Sorong (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Sorong, Papua Barat Daya, memperkuat tim pendamping keluarga dalam mengatasi stunting melalui pelatihan dan pembekalan sehingga memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam mendampingi keluarga berisiko stunting.
Plt. Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Sorong Saul Solossa di Sorong, Kamis, menjelaskan tim pendamping keluarga sebanyak 123 orang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Sorong Nomor 100.3.3.3/15A/2024 tanggal 18 Maret 2024 yang terdiri atas 41 bidan, 41 kader PKK, dan 41 kader Keluarga Berencana.
"Mereka tersebar di 41 kelurahan dan 10 distrik di Kota Sorong," katanya.
Menurut dia, salah satu strategi percepatan penurunan stunting adalah pendekatan keluarga melalui pendampingan keluarga berisiko stunting dengan target atau sasaran yakni calon pengantin, calon pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui, dan anak usia 0-59 bulan.
Dalam pelaksanaan pendampingan keluarga berisiko stunting, kata dia, diperlukan kolaborasi di tingkat lapangan yang terdiri atas bidan, kader tim penggerak pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga, serta kader keluarga berencana untuk melaksanakan pendampingan keluarga berisiko stunting.
"Tim pendamping keluarga berperan sebagai ujung tombak percepatan penurunan stunting dalam kerangka pembangunan kualitas sumber daya manusia," ujarnya.
Ia menjelaskan, stunting memiliki dampak terhadap perkembangan anak dalam jangka pendek dan mempengaruhi perkembangan sel otak yang akhirnya akan menyebabkan tingkat kecerdasan menjadi tidak optimal.
"Oleh karena itu, satu tugas penting untuk berkolaborasi menuntaskan stuntjng," ujarnya.
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, maka salah satu prioritas kegiatan yang terbuat dalam rencana aksi nasional percepatan penurunan stunting adalah pelaksanaan pendampingan keluarga risiko standing.
Ia mengatakan upaya intervensi dalam penurunan stunting dapat dilakukan melalui intervensi sensitif dengan penyediaan sanitasi, kesehatan, pendidikan, dan air bersih.
Selain itu, juga diperlukan intervensi spesifik yakni memberikan perhatian kepada pasangan pranikah, ibu hamil, dan pascapersalinan atau masa interval.
"Orientasi bagi tim pendamping keluarga tingkat kota tahun 2024 merupakan wadah penyaluran pengetahuan dan pemahaman kepada para tim pendamping keluarga yang ada di Papua Barat dan Papua Barat Daya," katanya.
Menurut dia, dampak konkret dari tim pendamping keluarga adalah lebih mengoptimalkan peran keluarga sebagai pelopor awal dalam pencegahan terjadinya kasus-kasus stunting.
"Oleh karena itu, peran keluarga merupakan hal yang perlu dioptimalkan dalam membentuk generasi yang berkualitas dan berkarakter," ujarnya.
Pada peningkatan kapasitas tim pendamping keluarga ini, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Sorong menggandeng Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kantor Perwakilan Papua Barat untuk memberikan materi terkait konsep dasar stunting dan 1.000 hari pertama kehidupan, mekanisme kerja tim pendamping.
"Angka stunting di Kota Sorong hingga Januari 2024 sebesar 9,4 persen," katanya.