Tomu, Teluk Bintuni (ANTARA) - BP, melalui program Tangguh Public Health, dengan senang hati melaporkan kemajuan signifikan dari program Gerakan Orang Tua Asuh (GOTA) Stunting yang dilaksanakan di Distrik Tomu, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Program ini merupakan bagian dari komitmen bp dalam mendukung upaya pemerintah mengatasi masalah stunting di Kabupaten Teluk Bintuni.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis selama 1.000 hari pertama kehidupan, yang berisiko meningkatkan penyakit seperti diabetes, kanker, dan hipertensi di masa dewasa.
Walaupun data Survei Status Gizi Indonesia (SGGI) tahun 2022 menunjukkan penurunan angka stunting secara nasional, namun di Provinsi Papua Barat angka tersebut justru meningkat dari 26,2 persen di tahun 2021 menjadi 30,0 persen di tahun 20222.
Pada bulan Juli 2023, sebanyak 604 balita dinyatakan mengalami stunting di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni.
Upaya penurunan stunting menjadi salah satu fokus utama pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni sesuai Perpres Nomor 72 Tahun 2021, yang menekankan pendekatan holistik dan koordinasi antar pemangku kepentingan.
Tangguh dan SKK Migas berpartisipasi dalam program GOTA Stunting di Taroy, Tomu-Ekam, dan Weriagar melalui program Tangguh Public Health yang juga meliputi program kesehatan ibu dan anak, kesehatan lingkungan, malaria, TB, dan HIV.
Di Distrik Tomu, Tangguh melaksanakan GOTA Stunting di Kampung Tomu, Adur, Ayot, Totitra, dan Ekam, dengan melanjutkan upaya yang sebelumnya dilakukan melalui kegiatan Dapur Gizi Distrik Tomu.
Kegiatan GOTA Stunting meliputi pemberian makanan tinggi protein selama 42 hari kepada 33 balita stunting.
Kegiatan ini dilaksanakan di balai Posyandu atau rumah kader, dengan pemantauan oleh fasilitator lapangan Tangguh dan staf Puskesmas, serta mencakup promosi kesehatan dan praktik cuci tangan pakai sabun sebelum makan.
Salah satu balita peserta program yang berasal dari Kampung Tomu memiliki berat badan 7,3 kg dan tinggi badan 77,8 cm, atau dikategorikan sebagai stunting saat pertama kali mengikuti program ini, padahal dia sudah berusia 18 bulan.
Selama mengikuti program, ibu dari balita ini aktif memberi makanan tambahan, menerima edukasi kesehatan, mempraktikkan pemberian makanan bergizi, serta rajin memeriksakan anaknya ke Posyandu. Selama tiga bulan, balita juga menerima pengobatan tuberkulosis (TB) yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan.
Proses pengobatan ini didukung oleh kader dan pemerintah kampung yang memastikan sang anak mendapatkan pemeriksaan dan rujukan ke RSU Bintuni. Petugas gizi Puskesmas setempat berperan penting dalam memberikan edukasi dan nutrisi tambahan yang diperlukan, sementara fasilitator lapangan Tangguh rutin memantau perkembangan status gizinya.
Hasil dari program GOTA Stunting ini sangat menjanjikan. Pada April 2024, setelah enam bulan mengikuti program, berat badan sang anak naik menjadi 10,5kg dan tinggi badan 81,4cm, dengan status gizi normal.
Meskipun status gizinya telah membaik, upaya dan dukungan lintas sektor tetap diperlukan untuk memastikan perkembangan ini berkelanjutan.
“Keberhasilan penanganan stunting memerlukan kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah distrik, kampung, Puskesmas, kader, tenaga fasilitator lapangan Tangguh, serta dukungan aktif keluarga. Kisah balita ini menunjukkan bahwa kerja sama yang baik dapat menghasilkan hasil yang luar biasa,” kata dr Bambang Setiawan, health discipline lead bp Indonesia.
Pejabat Sementara Kepala Distrik Tomu, Bapak Parman, menyampaikan apresiasinya terhadap peran serta aktif bp dan SKK Migas dalam upaya penurunan stunting melalui program Tangguh Public Health.
"Kami dari pihak distrik mengapresiasi peran bp dan SKK Migas melalui Tangguh Public Health yang telah berperan serta mengatasi mesalah stunting di distrik Tomu sebagai mitra pemerintah distrik, kampung, puskesmas serta pemerintah kabupaten Teluk Bintuni. Selanjutnya kami berharap kegiatan ini dapat ditindaklanjuti dengan berbagai kegiatan seperti ODF (Open Defecation Free) dan keberlanjutan program stunting." ucap Parman.
Semoga pengalaman ini menginspirasi dan mendorong pengembangan program serupa secara berkelanjutan, untuk mewujudkan generasi masa depan Papua yang lebih sehat dan cerdas. (*)