"Kedua kasus tersebut masuk dalam Keppres 17 sehingga penyelesaiannya dilakukan secara non yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu namun tanpa menutup kemungkinan secara yudisial. Bila ingin diselesaikan secara yudisial pintunya masih terbuka, " kata Kiki Syahnakri usai melakukan pertemuan dengan Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI M. Saleh Mustafa dan Kapolda Papua Irjen Pol Mathius Fakhiri di Jayapura, Senin.
Diakui, penyelesaian non yudisial berbeda dengan yudisial karena kalau yudisial yang disentuh adalah pelaku dan saksi sedangkan non yudisial seperti yang dilakukan tim-nya hanya menyentuh korban.
Karena itulah pihaknya akan melakukan validasi dan verifikasi korban serta menjaring apa aspirasi dari korban sesuai dengan Keppres 17.
"Kami harus melaporkan rekomendasi tentang pemulihan korban yang bisa berupa rehabilitasi fisik, bantuan sosial, jaminan kesehatan, beasiswa dan bantuan lainnya sesuai yang dibutuhkan," kata Kiki.
Dia mengatakan, untuk di Wasior datanya sebagian sudah masuk ke tim sedangkan kasus Wamena dijadwalkan dilaksanakan Selasa (8/11) di Wamena.
Pengumpulan data yang dilakukan tim berdasarkan laporan yang diterbitkan Komnas HAM terkait pelanggaran HAM berat dan di Wasior terdapat sembilan orang meninggal termasuk yang hilang serta 39 orang menjadi korban penganiayaan.
Laporan dari Wasior masih diverifikasi bekerjasama dengan pemda, TNI-Polri, gereja dan lembaga adat yang final-nya diharapkan selesai sebelum akhir bulan November, sedangkan kasus Wamena baru akan dilaksanakan.
"Mudah-mudahan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bisa diselesaikan dan tertangani dengan baik dan terjadi kerukunan sosial hingga persatuan bangsa terwujud, " ujar Kiki Syahnakri.
Kasus Wasior berdarah yang terjadi 13 Juni 2001 berawal saat terbunuhnya lima anggota Brimob dan seorang warga sipil di base camp perusahaan CV. Vatika Papuana Perkasa di Desa Wondiboi, Distrik Wasior dimana pelaku juga mengambil enam pucuk senjata api milik anggota Brimob.
Kasus Wamena berdarah yang terjadi 2003 berawal gudang senjata Kodim 1702 Jayawijaya di Wamena dibobol hingga menyebabkan dua prajurit tewas sehingga dilakukan penyisiran.
Dia mengatakan, untuk di Wasior datanya sebagian sudah masuk ke tim sedangkan kasus Wamena dijadwalkan dilaksanakan Selasa (8/11) di Wamena.
Pengumpulan data yang dilakukan tim berdasarkan laporan yang diterbitkan Komnas HAM terkait pelanggaran HAM berat dan di Wasior terdapat sembilan orang meninggal termasuk yang hilang serta 39 orang menjadi korban penganiayaan.
Laporan dari Wasior masih diverifikasi bekerjasama dengan pemda, TNI-Polri, gereja dan lembaga adat yang final-nya diharapkan selesai sebelum akhir bulan November, sedangkan kasus Wamena baru akan dilaksanakan.
"Mudah-mudahan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bisa diselesaikan dan tertangani dengan baik dan terjadi kerukunan sosial hingga persatuan bangsa terwujud, " ujar Kiki Syahnakri.
Kasus Wasior berdarah yang terjadi 13 Juni 2001 berawal saat terbunuhnya lima anggota Brimob dan seorang warga sipil di base camp perusahaan CV. Vatika Papuana Perkasa di Desa Wondiboi, Distrik Wasior dimana pelaku juga mengambil enam pucuk senjata api milik anggota Brimob.
Kasus Wamena berdarah yang terjadi 2003 berawal gudang senjata Kodim 1702 Jayawijaya di Wamena dibobol hingga menyebabkan dua prajurit tewas sehingga dilakukan penyisiran.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Tim Penyelesaian Non-Yudisial tangani kasus HAM berat di Papua