Jakarta (ANTARA) -
Kabupaten Kaimana memiliki wilayah yang luas. Tidak ada akses jalan darat antara satu distrik dengan distrik yang lain, dan antara distrik dengan kota, apalagi antarkampung. Semua jalur transportasi melalui akses laut dan sungai.
Persentase penduduk Kabupaten Kaimana yang non-Muslim dengan yang Muslim hampir seimbang, 53 persen non-Muslim dan 47 persen Muslim.
Rata-rata mereka bekerja sebagai nelayan, sebagian yang lain berkebun kelapa dan pala. Masyarakat Kaimana cukup plural karena di sana ada delapan suku adat dan budaya.
Berdakwah di Papua, kata dia, terutama Kaimana, tidak mudah karena taruhannya adalah nyawa. Seorang dai harus melewati lautan lepas dengan gelombang besar dan angin yang kencang yang selalu mengintai di setiap perjalanan ketika hendak berdakwah di kampung-kampung Muslim.
Di samping itu, dai juga harus siap berkorban materi yang besar karena biaya perjalanan dakwah ke lokasi-lokasi terpencil tidak murah.
Musyawir mengaku melakukan sejumlah pembinaan keagamaan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat setempat. Di antaranya, mengaji, tahsin qiraah, praktik wudhu, praktik memandikan, mengafani dan menyalati jenazah, dan lain sebagainya.
Ia bercerita Papua punya karakteristik tersendiri sehingga para dai perlu menerapkan strategi khusus ketika berdakwah di sana.
Strategi tersebut seperti berbaur langsung dengan masyarakat setempat, tidak menonjolkan pakaian yang lebih bagus dari mereka, memberikan nasihat yang bijak ketika mereka salah, dan mengajarkan kebersihan ketika mereka kotor.
Menurut Pengajar di MA Ihya Ulumuddin Kaimana ini, ketika dai berpenampilan dan bersikap seperti dai-dai yang ada di kota, masyarakat Papua justru akan merasa tidak pantas bergaul dengan mereka. Pada akhirnya, mereka akan semakin menjauh dari dakwah Islam
"Ikuti arus tapi jangan terbawa arus. Ikuti kebiasaannya yang tidak melanggar syariat, dan mengingatkan di saat melakukan kesalahan," kata dia.
Musyawir berpandangan berdakwah di daerah 3T menyenangkan dan sekaligus menantang. Menurutnya, kondisi tersebut mengingatkannya dengan perjuangan Nabi Muhammad yang mengalami banyak kesulitan dan risiko saat menyampaikan dakwah.
Ke depan, Pengurus Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kaimana ini berharap program pengiriman dai tidak hanya dilakukan selama sebulan saja agar dai bisa melakukan pembinaan secara maksimal, para dai lokal dibekali dengan buku-buku panduan, dan anak-anak di wilayah 3T dibina oleh Kemenag.
"Agar ke depan kembali mengembangkan dakwah di negerinya sendiri," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kisah dai 3T bertaruh nyawa saat menyampaikan syiar di Papua Barat