Wasior (ANTARA) - Penjabat sementara (Pjs) Bupati Teluk Wondama, Papua Barat, Derek Ampner berharap kepala daerah yang terpilih pada Pilkada 2024 memberikan perhatian khusus terhadap pelestarian seni budaya lokal.
Upaya tersebut kemudian diterjemahkan melalui rumusan peraturan daerah (perda) sebagai bentuk perlindungan atas kekayaan seni dan budaya asli Teluk Wondama hingga masa mendatang.
"Salah satunya yaitu bahasa daerah asli Wondama. Harus ada perda supaya bahasa ibu tidak punah," kata Derek Ampner kepada awak media di Wasior, Kamis.
Selain regulasi, kata dia, kesenian tradisional seperti Suling Tambur, sudah semestinya ditampilkan dalam setiap penyelenggaraan upacara adat, keagamaan, maupun acara formal pemerintahan.
Hal itu bertujuan memperkuat eksistensi seni dan kebudayaan lokal di tengah arus modernisasi, sekaligus mengedukasi generasi muda Teluk Wondama agar tidak melupakan identitas asli.
"Termasuk tradisi makan papeda (olahan sagu) bersama yang sudah menjadi kebiasaan orang asli Teluk Wondama," kata Ampner.
Ia juga menyarankan kepala daerah terpilih merumuskan konsep tradisi khusus bernilai spiritual untuk merawat sejarah peradaban orang asli Papua mengenal pendidikan formal pertama pada 1925.
Sekolah itu didirikan oleh misionaris asal Belanda Isaac Semuel Kijne di Bukit Aitumeri, Miei, Distrik Wasior, yang kemudian berkembang menjadi pusat peradaban baru bagi orang asli Papua.
“Wondama ini saksi sejarah peradaban pertama di Tanah Papua. Tradisi spiritual harus diwujudkan, supaya ada kesan khusus," kata Ampner.
Ketua Klasis Gereja Kristen Injili (GKI) Teluk Wondama Pendeta Antipas Paririe menjelaskan peringatan satu abad sejarah peradaban baru bagi orang asli Papua diselenggarakan 25 Oktober 2024.
Peringatan yang dikemas dengan perayaan ibadah bersama merupakan momentum lahirnya pembaharuan besar dalam kehidupan orang asli Papua terhitung sejak 25 Oktober 1925 silam.
"Dibukanya pendidikan formal untuk mendidik orang Papua menjadi generasi yang cerdas dan maju seperti sekarang ini," ujar Antipas.