Cibinong (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat (Kapolda Jabar) Irjen Pol Agung Budi Maryoto mengapreasiasi langkah persuasif jajaran pimpinan daerah Kabupaten Bogor dalam pembubaran Pesantren Ibnu Masud yang pengajar hingga santrinya terindikasi memiliki paham radikalisme.

"Saya kira langkah ini perlu dicontoh, tidak ada kekerasan dan anarkis dalam pembubaran, melainkan mengajak kesadaran pengelola," kata dia saat bersilaturahmi bersama Pimpinan Daerah Kabupaten Bogor di Polres Bogor, Kamis.

Menurutnya, penumpasan paham radikalisme dan terorisme perlu pendekatan yang jauh dari paksaan agar tidak menimbulkan gaduh di kalangan masyarakat lainnya.

Irjen Pol Agung menyerahkan sepenuhnya teknis penutupan pesantren tersebut kepada pimpinan daerah setempat yang bersinergi dengan Polres Bogor yang telah bersama-sama berhasil mengamankan situasi.

Ia menyebut komitmen pemerintah, ulama dan pemuda yang bermusyawarah dalam menangani permasalahan akan mampu mengawal keamanan dan ketentraman daerahnya seperti yang terjadi di Kabupaten Bogor.

Oleh sebab itu, Kapolda mengimbau seluruh jajaran kepolisian di bawahnya untuk terus turut serta menjaga ketertiban masyarakat sesuai standar aturan yang berlaku.

Sementara itu, Bupati Bogor yang juga hadir dalam silaturahmi menyatakan melalui surat pernyataan bersama yang dibacakan pada Senin, (19/9) oleh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkominda) Kabupaten Bogor sepakat untuk menutup pesantren tersebut.

Surat yang dikeluarkan beserta penjagaan kepolisian di wilayah setempat berhasil mencegah lebih lanjut konflik sosial antara pengurus pesantren dengan masyarakat sekitar.

"Kita akan jaga terus kondusifitas, tidak ada yang tersakiti," ujarnya.

Diketahui, oknum pengajar Pesantren Ibnu Masud dengan inisial M sempat menggegerkan masyarakat dengan membakar umbul-umbul merah putih yang dipasang warga di pagar pesantren pada Rabu (16/8) pukul 20.30 WIB.

Pelaku M yang langsung diamankan Polres Bogor saat itu juga bersama 28 orang saksi dari pesantren dan lingkungan sekitar kemudian ditetapkan menjadi tersangka seorang diri terkait kasus tersebut.

Kepolisian dari hasil penyidikannya menyatakan M mengaku anti NKRI sehingga membakar simbol yang menjadi representasi Negara Indonesia.

Ia dijerat dengan Pasal 66 Jo 24 huruf A UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negera serta Lagu Kebangsaan, dan atau pasal 406 KUHP 2 tahun 8 bulan dan atau 187 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta.

Kemudian kasus berujung pada Pernyataan Warga Kecamatan Tamansari pada Kamis (14/9) terkait dengan penutupan, penghentian aktivitas serta pembubaran lembaga yang menamakan diri Mahad Tahfidzul Quran Ibnu Masud dan kemudian surat pernyataan bersama Forkominda yang ditandatangi pada Jumat (15/9).

Pewarta: Linna Susanti dan Mayolus Fajar D
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017