Perguruan tinggi, kata dia, memiliki peran penting untuk membentuk karakter sumber daya manusia (SDM) Papua yang berkualitas sehingga sembilan nilai antikorupsi, yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil dapat diaplikasikan dengan maksimal.
Oleh karena itu, katanya, seluruh civitas akademika perlu diberikan pemahaman seluas-luasnya tentang korupsi, sanksi hukum akibat korupsi, dan perilaku koruptif di lingkungan kampus seperti plagiasi, proposal fiktif, menyontek, dan penitipan absensi.
"Nilai antikorupsi perlu ditanamkan dari sekarang, mulai dari lingkungan terdekat mereka. Jadi tidak hanya mata kuliah tapi perilaku mereka," tuturnya.
Menurut dia, perguruan tinggi harus menjadi barometer pencegahan tindak pidana korupsi bagi seluruh elemen masyarakat sehingga upaya pemerintah memberantas korupsi membuahkan hasil sesuai ekspektasi.
Selain itu, paparnya, mahasiswa sebagai generasi muda calon pemimpin masa depan sudah semestinya membentengi diri dengan sembilan nilai antikorupsi agar tidak mudah terjerumus dalam perilaku koruptif.
Mahasiswa dari dua perguruan tinggi tersebut, kata dia, sangat antusias mengikuti kuliah umum dari KPK yang tercermin dari sejumlah pertanyaan kritis mahasiswa soal upaya mencegah tindak pidana korupsi.
"Tanpa kita sadari perilaku koruptif di lingkungan kampus kalau dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan perilaku itu menjadi kebiasaan saat mereka sudah menjadi pejabat," jelas Wawan.
Ketua STIH Caritas Papua Dr Roberth KR Hammar menuturkan kuliah umum antikorupsi dari KPK sangat relevan dengan komitmen kampus yang dirumuskan melalui mata kuliah wajib antikorupsi dan rencananya kampus akan bekerja sama dengan KPK untuk melakukan pembinaan bagi dosen selaku tenaga pendidik.
Hal ini bertujuan menyamakan persepsi dan paradigma dosen terkait upaya pencegahan tindak pidana korupsi yang kemudian ditularkan ke seluruh mahasiswa, katanya.
Ia mencontohkan perilaku koruptif yang perlu dihindari dalam lingkungan kampus, seperti permintaan sumbangan tanpa ada surat resmi, tidak disiplin waktu, dan lainnya saat proses perkuliahan.
Dia mengakui upaya membentuk karakter antikorupsi memang tidak mudah sehingga edukasi dan sosialisasi perlu dilakukan rutin agar karakter mahasiswa maupun dosen semakin tangguh.
"Dosen tidak hanya berteori, tapi harus menunjukkan sikap antikorupsi agar mahasiswa bisa ikut," ucap Roberth.