"Sekaligus mempromosikan Pulau Flores sebagai tulang punggung dari destinasi pariwisata super prioritas Labuan Bajo," katanya dalam webinar 'Potensi dan Strategi Pengembangan Wisata Religi Katolik di Pulau Flores' yang dipantau di Mbay, ibu kota Kabupaten Nagekeo, Jumat.
Menparekraf menjelaskan selama ini ia terus berinteraksi dengan para romo dan pastor atau biarawan Katolik dan mengaku bahagia bisa menghadirkan kolaborasi untuk mengembangkan Pulau Flores dan mengembangkan destinasi wisata religius.
"Harapan saya sama seperti kita mengembangkan DSP (destinasi super prioritas) Borobudur untuk umat Buddha, di Jawa Timur ada destinasi ziarah Makam Wali Songo untuk umat Islam," katanya lagi.
Ia juga menjelaskan Pulau Flores dikenal dengan sejarah dan warisan dari perkembangan penyebaran agama Katolik.
Pulau Flores juga sering disebut sebagai pulau misionaris dengan salah satu daya tarik wisata religinya melalui inkulturasi antara gereja Katolik dan budaya lokal masyarakat setempat.
Melalui dua pejabat eselon satu asal Flores di Kemenparekraf yakni Frans Teguh dan Vinsensius Jemadu, kata dia lagi, Kemenparekraf diingatkan tentang bagaimana inkulturasi ini terlihat dalam berbagai aspek di Flores mulai dari arsitektur gereja, seni musik hingga ritual keagamaan yang mengintegrasikan elemen budaya lokal.
"Semua ini menjadikan Flores sebagai destinasi wisata religi yang kaya akan nilai sejarah dan spiritual," ujarnya pula.
Ia juga mengatakan jumlah penduduk Indonesia hampir mencapai 280 juta jiwa dan dari jumlah itu sebesar 3,1 persen adalah umat Katolik. Terdapat sekitar 3 juta umat Katolik yang ada di NTT dan hampir 40 persennya berada di Pulau Flores.
Lebih lanjut dari empat Kharisma Event Nusantara (KEN) yang ditetapkan Kemenparekraf di Provinsi NTT, terdapat dua kegiatan yang berbasis religi yakni Festival Golo Koe di Labuan Bajo dan Festival Bale Nagi di Kabupaten Flores Timur.
"Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk terus merawat budaya dan tradisi inkulturasi gereja Katolik yang sudah ada," katanya lagi.
Dia juga menjelaskan saat ini infrastruktur telah dibangun pemerintah untuk mendukung sektor pariwisata di Labuan Bajo seperti fasilitas Bandara Komodo Labuan Bajo.
Namun demikian, Menparekraf berharap agar wisatawan tidak hanya menumpuk di Labuan Bajo, tapi terdistribusi di seluruh kabupaten di Pulau Flores yang juga memiliki destinasi wisata berkelas dunia.
"Memang betul kita membangun fasilitas bandara bisa menampung satu juta kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo, namun kita harus bagi, distribusi wisatawan tersebut jangan hanya semua ke Pulau Komodo tapi dibagi sampai ke wilayah timur Pulau Flores," katanya.
Ia juga mengajak seluruh pihak untuk secara kolektif membangun pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.
"Mari kita terus berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan kita tingkatkan kesejahteraan masyarakat, mari kita angkat kepariwisataan ini yang berkeadilan, yang berkelanjutan," katanya pula.
Dalam webinar yang diselenggarakan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) itu, Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat Pr menyambut baik kolaborasi berbagai elemen untuk pengembangan wisata religi di Pulau Flores.
Menurut Uskup Ruteng, pariwisata sejatinya adalah ziarah mengendus jejak Allah dalam sukacita perjumpaan insani dan semesta alam.
"Karena itu Keuskupan Ruteng telah mendesain dan terus mengembangkan pariwisata holistik di wilayah Bumi Congka Sae Flores ini yang berkarakter spiritual," katanya dalam sambutan pembukaan webinar.
Uskup Ruteng juga menjelaskan pariwisata harus dibangun dan berkembang dalam akar budaya lokal dan spiritualitas setempat, sehingga pihaknya telah berkolaborasi dengan pemerintah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Timur untuk untuk mengembangkan festival religi kultural.
"Festival Golo Koe di Labuan Bajo, Golo Curu di Ruteng dan Lembah Sanpio di Kisol Borong," ujarnya lagi.
Uskup Ruteng menambahkan dalam tiga festival ini dirayakan Prosesi Agung Bunda Maria menampilkan selebrasi kultural etnik-inklusif, memamerkan produk ekonomi kreatif, UMKM lokal dan melakukan gerakan ekologis.
"Dengan itu semakin terwujudlah pariwisata super prioritas Labuan Bajo Flores yang melibatkan dan menyejahterakan masyarakat lokal, menjamin kelestarian kultural ciptaan serta berakar dalam spiritualitas kekatolikan setempat yang inklusif," katanya pula.
