Hal tersebut dikarenakan penyebaran virus sudah masuk ke negara tetangga, yakni Singapura, dan Malaysia.
"Indonesia menjadi berisiko karena berdekatan secara geografis dengan negara-negara tersebut, serta ditemukannya virus pada reservoir kelelawar spesies pteropus, dan beberapa spesies lain yang juga terdapat di Indonesia," kata Harimat, di Jakarta, Rabu.
Kapusris Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN itu mengatakan virus nipah merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia, baik hewan domestik ataupun liar dengan kelelawar sebagai inang alaminya.
Selain itu, ia menyampaikan manusia yang terinfeksi virus ini dapat terkena radang otak, dan dalam kasus infeksi berat, sekitar 50 persen bisa menyebabkan kematian.
Harimat mengungkapkan, selain dari kelelawar, virus juga dapat menyebar melalui hewan lain, seperti babi, kambing, kuda, anjing dan kucing, apabila terpapar cairan tubuh subjek virus nipah. Sehingga, seseorang yang mengonsumsi hewan ternak yang terinfeksi virus tersebut akan tertular.
"Di Malaysia dan Singapura penularan terjadi karena kontak langsung dengan babi yang sakit. Sedangkan di Bangladesh dan India terjadi karena mengonsumsi buah atau produk yang terkontaminasi oleh air liur kelelawar, transmisi dari manusia ke manusia juga terjadi di India dan Bangladesh," katanya.
Selain itu, menurutnya, surveilans pada hewan dan juga manusia menjadi penting dalam mencegah perluasan kasus Nipah.
Langkah mitigasi yang dapat diambil yakni meningkatkan penjagaan terhadap pintu masuk ke Indonesia, serta pemantauan bagi masyarakat yang berpergian ke daerah wabah.
Harimat berargumen, virus Nipah menjadi berbahaya dikarenakan meski sudah ditemukan sejak tahun 1999 pertama kali di Malaysia, namun pengobatan yang efektif untuk melawan virus ini belum ditemukan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BRIN ungkap potensi masuknya virus nipah ke Indonesia