB dan PRD Timika pada 31 Desember 2018 bertempat di Markas KNPB Timika Kawasan Bendungan, Jalan Sosial, Kelurahan Kebun Sirih.

Surat tersebut ditandatangani oleh Yanto Arwekion dan Sem Asso dan diantar oleh Edo Dogopia dan Tony Dogopia.

Setelah melapor ke Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto, AKP Sudirman kemudian memberikan surat balasan berupa penolakan memberikan izin keramaian untuk menyelenggarakan kegiatan KNPB dan PRD Timika.

"Saya menolak memberikan izin karena organisasi KNPB dan PRD tidak terdaftar di Kesbangpol Mimika sehingga organisasi tersebut dianggap ilegal. Apalagi selama ini dalam berbagai kegiatannya KNPB dan PRD selalu menyuarakan perjuangan untuk melepaskan Papua dari NKRI," jelas AKP Sudirman.

Berdasarkan catatan Polres Mimika, selama periode 2015 hingga 2018, KNPB dan PRD Timika sudah puluhan kali menggelar kegiatan serupa dengan tujuan mempropagandakan dan membakar semangat warga Papua untuk melepaskan diri dari NKRI.

Pada 2015, tercatat KNPB dan PRD melakukan kegiatan serupa sebanyak 17 kali, 2016 sebanyak 24 kali, 2017 sebanyak 11 kali dan 2018 sebanyak 12 kali.

Selama periode itu, katanya, Polres Mimika selalu menolak memberikan perizinan kegiatan KNPB dan PRD, namun para aktivis kedua organisasi tersebut tetap saja menggelar kegiatan mereka. Buntutnya, sudah berkali-kali pengurus dan aktivis KNPB ditangkap dan diproses hukum.

Pada 2015 seorang aktivis KNPB Timika menjalani proses hukum lantaran menganiaya Kapolres Mimika saat itu, AKBP Yustanto saat berlangsung kegiatan di Gereja Golgota Kampung Utikini Baru SP13, Distrik Kuala Kencana.

Selanjutnya setelah membuat surat penolakan pemberian izin terhadap kegiatan KNPB dan PRD Timika, AKP Sudirman ditugaskan oleh Kapolres Mimika untuk melakukan pengamatan ke Markas KNPB Timika di Kawasan Bendungan, Jalan Sosial Kebun Sirih.

"Saya menemui saudara Yanto Arwekion di Markas KNPB. Saya melihat ada bendera KNPB berkibar di halaman Markas KNPB Timika, ada juga lambang burung mambruk di tembok, ada tumpukan kayu bakar untuk kegiatan bakar batu. Meskipun kami memberitahukan bahwa tidak boleh melakukan kegiatan yang bertentangan dengan paham NKRI, namun mereka tetap akan menggelar kegiatan pada 31 Desember 2018," jelas AKP Sudirman.

Lantaran itulah, pada Senin (31/12/2018), Polres Mimika mengerahkan anggotanya dibantu aparat Brimob dan TNI melakukan operasi penegakan hukum terhadap para aktivis KNPB dan PRD Timika saat hendak menggelar ibadah. Saat operasi penegakan hukum itu, aparat menyita sejumlah barang bukti berupa bendera, spanduk dan berbagai atribut KNPB bermotif bintang kejora.

Lambang KNPB berupa burung mambruk yang terpahat pada tembok juga dibongkar paksa oleh aparat. Sejak itulah, Markas KNPB Timika dikuasai sepenuhnya oleh aparat Polri dan TNI.
JPU Joice Mariai bersama terdakwa Yanto Arwekion dan kuasa hukumnya, Apilus Manufandu memeriksa barang bukti di hadapan majelis hakim PN Timika, Selasa (2/4). (ANTARA News Papua/Evarianus Supar)


Saksi lainnya, Iptu Matheus Tanggu Ate menerangkan saat melakukan operasi penegakan hukum ke Markas KNPB Timika pada 31 Desember 2018, pihaknya menemukan sejumlah pemuda membawa parang dan menenteng bendera berlogo bintang kejora. Sementara di Markas KNPB Timika terdapat 100 warga yang tengah bersiap menggelar bakar batu. Penyelenggara telah menyediakan ternak babi sebanyak lima ekor dan peralatan sound system.

"Ada spanduk yang terpasang mengajak seluruh orang Papua melaksanakan mogok sipil untuk mencapai referendum. Sementara di benderanya ada tulisan 'lawan' KNPB," jelas Matheus.

Matheus mengaku yang mengamankan Yanto Arwekion saat aparat melakukan operasi penegakan hukum di Markas KNPB Timika tersebut.

Komisaris Polisi Andyka Aer dalam keterangannya menerangkan bahwa penolakan Polres Mimika terhadap kegiatan ibadah KNPB lantaran dalam berbagai kegiatan sebelumnya pengurus dan aktivis KNPB serta PRD Timika selalu menggunakan momentum tersebut untuk meneriakkan perjuangan ingin memerdekakan Papua lepas dari NKRI.

Persidangan ketiga aktivis KNPB dan PRD Timika itu akan kembali dilanjutkan pada Selasa (9/4) dengan agenda melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi. Beberapa saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan tersebut yaitu Kepala Badan Kesbangpol Mimika Petrus Lewa Koten, Waka Polres Mimika I Nyoman Punia dan saksi Abdul Razak serta Vincent Gobai.

Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019