Kepala Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kanwil BPN Papua Barat Pamela Tambunan, di Manokwari, Jumat, mengatakan sertifikat tanah yang diterbitkan mengikuti pemetaan lokasi (penlok) di 12 kabupaten terkecuali Kabupaten Tambrauw karena akan akomodasi untuk PTSL tahun 2023.
Target penerbitan sertifikat PTSL tahun 2022 awalnya sekitar tujuh ribu bidang, namun diturunkan sebab sebagian anggaran direfokusing untuk penanggulangan pandemi COVID-19.
"Semua sertifikatnya sudah kami terbitkan 100 persen kecuali Tambrauw yang masuk penlok 2023," kata Pamela.
Ia melanjutkan, masih terdapat 91 bidang tanah di Kota Sorong belum diterbitkan sertifikat, karena berstatus tanah sengketa.
Oleh sebab itu, pemerintah daerah diharapkan dapat memfasilitasi pihak-pihak terkait agar dapat menyelesaikan sengketa tanah adat tersebut.
"Kalau sudah clear baru bisa kami terbitkan dan serahkan ke masing-masing pihak yang berhak," kata Pamela.
Melalui Program PTSL, kata dia lagi, pemerintah memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh seluruh masyarakat.
Program ini menyasar objek tanah di setiap desa pada penlok, kemudian diinventarisasi guna mengetahui bidang tanah yang belum memiliki sertifikat.
Tak hanya itu, petugas juga memvalidasi sertifikat yang telah diterbitkan sebelumnya menggunakan metode pengukuran manual dengan tujuan memperbaiki kualitas data pertanahan di Indonesia.
"Kalau yang belum ada kami terbitkan, kalau yang sudah ada juga kami cek ulang. Istilahnya kita plotting (penggambaran ulang secara digital)," ujar dia pula.
Ia menuturkan, biaya pengurusan sertifikat melalui Program PTSL jauh lebih murah dibandingkan biaya yang ditanggung masyarakat ketika mengurus sertifikat tanah secara mandiri.
Hal itu tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 25/SKB/V/2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis.
"Tapi itu sesuai penlok ya, kalau di luar penlok masyarakat mengurusnya lewat jalur mandiri atau rutin," kata Pamela.
Dia mengakui bahwa pelaksanaan Program PTSL di Papua Barat maupun Papua Barat Daya memiliki sejumlah tantangan, antara lain penolakan dari masyarakat, dan keengganan masyarakat adat mendaftarkan diri.
Padahal BPN telah berupaya maksimal memberikan sosialisasi dan edukasi sebelum pelaksanaan PTSL, bahkan sebagian petugas melakukan sosialisasi dari rumah ke rumah.
"Sampai di tempat ibadah juga kami sosialisasikan keuntungan memiliki sertifikat tapi ya begitu. Tapi ini hanya beberapa kampung saja," ujar Pamela.
Kementerian ATR, kata dia lagi, menargetkan Program PTSL di seluruh Indonesia berjalan 100 persen hingga tahun 2025 mendatang.
Sehingga, seluruh jajaran BPN perlu menyusun strategi yang efektif, agar target tercapai dengan memperhatikan kualitas produk dan tidak menimbulkan residu serta masalah di kemudian hari.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BPN Papua Barat menerbitkan 3.431 sertifikat PTSL