Kepala DLHKP Provinsi PBD, Julian Kelly Kambu, di Sorong, Kamis, menjelaskan, undang-undang itu secara jelas memerintahkan setiap provinsi dan kabupaten kota agar menyusun perencanaan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH).
"Masa berlaku RPPLH ini selama 30 tahun. Artinya menurut aturan RPPLH ini menjadi payung untuk melindungi seluruh aktivitas kebijakan serta rencana program dan pembangunan," jelas dia.
Berdasarkan definisi, menurut dia, RPPLH adalah rencana tertulis terkait potensi, masalah, dan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terkait perubahan iklim.
"Seluruh dokumen perencanaan kita di Papua Barat Daya itu harus ada sebagai dasar berpijak untuk membuat kebijakan," ujar dia.
RPPLH ini sangat penting bagi setiap calon kepala daerah untuk menentukan strategi pembangunan ke depan berdasarkan dokumen perencanaan yang ada.
"Ini sangat penting sehingga kami lakukan focus group discussion (FGD) awal untuk menampung saran, masukan dan aspirasi untuk melihat kebijakan apa yang tepat untuk 30 tahun ke depan yang nantinya tertuang di dalam RPPLH," kata Julian Kelly Kambu.
Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Papua (Unipa), Jonni Marwa, mengatakan, FGD ini untuk melakukan proses penjaringan isu tentang permasalahan lingkungan dalam rangka mendukung penyusunan dokumen RPPLH.
"Mengapa kita perlu melakukan ini, karena FGD ini bagian penting untuk memecahkan persoalan yang ada di Papua Barat Daya terkait dengan persoalan lingkungan," ucap dia.
Dia menyebutkan, hampir seluruh kelompok masyarakat hadir pada diskusi ini untuk bisa mendengar masukan, informasi penting tentang di mana saja tentang persoalan lingkungan.
Menurut dia, dokumen ini sebenarnya adalah dokumen yang ditulis dalam rangka untuk memberikan arahan 30 tahun ke depan tentang upaya perlindungan dan juga pengelolaan lingkungan.
"Perlindungan ini berkaitan dengan bagaimana kita menjaga sumber daya alam kita itu meskipun dimanfaatkan tapi dalam konteks yang berkelanjutan, itu harapannya," harap dia.