Penurunan angka Indeks Demokrasi dan Indeks Persepsi Korupsi harus dilihat sebagai bahan evaluasi. Sehingga kebijakan dan tata kelola Pemerintah ke depan menjadi lebih baik
Jakarta (ANTARA) - Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan penurunan angka Indeks Demokrasi dan Indeks Persepsi Korupsi harus dilihat sebagai bahan evaluasi.

Penegasan itu disampaikan Jaleswari Pramodhawardani dalam diskusi terbatas dengan jajaran Kemenkopolhukam, Staf Khusus Presiden dan Tenaga Ahli di lingkup Kantor Staf Presiden.

"Penurunan angka Indeks Demokrasi dan Indeks Persepsi Korupsi harus dilihat sebagai bahan evaluasi. Sehingga kebijakan dan tata kelola Pemerintah ke depan menjadi lebih baik,” ujar Jaleswari dalam siaran pers KSP, di Jakarta, Jumat.

Jaleswari menegaskan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin berkomitmen kuat merawat demokrasi, menjaga kebebasan berpendapat dan memberantas korupsi.

Komitmen kuat Presiden itu ditunjukkan dengan membuka ruang diskusi untuk revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Baca juga: Moeldoko janji fasilitasi dan cari solusi soal nasabah Jiwasraya

Baca juga: KSP: Pemerintah tidak pernah berhenti cegah korupsi


Sejumlah langkah sudah dilakukan di antaranya penyusunan panduan oleh Kemenkominfo, pembentukan tim kajian oleh Kemenkopolhukam, dan Surat Edaran Panduan dan Polisi Virtual oleh Mabes Polri.

Bersama DPR, dalam jangka panjang pemerintah juga mempertimbangkan kemungkinan revisi Undang-undang tersebut.

"Agar UU ITE dapat disempurnakan, memberikan rasa keadilan dan tetap berada dalam koridor demokrasi," ucap Jaleswari menegaskan.

Kontribusi besar dalam membentuk performa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) diperoleh dari sektor ekonomi, investasi, kemudahan berusaha, dan layanan publik.

Karena itu, kata dia, implementasi Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja terkait penyederhanaan tata kelola perizinan, serta penguatan reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas layanan publik diharapkan dapat menjadi terobosan dalam perbaikan IPK Indonesia ke depan.

"Meski kita memahami di masa pandemik ini, lebih dari 120 dari 180 negara yang dinilai, memiliki skor IPK di bawah 50 dan sebagian besar mengalami penurunan skor dibanding tahun sebelumnya," ujar Jaleswari.

Tenaga Ahli Utama Bidang Politik Kedeputian V KSP Sigit Pamungkas menyampaikan untuk membentuk persepsi publik yang kuat tentang komitmen pemerintah dalam merawat demokrasi dan pemberantasan korupsi diperlukan strategi yang tepat.

Strategi itu berupa pentingnya waktu siklus publikasi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang dikelola oleh lembaga pemerintah.

"IDI bisa diterbitkan pada waktu yang tepat sebagai pembanding dari indeks keluaran lembaga internasional," ujar Sigit Pamungkas.

Baca juga: KSP sebut vaksinasi berikan sentimen positif pada sektor ekonomi

Menurut Siigit, IDI memiliki keunggulan menangkap fenomena domestik pada level mikro yang luput ditangkap oleh lembaga internasional.

IDI juga berguna untuk pemetaan peranan pemangku kepentingan, baik itu Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, maupun masyarakat.

"Sehingga mampu menjelaskan dinamika demokrasi Indonesia secara lebih akurat," ujar Sigit.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021