ekosistem reka cipta harus tetap terwujud
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Prof Nizam mengatakan ekosistem reka cipta harus terwujud agar dapat membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia.

"Walaupun bermodal bambu runcing, ekosistem reka cipta harus tetap terwujud untuk dapat membawa kemajuan bangsa Indonesia yang berdaulat secara Iptek," ujar Nizam dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.

Nizam menyampaikan bahwa saat ini dunia bergerak sangat cepat dan berubah dengan kondisi yang tidak menentu atau dikenal dengan istilah volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA). Dunia Artificial Intellegent (AI) yang berkembang sangat pesat membawa pada reformasi zaman yang semakin cepat dan menyeluruh.

Ada tiga kemungkinan di masa depan yang akan terjadi, antara lain, dunia yang semakin lokal seperti Inggris melakukan Brexit, globalisasi yang semakin intens dan tidak berbatas seperti dapat dilihat dengan hadirnya e-commerce di mana barang dan uang dapat berputar ke manapun dan dari mana pun, serta masa depan yang terakselerasi.

"Ketiga skenario tersebut membutuhkan tiap individu untuk bersinergi mengatasinya dengan baik," tambah dia.

Sekretaris Ditjen Dikti Paristiyanti Nurwardani menambahkan bahwa Ditjen Dikti senantiasa merealisasikan arahan Presiden RI untuk berdikari di berbagai bidang.

Dengan luasnya lahan kelapa sawit di Indonesia sekira 16 juta hektare, maka besar pula potensi petani swadaya yang dapat didukung oleh sumber daya manusia terbaik perguruan tinggi termasuk mengoptimalkan aspek kewirausahaan mahasiswa.

Bahkan dengan pengelolaan lahan yang luas tersebut, jika dioptimalkan dengan baik bisa melahirkan 12.000 CEO kelapa sawit melalui ekosistem reka cipta Kampus Merdeka di masa yang akan datang.

Hal itu tentu akan mendorong kemandirian ekonomi yang sangat pesat di sektor pengelolaan kelapa sawit. Peningkatan produksi hasil sawit dalam bentuk B20 dan B30 sejatinya dapat menurunkan angka impor sebesar Rp100 triliun per tahunnya.

"Saatnya kita menyingsingkan lengan baju dan bergotong royong dalam mewujudkan transformasi ekonomi melalui pendidikan tinggi dengan pengembangan pengelolaan kelapa sawit di Indonesia agar semakin berdaulat," kata Paris.

Baca juga: Kemendikbud sebut terjadi lompatan perguruan tinggi dalam berinovasi

Baca juga: Perguruan tinggi Kemenhub lakukan inovasi dan teknologi informasi


Pada kesempatan tersebut, ilmuwan diaspora Irwandi Jaswir, menjelaskan bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi perekonomian negara. Peran perguruan tinggi menjadi salah satu faktor penting, di mana advanced research yang secara signifikan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian suatu negara.

Malaysia dan Indonesia merupakan pemain utama kelapa sawit di dunia. Riset oleh perguruan tinggi Malaysia sudah banyak difokuskan ke arah bisnis.

Wujud implementasinya melalui pengembangan Oil Palm 4.0 yang menitikberatkan keberlanjutan dan pembangunan yang integral agar lebih optimal serta mampu meningkatkan pendapatan petani sawit hingga 2-3 kali lipat dari pendapatan awal.

Associate Professor Departement of Chemical Engineering and Center of Excellent di Nanotechnology King Fahd University of Petroleum & Minerals Arab Saudi, Oki Muraza, mengatakan fokus bidang energi terbarukan yang memiliki potensi kenaikan angka produktivitas dalam lima tahun ke depan.

Hadirnya sentuhan inovasi di industri kelapa sawit oleh perguruan tinggi dapat memperkuat ketahanan energi nasional dan penciptaan lapangan kerja baru. Adapun tantangan Indonesia di bidang energi di antaranya adalah tingginya kebutuhan dan impor energi, kurangnya produksi BBM (bensin) dalam negeri, serta tingginya impor LPG untuk rumah tangga.

Oki menambahkan perlu sinergi di dunia migas itu sendiri karena bioenergi sejatinya bukanlah kompetitor melainkan, produk yang dapat saling melengkapi dengan energi yang sudah ada.

Baca juga: Kemristek fasilitasi pengembangan alih teknologi perguruan tinggi

Baca juga: Puan : perguruan tinggi perlu adopsi perkembangan teknologi digital

Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020