karena ini terkait dengan komoditas tambang, maka PT Antam punya legal standing karena memiliki sumber bahan baku EV ini
Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum energi dan pertambangan dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengapresiasi dukungan PT Antam dalam upaya pemerintah menargetkan produksi massal baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) pada 2025.

"Dukungan itu sangat penting dalam menyukseskan program produksi massal EV yang dicanangkan pemerintah dalam lima tahun kedepan ini," kata Ahmad Redi dalam keterangan tertulisnya, Jumat.

Redi menilai Indonesia tidak hanya mampu menjadi produsen, tetapi juga sangat memenuhi syarat untuk menjadi pemain global dalam industri ini.

"Bahan baku untuk baterai kendaraan listrik itu kita sangat kaya raya. Sehingga sudah semestinya Indonesia menjadi pemain global di sektor baterai mobil listrik ini," katanya.

Salah satu syaratnya kata dia, semua stake holders, terutama empat BUMN yakni PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Industri Pertambangan Mind ID (Inalum), PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero) dapat memaksimalkan perannya masing-masing.

Terlebih lagi menurutnya, PT Antam sebagai BUMN sangat tepat jika terlibat penuh, mengingat bahwa Antam bergerak di sektor tambang, dan menghasilkan bijih nikel yang merupakan bahan baku dari EV. Bahkan, Redi juga mendukung jika EV ini nantinya bisa menjadi leading sector PT Antam.

“Menteri BUMN sudah membentuk Indonesia Battery Corporation ya. Di situ ada Mind ID, Pertamina, PLN, dan Antam. Nah, karena ini terkait dengan komoditas tambang, maka PT Antam punya legal standing karena memiliki sumber bahan baku EV ini, sehingga ini bisa menjadi leading sector Antam, karena EV itu memang berkaitan dengan bijih nikel,” jelasnya.

Apalagi, kata Redi, yang mesti dilakukan PT Antam, termasuk perusahaan BUMN lainnya, adalah bagaimana meningkatkan nilai tambah.

“Yang harus dipikirkan adalah bagaimana menciptakan nilai tambah. Saya kira Antam bisa terlibat dan memaksimalkan upaya nilai tambah ini, serta turut menjadi pemain global, karena kita punya bahan bakunya,” tambahnya.

Redi juga menegaskan bahwa ini momentum yang sangat baik bagi bangsa ini. Sehingga jangan sampai Indonesia melepaskan momentum ini.

"Pemerintah ya harus lebih cepat lagi geraknya, DPR juga pengawasannya harus lebih maksimal, dan tentu manajemen dan direksi dari BUMN yang terlibat, agar bekerja keras. Jadi kita harus jadi raja baterai listrik apalagi permintaan baterai listrik ini makin hari kan makin tinggi seiring dengan meningkatnya industri mobil listrik. Jadi EV ini sudah menjadi kebutuhan otomotif sedunia ini," katanya.

Redi juga setuju dengan UU Minerba yang melarang ekspor bijih nikel keluar negeri. Hal itu kata dia, juga merupakan momentum agar keberadaannya di dalam negeri lebih dimaksimalkan lagi.

"Karena kalau kita lama-lama ekspor bijih nikel keluar, malah bisa jadi negara lain yang memanfaatkan dari sumber daya Indonesia. Sama seperti dulu, sumber daya kita diekspor ke luar negeri, dan oleh negara lain diolah kembali, sehingga kita hanya jadi penonton. Jadi menurut saya kuncinya kita perlu manajemen yang lebih baik lagi dan juga harus ada insentif dari pemerintah," ujarnya.

Diketahui, Indonesia Battery Corporation (IBC) menyatakan sudah menyiapkan berbagai tahapan untuk memproduksi massal EV pada 2025. Mulai tahap penambangan (mining) hingga prasarana untuk daur ulang (recycle) baterai diprediksi siap pakai pada 2025.

IBC menyatakan pada tahap awal, membutuhkan waktu 4-5 tahun untuk memproduksi EV. Dalam tahapan itu, IBC juga melakukan kajian dan membangun smelter, membuat Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan High Pressure Acid Leaching (HPAL), hingga menyiapkan pabrik daur ulang. Seluruh proses itu ditargetkan akan selesai pada 2025.

Sementara menunggu proses tersebut rampung IBC juga berupaya meningkatkan daya jual EV di masyarakat, serta mengoptimalkan pasar motor listrik karya anak bangsa, Gesits.

Sebagai informasi, holding baterai kendaraan listrik ini dibangun oleh empat BUMN yakni Industri Pertambangan Mind ID (Inalum), PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero). Komposisi saham masing-masing sebesar 25 persen.

PT. Aneka Tambang (Antam) sangat mendukung upaya pemerintah yang menargetkan produksi massal baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) pada 2025. Antam mendukung Indonesia menjadi produsen utama baterai, karena di negeri ini terdapat cadangan nikel yang sangat besar dan berkualitas.

Baca juga: Erick Thohir: IBC jadi solusi ciptakan lingkungan yang berkelanjutan
Baca juga: Hyundai-LG investasikan 1,1 miliar dolar bangun pabrik sel baterai EV
Baca juga: Bahlil: Pabrik baterai mobil listrik mulai berproduksi 2023

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021