Manokwari (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Papua Barat mulai menyiapkan strategi antisipasi pra-bencana yang disebabkan perubahan iklim sehingga mampu meminimalisasi kerugian akibat bencana alam yang terjadi di wilayah tersebut.
"Kita diingatkan oleh Presiden untuk siaga dan waspada, bagaimana menyiapkan tahapan dan langkah-langkah pra-bencana, tanggap darurat, dan pasca-bencana,” kata Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw di Manokwari, Selasa.
Menurutnya, yang terjadi selama ini semua fokus pada tahapan tanggap darurat, setelah bencana terjadi. Padahal diperlukan pelatihan dan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak salah dalam menghadapi bencana yang terjadi.
Meski bencana alam tidak dapat diprediksi, namun dirinya berharap agar masyarakat di Papua Barat dapat mengetahui apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana alam.
"Nanti kita buat konsep dan pelatihan-pelatihan dalam rangka menyiapkan petugas kita di tingkat kabupaten di Papua Barat,” ujar Paulus Waterpauw.
Gubernur memaparkan terjadi peningkatan sebesar 81 persen terhadap frekuensi bencana alam di Indonesia pada 2022 yakni sebanyak 3.544 kasus dibanding pada 2010 yang hanya sebanyak 1.945 kasus.
"Papua Barat kita bersyukur ya, karena gempa bumi tidak seperti di Jayapura, namun harus diantisipasi. Di Jayapura sekarang puluhan, bahkan ratusan kali gempa bumi sudah terjadi," ujarnya.
Sejak awal tahun 2023, kata dia, Provinsi Papua Barat sedikitnya telah diguncang gempa sebanyak dua kali dengan skala ringan, meski begitu beberapa wilayah seperti Manokwari dan Manokwari Selatan pernah memiliki catatan gempa dahsyat pada 2009.
"Akibat perubahan iklim bukan hanya gempa dan banjir, tanah longsor juga terjadi di sejumlah daerah di negara kita. Tentunya ini lebih mengerikan dibanding pandemi yang baru saja kita lalui," ujar Paulus Waterpauw.