Manokwari (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Papua Barat mencatat jumlah narapidana dan anak binaan yang diusulkan untuk menerima remisi umum pada 17 Agustus 2024 sebanyak 946 orang.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Papua Barat Haposan Silalahi di Manokwari, Selasa, mengatakan remisi atau pengurangan masa hukuman terbagi menjadi dua kategori yaitu remisi umum I dan remisi umum II.
Pengusulan remisi umum I ada 940 orang, terdiri dari 145 orang remisi 1 bulan, 200 orang remisi 2 bulan, 318 orang remisi 3 bulan, 172 orang remisi 4 bulan, 87 orang remisi 5 bulan, dan 18 orang remisi 6 bulan.
"Kalau usulan remisi umum II atau saat menerima remisi, narapidana tersebut langsung bebas ada 6 orang," kata Silalahi.
Remisi umum 17 Agustus, kata dia, diusulkan oleh delapan unit pelaksana teknis lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) yang tersebar di Papua Barat dan Papua Barat Daya.
Narapidana dan anak binaan yang diusulkan memperoleh remisi, harus memenuhi syarat administratif maupun substantif sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2022.
"Selama menjalani masa hukuman, perilaku masing-masing narapidana dinilai oleh tim asesmen setiap UPT dan administrasinya juga harus lengkap," ucap dia.
Ia menjelaskan usulan remisi dari Lapas Kelas IIB Sorong sebanyak 365 orang, Lapas Kelas IIB Manokwari 253 orang, Lapas Kelas IIB Fakfak 67 orang, dan Lapas Kelas III Kaimana 59 orang.
Kemudian, Lapas Kelas III Teminabuan mengusulkan 25 orang, Lapas Perempuan Kelas III Manokwari 43 orang, LPKA Kelas II Manokwari 18 anak binaan, dan Rutan Kelas IIB Teluk Bintuni 116 orang.
"Dua UPT di Papua Barat Daya usul 390 narapidana terima remisi umum, sisanya 556 narapidana dan anak binaan diusulkan enam UPT di Papua Barat," ujarnya.
Berdasarkan tindak pidana, kata dia, usulan remisi meliputi 227 narapidana kasus narkotika, 46 narapidana kasus korupsi, 3 narapidana perdagangan ilegal, dan 670 narapidana umum.
Pemberian remisi kepada narapidana kasus narkotika, korupsi, dan perdagangan ilegal diatur dalam Pasal 34 ayat (3) Peraturan Pemerintah 28/2006 kemudian Pasal 34 ayat (1) Peraturan Pemerintah 99/2012.