Menparekraf menjelaskan selama ini ia terus berinteraksi dengan para romo dan pastor atau biarawan Katolik dan mengaku bahagia bisa menghadirkan kolaborasi untuk mengembangkan Pulau Flores dan mengembangkan destinasi wisata religius.
"Harapan saya sama seperti kita mengembangkan DSP (destinasi super prioritas) Borobudur untuk umat Buddha, di Jawa Timur ada destinasi ziarah Makam Wali Songo untuk umat Islam," katanya lagi.
Ia juga menjelaskan Pulau Flores dikenal dengan sejarah dan warisan dari perkembangan penyebaran agama Katolik.
Pulau Flores juga sering disebut sebagai pulau misionaris dengan salah satu daya tarik wisata religinya melalui inkulturasi antara gereja Katolik dan budaya lokal masyarakat setempat.
Melalui dua pejabat eselon satu asal Flores di Kemenparekraf yakni Frans Teguh dan Vinsensius Jemadu, kata dia lagi, Kemenparekraf diingatkan tentang bagaimana inkulturasi ini terlihat dalam berbagai aspek di Flores mulai dari arsitektur gereja, seni musik hingga ritual keagamaan yang mengintegrasikan elemen budaya lokal.
"Semua ini menjadikan Flores sebagai destinasi wisata religi yang kaya akan nilai sejarah dan spiritual," ujarnya pula.
Ia juga mengatakan jumlah penduduk Indonesia hampir mencapai 280 juta jiwa dan dari jumlah itu sebesar 3,1 persen adalah umat Katolik. Terdapat sekitar 3 juta umat Katolik yang ada di NTT dan hampir 40 persennya berada di Pulau Flores.
Lebih lanjut dari empat Kharisma Event Nusantara (KEN) yang ditetapkan Kemenparekraf di Provinsi NTT, terdapat dua kegiatan yang berbasis religi yakni Festival Golo Koe di Labuan Bajo dan Festival Bale Nagi di Kabupaten Flores Timur.
"Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk terus merawat budaya dan tradisi inkulturasi gereja Katolik yang sudah ada," katanya lagi.
Dia juga menjelaskan saat ini infrastruktur telah dibangun pemerintah untuk mendukung sektor pariwisata di Labuan Bajo seperti fasilitas Bandara Komodo Labuan Bajo.
Namun demikian, Menparekraf berharap agar wisatawan tidak hanya menumpuk di Labuan Bajo, tapi terdistribusi di seluruh kabupaten di Pulau Flores yang juga memiliki destinasi wisata berkelas dunia.
"Memang betul kita membangun fasilitas bandara bisa menampung satu juta kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo, namun kita harus bagi, distribusi wisatawan tersebut jangan hanya semua ke Pulau Komodo tapi dibagi sampai ke wilayah timur Pulau Flores," katanya.
Ia juga mengajak seluruh pihak untuk secara kolektif membangun pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.
"Mari kita terus berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan kita tingkatkan kesejahteraan masyarakat, mari kita angkat kepariwisataan ini yang berkeadilan, yang berkelanjutan," katanya pula.
Dalam webinar yang diselenggarakan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) itu, Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat Pr menyambut baik kolaborasi berbagai elemen untuk pengembangan wisata religi di Pulau Flores.
Menurut Uskup Ruteng, pariwisata sejatinya adalah ziarah mengendus jejak Allah dalam sukacita perjumpaan insani dan semesta alam.
"Karena itu Keuskupan Ruteng telah mendesain dan terus mengembangkan pariwisata holistik di wilayah Bumi Congka Sae Flores ini yang berkarakter spiritual," katanya dalam sambutan pembukaan webinar.
Uskup Ruteng juga menjelaskan pariwisata harus dibangun dan berkembang dalam akar budaya lokal dan spiritualitas setempat, sehingga pihaknya telah berkolaborasi dengan pemerintah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Timur untuk untuk mengembangkan festival religi kultural.
"Festival Golo Koe di Labuan Bajo, Golo Curu di Ruteng dan Lembah Sanpio di Kisol Borong," ujarnya lagi.
Uskup Ruteng menambahkan dalam tiga festival ini dirayakan Prosesi Agung Bunda Maria menampilkan selebrasi kultural etnik-inklusif, memamerkan produk ekonomi kreatif, UMKM lokal dan melakukan gerakan ekologis.
"Dengan itu semakin terwujudlah pariwisata super prioritas Labuan Bajo Flores yang melibatkan dan menyejahterakan masyarakat lokal, menjamin kelestarian kultural ciptaan serta berakar dalam spiritualitas kekatolikan setempat yang inklusif," katanya pula.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menparekraf harap Pulau Flores jadi pusat wisata religi umat Katolik