Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri kemungkinan terjadinya tindak pidana penyuapan sebelum pencairan dana Bank Indonesia (BI) dalam bentuk Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) senilai Rp689 miliar kepada Bank Century.

"Yang bisa dilakukan KPK adalah apabila ada unsur suap di periode itu," kata Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah di gedung KPK di Jakarta, Jumat.

Chandra mengatakan, KPK belum menemukan indikasi tindak pidana penyuapan dalam periode itu. Namun, dia merasa KPK perlu menelusuri dan memahami proses sebelum kucuran FPJP tersebut.

Menurut dia, proses sebelum kucuran FPJP kepada Bank Century tidak melibatkan keuangan negara. Oleh karena itu, KPK tidak bisa mengusut menggunakan pasal-pasal yang terkait dengan keuangan negara.

KPK bisa bertindak jika ada penyuapan dalam periode itu.

Untuk mempermudah pengusutan, KPK telah meminta berbagai data dari Panitia Khusus Hak Angket Kasus Bank Century. Data yang dimaksud antara lain, rekaman rapat, rekaman keterangan saksi, dan sejumlah dokumen.

Menurut Chandra, data tentang keterangan saksi itu akan digunakan oleh KPK untuk memetakan posisi dan kecenderungan seorang saksi dalam kasus itu.

"Dari sana kita bisa putusakan bagaimana strategi penyelidikan," kata Chandra.

Kasus Bank Century mencuat setelah publik mengetahui pengucuran dana Bank Indonesia (BI) dalam bentuk Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century.

Pengucuran FPJP berawal ketika Bank Century mengajukan permohonan reposisi aset kepada BI pada Oktober 2008 sebesar Rp1 triliun karena mengalami kesulitan likuiditas.

Menurut audit Badan Pemerisa Keuangan (BPK), BI memproses permohonan itu sebagai permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

Pada bulan November 2008, Bank Century juga menerima kucuran dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga mencapai Rp6,7 triliun.

Pengucuran dana LPS itu bermula pada 20 November 2008, ketika BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

(F008/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010