Banyak yang terpangkas dengan aplikasi 'e-Court' ini, diantaranya waktu, biaya dan tenaga sehingga sangat menguntungkan bagi para pencari keadilan dan aparatur pengadilan sendiri.”
Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung akan mengembangkan aplikasi "e-court" khusus untuk perkara pidana dalam rangka reformasi sistem peradilan secara menyeluruh, khususnya melakukan implementasi teknologi informasi dalam sistem peradilan.

Hal ini diungkapkan Sekretaris Mahkamah Agung RI Achmad Setyo Pudjoharsoyo saat acara lokakarya media yang dilaksanakan atas kerjasama Mahkamah Agung, EU-UNDP SUSTAIN dan dewan Pers di Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, Mega Mendung, Kabupaten Bogor, Selasa.

“Setelah terbitnya Perma Nomor 3 tahun 2018 tentang Administrasi perkara secara elektonik yang dikhususkan untuk perkara perdata di Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan tata usaha Militer, Kedepan perkara pidana pun akan kita buat aplikasi serupa, Permanya sedang dalam kajian tim biro hukum dan Humas MA” kata Achmad seperti dilansir dari website MA.

Secara substansi aplikasi "e-Court", lanjut Achmad, dibuat oleh Mahkamah Agung agar masyarakat pencari keadilan dapat mendapatkan layanan pengadilan yang mudah.
Dengan layanan "e-court" masyarakat mendapatkan efesiensi dalam proses administrasi berperkara di Pengadilan.

“Banyak yang terpangkas dengan aplikasi 'e-Court' ini, diantaranya waktu, biaya dan tenaga sehingga sangat menguntungkan bagi para pencari keadilan dan aparatur pengadilan sendiri,” katanya.


E-Court Untuk Perorangan

Sebagai langkah awal, saat ini layanan "e-Court" Mahkamah Agung baru bisa diimplementasikan pada pengguna pengacara atau advokat terdaftar.

Namun kedepan ruang lingkup penggunanya akan diperluas untuk perorangan terdaftar, sehingga layanan kemudahan ini dapat dinikmati oleh semua kalangan.

“Sementara ini ruang lingkup pengguna aplikasi 'e-Court' hanya terbatas Advokat terdaftar saja, tetapi kedepan ruang lingkupnya akan diperluas kepada perorangan terdaftar sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 ayat (1) Perma Nomor  3 Tahun 2018, yang penting mampu mengoperasikan internet” ungkap Achmad.

Sekretaris Mahkamah Agung tidak menampik bahwa masih ada kekurangan-kekurangan dalam mewujudkan reformasi peradilan dengan teknologi informasi, namun ia mengatakan bahwa seluruh pimpinan dan aparatur pengadilan di bawahnya telah berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan untuk mewujudkan misi Mahkamah Agung.

Ia mengatakan bahwa dengan adanya dukungan teknologi infomasi di peradilan dapat meminimalisir segala penyimpangan aparatur peradilan, sebab dengan teknologi informasi kesempatan masyarakat untuk bertatap muka langsung dengan aparatur peradilan semakin tertutup.

“Faktanya dengan 'e-Court', orang bisa mengajukan permohonan atau gugatan ke Pengadilan tanpa harus datang ke pengadilan, sehingga peluang penyimpangan dari kedua belah pihak semakin dipersempit, bahkan kedepan kita harapkan salinan putusan bisa dikirimkan oleh pengadilan kepada masyarakat via elektronik (red : email ),” pungkasnya.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018