Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong Polri dan Kejaksaan Agung untuk membebaskan tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Polri dan Kejagung diminta untuk mengikuti langkah Kementerian Hukum dan HAM.

"Kebijakan Menkumham harus diikuti oleh penegak hukum lainnya, dalam hal ini Polri dan Kejaksaan. Asimilasi dapat diberlakukan kecuali bagi mereka yang residivis atau memiliki catatan melarikan diri dan atau menghilangkan serta merusak barang bukti. Termasuk penilaian subjektif penyidik," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Ahli hukum sebut pembebasan napi karena alasan COVID-19 kurang tepat

Baca juga: DPR RI tanyai Yasonna: Mengapa banyak napi meninggal di Lapas?

Baca juga: Menyanyikan Indonesia Raya indikasi keberhasilan rehabilitasi eks napi teroris


Langkah yang dapat dilakukan baik oleh Polri maupun Kejagung adalah dengan menerapkan asimilasi bagi para tahanan dengan menerbitkan instruksi kepada jajaran di bawahnya, baik rutan di tingkat Polsek, Polres, Polda, Mabes Polri, begitu pula rutan Kejari, Kejati, maupun Kejagung.

Dia menegaskan, para tahanan tersebut tidak dibebaskan karena masih dalam tahapan di kepolisian dan belum ada keputusan dari pengadilan. Mereka hanya dikenakan tahanan kota atau tahanan rumah.

"Iya, itu alternatifnya, (tahanan) rumah atau kota. Tidak ditahan di rutan saja. Aturan hukumnya ada di KUHAP," katanya.

Komisioner Komnas Ham lainnya, Amiruddin berpendapat bahwa untuk mengurai persoalan kelebihan kapasitas sebuah rutan yang berpotensi ancaman besar bagi penyebaran COVID-19, maka Kapolri dapat mengeluarkan peraturan Kapolri untuk mempertegas Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Intergrasi bagi Narapidana dan Anak tersebut.

"Meskipun demikian Polisi perlu menyiapkan mekanisme pengawasannya atau diberi wajib lapor," ucapnya.

Amirrudin melanjutkan pembebasan sementara tahanan itu guna menciptakan ruang jaga jarak antar tahanan di balik jeruji. Bukan untuk menghapus pidana yang disangkakan.

"Karena tindak pidana harus diproses. Untuk saat ini (karena penyebaran COVID-19) ditunda dulu," ujar Amirrudin.

Data Kemenkes hingga Rabu (1/4), sebanyak 1.677 kasus COVID-19 terdeteksi di Indonesia di mana 157 orang diantaranya meninggal dunia dan 103 orang diantaranya sembuh.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah memberikan asimilasi dan integrasi terhadap 30.000 tahanan dewasa dan anak di Indonesia untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19.

Kemenkumham saat ini bahkan berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Hal itu lantaran napi koruptor dan narkotika, yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP itu, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain dalam rangka pencegahan COVID-19 di lembaga pemasyarakatan (lapas).

Baca juga: Hindari kecolongan bebaskan napi korupsi, Kemkumham beri sanksi berat

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020