Manokwari (ANTARA) - Ketua Tim Percepatan Penanganan Pendidikan Provinsi Papua Barat Dr. Ir. Agus Irianto Sumule mengatakan penambahan jumlah guru di Papua Barat bisa menjadi solusi anak putus sekolah di Papua Barat yang jumlahnya mencapai 68.988 anak.
Agus Irianto Sumule di Sorong, Jumat (21/10) mengatakan total kekurangan guru di Papua Barat adalah 5.507 orang untuk 137 kelas.
Kekurangan guru tersebut terbatas pada sekolah-sekolah yang sudah ada, belum termasuk penyediaan guru untuk anak-anak putus sekolah.
"Padahal, atas dasar APM (angka partisipasi murni) masih ada sekitar 68.988 orang penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di Provinsi Papua Barat mereka juga memerlukan guru, ini yang harus kita fikirkan bersama," jelas Sumule saat memberikan presentasi pada Rapat kerja Bupati dan Wali kota di Kabupaten Sorong.
Dalam penjelasannya, angka anak lutus sekolah di wilayah Papua Barat terbagi menjadi dua wilayah adat Bomberai dan Doberai.
Wilayah Bomberai mencakup Kabupaten FakFak, Kaimana dan Teluk Bintuni, di mana Kabupaten Teluk Bintuni merupakan penyumbang terbesar anak putus sekolah sebanyak 5.598, selanjutnya Kabupaten Kaimana sebanyak 4.588, dan Kabupaten Fakfak sebanyak 4.318 anak.
Sementara di wilayah Doberai yang mencakup Kabupaten Manokwari, Pegunungan Arfak, Manokwari Selatan, Kabupaten Sorong, Raja Ampat, Teluk Wondama, Tambrauw, Kota Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan.
"Kabupaten Manokwari merupakan penyumbang terbesar angka anak tidak bersekolah, sebanyak 12.804 anak, kemudian Kabupaten Pegunungan Arfak dengan 8.508 anak, sedangkan di urutan ketiga Kota Sorong dengan jumlah 6.577 anak putus bersekolah," jelas Akademisi dari Universitas Papua itu.
Menindaklanjuti pemaparan tersebut Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw mengatakan forum Raker Bupati dan Wali kota merupakan sarana penting untuk membahas masalah pendidikan.
Menurut Waterpauw angka putus sekolah di Papua Barat yang tinggi jika dibiarkan maka akan berpengaruh pada tingkat pengangguran di masa depan.
"Kalau ada investor masuk dan tercipta lapangan kerja, bagaimana anak-anak kita ini mau bekerja jika tidak berpendidikan formal," kata Waterpauw.