Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono memastikan ia dan rekan-rekan sesama stafsus pasti akan melengkapi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.

"Saya sudah lapor," kata Dini Purwono di gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta, Jumat.

Sebelumnya KPK mengeluarkan pernyataan yang menyebut kepatuhan lapor tujuh orang staf khusus Presiden yang termasuk dalam wajib lapor khusus sudah terpenuhi 100 persen sesuai batas waktu pelaporan 20 Februari 2020 atau tiga bulan sejak yang bersangkutan diangkat dalam jabatan tersebut.

Namun masih terdapat empat dari enam orang stafsus Presiden lainnya yang merupakan wajib lapor periodik belum menyampaikan laporannya. Batas waktu yang diberikan adalah 31 Maret 2020.

"Kemarin sepertinya ada pendapat yang belum 'clear', apakah mau bareng sama SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) atau dihitung dari sejak pertama kali diangkat, kalau dihitung dari diangkat, kan ada yang diangkatnya tidak sama, berarti jatuh temponya beda-beda dong?" tambah Dini.

Sementara batas waktu pelaporan SPT Pajak adalah 31 Maret.

"Tapi kita karena kemarin dimintanya tanggal 20 Februari ya kita ikuti, tapi mungkin masih ada yang sisa, tapi kalau secara peraturannya LHKPN ya diserahkan 31 Maret," ungkap Dini.

Presiden Joko Widodo total memiliki 13 orang staf khusus, tujuh orang di antaranya adalah staf khusus milenial.

Ketujuh Staf Khusus Presiden dari kalangan milenial tersebut adalah:

1. Adamas Belva Syah Devara. Pria berusia 29 tahun ini meraih gelar master dari Harvard University dan Stanford University. Ia merupakan pendiri sekaligus CEO Ruang Guru.
2. Putri Indahsari Tanjung, Putri merupakan lulusan Academy of Art di San Fransisco, Amerika Serikat. Putri juga merupakan CEO Creativepreneur Event Creator dan CBO Kreavi.
3. Andi Taufan Garuda Putra Andi yang berusia 32 tahun merupakan lulusan Harvard Kennedy School dan merupakan CEO salah satu lembaga keuangan mikro PT Amartha.
4. Ayu Kartika Dewi Wanita berusia 36 tahun ini adalah pendiri sekaligus mentor lembaga SabangMerauke. Ia meraih gelar MBA dari Duke University di Amerika Serikat.
5. Gracia Billy Mambrasar, CEO Kitong Bisa yang berasal dari tanah Papua. Pria berusia 31 tersebut adalah lulusan S2 Australian National University (ANU) dan kini tengah menempuh pendidikan master lainnya di Oxford University.
6. Angkie Yudistia, perempuan berusia 32 tahun ini adalah anak muda penyandang disabilitas yang aktif bergerak di sosiopreneur melalui Thisable Enterprise yang didirikannya. Presiden Jokowi meminta Angkie untuk menjadi juru bicara presiden di bidang sosial.
7. Aminuddin Maruf, merupakan santri muda berusia 33 tahun. Ia pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 2014-2016.

Selain itu, ada enam Staf Khusus Presiden lainnya, yaitu:

1. Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana, akademisi
2. Sukardi Rinakit, intelektual
3. Arif Budimanta, ekonom Megawati Institute
4. Diaz Hendropriyono, Ketua Umum PKPI.
5. Dini Shanti Purwono, Kader PSI, ahli hukum lulusan Harvard
6. M. Fadjroel Rachman, Juru Bicara Presiden

Saat ini, ada sejumlah peraturan yang mengatur mengenai pelaporan LHKPN yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi; Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; dan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Berdasarkan ketentuan tersebut, ada sejumlah kewajiban bagi para penyelenggara negara yaitu (1) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; (2) Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun; (3) Mengumumkan harta kekayaannya.

Penyelenggara negara yang wajib menyerahkan LHKPN adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris dan pejabat struktural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD; (8) Pimpinan Bank Indonesia; (9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12). Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek; (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perijinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi.

Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga: KPK apresiasi institusi majukan tenggat waktu penyetoran LHKPN

Baca juga: KPK: Kepatuhan penyelenggara negara setor LHKPN rendah

Baca juga: Polda Jambi 100 persen buat LHKPN ke KPK

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020