Manokwari (ANTARA) -
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Manokwari menyebut indeks kerawanan Pemilu 2024 di wilayah tersebut masuk kategori rawan sedang.
"Manokwari masuk kategori rawan sedang. Kalau pemilu sebelumnya, Manokwari rawan tinggi," kata Ketua Bawaslu Manokwari Yustinus Y Maturan di Manokwari, Papua Barat, Rabu.
Ia menjelaskan ada empat indikator kerawanan pemilu, yaitu konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, partisipasi, dan kontestasi.
Manokwari dikategorikan rawan sedang karena indikator sosial politik belum stabil sesuai ekspektasi, misalnya terjadi pemalangan dan intimidasi penyelenggara pemilu.
"Kondisi sosial politik ini sangat memengaruhi kerawanan pemilu," ucap Maturan.
Oleh sebab itu, kata dia, Bawaslu mengajak media massa mengedukasi masyarakat melalui pemberitaan positif guna menciptakan situasi sosial politik Manokwari yang kondusif.
Upaya lain yang dilakukan dalam meminimalisasi tindakan pemalangan adalah meningkatkan koordinasi dengan kepolisian, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama.
"Semua itu agar palang memalang bisa dihilangkan karena sangat mengganggu proses pemilu," ucap Yustinus Maturan.
Selain itu, kata dia, Bawaslu mengantisipasi terjadinya politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) ketika penetapan DCT (daftar calon tetap) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manokwari.
Bawaslu sudah memetakan daerah pemilihan (dapil) yang perlu mendapat pengawasan ketat karena berpotensi terjadi pelanggaran pemilu, seperti politik uang, netralitas ASN, dan politisasi SARA.
Dapil itu adalah Dapil I di Distrik Manokwari Barat meliputi Kelurahan Sanggeng, Wosi, dan Sowi.
Selanjutnya, Dapil II di Kelurahan Amban Distrik Manokwari Barat, Dapil III Distrik Tanah Rubuh, dan Dapil IV Distrik Masni serta Distrik Prafi.
"Yang paling kuat di Kabupaten Manokwari itu adalah isu kesukuan. Nilai kerawanannya 1,88 persen," ucap dia.
Ia mengatakan Bawaslu intens melakukan sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat sebagai upaya mencegah tindakan pelanggaran pemilu yang bakal terjadi.
Pengawasan pelanggaran tidak dapat berjalan optimal tanpa dukungan dari media massa dan komponen masyarakat lainnya.
"Bawaslu berharap teman-teman pers bisa bersama-sama melakukan pengawasan," ujar Yustinus Maturan.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (P3S) Bawaslu Manokwari Samsudin Renuat menerangkan, penyebaran politisasi SARA melalui media sosial sangat cepat sehingga diperlukan peran jurnalis dalam mendiseminasikan informasi melalui pemberitaan media massa yang akurat dan kredibel.
Sinergi kolaborasi dengan semua komponen dapat mengantisipasi terjadinya pelanggaran pemilu yang memengaruhi kualitas pelaksanaan pesta demokrasi di Manokwari.
"Semakin banyak tingkat pengawasan yang melibatkan banyak unsur, maka potensi pelanggaran semakin kecil," ucap Samsudin.