Manokwari (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional membangun pemahaman dan komitmen organisasi perangkat daerah (OPD) tingkat kabupaten, kota, dan provinsi dalam mencegah stunting serta kemiskinan ekstrem di Provinsi Papua Barat melalui pembentukan Kampung Keluarga Berkualitas.
Kepala Kantor Perwakilan BKKBN Papua Barat Philmona Maria Yarollo di Manokwari, Rabu, menerangkan Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Penyelenggaraan Kampung Keluarga Berkualitas untuk memperkuat dan meningkatkan sumber daya manusia serta memberdayakan dan memperkuat institusi keluarga melalui optimalisasi penyelenggaraan Kampung Keluarga Berkualitas.
Di Papua Barat, katanya, sudah terbentuk 400 Kampung Keluarga Berkualitas sejak dicanangkan pada 2016. Namun, hingga saat ini perkembangannya mengalami berbagai masalah dan tantangan, salah satunya yakni dasar hukum.
"Kini dasar hukum dari pembentukan Kampung Keluarga Berkualitas sudah ada dengan Inpres Nomor 3 tersebut dan menjadi kekuatan kami untuk melakukan advokasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk memberikan perhatian dalam bentuk kebijakan maupun program," ungkap dia.
Dia menyebut sejumlah indikator yang perlu diperhatikan dalam membentuk Kampung Keluarga Berkualitas, yakni gizi buruk, stunting, dan masalah perkawinan anak, jumlah anak berusia sekolah yang tidak sekolah, cakupan kepemilikan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, keluarga tidak memiliki sanitasi layak, air layak minum, rumah tidak layak huni serta kondisi kehamilan yang menyebabkan penyakit tertentu atau membahayakan ibu hamil maupun kandungan.
Dia mengharapkan Kampung Keluarga Berkualitas dapat diintervensi bersama-sama oleh OPD sesuai tugas dan fungsi masing-masing sehingga meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta pembangunan infrastruktur dan sarana penunjang lainnya sehingga dapat terwujud.
Kepala Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN RI, Bonivasius Prasetya Ichtiarto, menyebut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), OPD Keluarga Berencana, Dinas Kesehatan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) di setiap kota, kabupaten dan provinsi memiliki peran masing-masing dalam mewujudkan Kampung Keluarga Berkualitas.
Ia menjelaskan Bappeda karena sebagai perencana pembangunan daerah bisa melihat program apa saja di OPD, OPD KB berkaitan stunting, keluarga berencana, pengendalian penduduk dalam program Bangga Kencana level desa di keluarga, Dinas Kesehatan berkaitan penanganan masalah stunting dan kesehatan serta gizi buruk dengan pendekatan yang spesifik DPMK memberdayakan kampung melalui pendamping desa atau pendamping kampung untuk memanfaatkan dana kampung.
BKKBN, disebut dia, masih fokus untuk melakukan lokakarya mengenai Inpres Nomor 3 Tahun 2022 agar memberikan pemahaman ke daerah dalam mewujudkan Kampung Keluarga Berkualitas.
Tahun ini, pihaknya merencanakan adanya pemahaman dan komitmen. Setelah itu, pada 2023 akan diwujudkan sinergi program di OPD di Kampung Keluarga Berkualitas.
Pelaksana Tugas Direktur Penyerasian Pembangunan Sosial Budaya dan Kelembagaan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI, Sumarlan, memastikan penggunaan Dana Desa sudah diatur di tahun ini dalam Permendes Nomor 7 Tahun 2021 antara lain untuk penguatan ekonomi dan pemulihan kesehatan khususnya untuk stunting dan ketahanan pangan.
Penggunaan Dana Desa pada 2023 bergantung masing-masing pemerintah desa dan pendamping desa. Tetapi untuk daerah yang memiliki konsentrasi pengentasan kemiskinan ekstrem diwajibkan mengalokasikan Dana Desa untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) 25 persen dan hanya tiga persen untuk operasional.
"Daerah-daerah yang memiliki kemiskinan ekstrem di Papua Barat seperti di Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Teluk Bintuni serta Kabupaten Maybrat. Pos anggaran itu wajib dan tidak boleh dilanggar karena kalau dilanggar ada konsekuensinya," katanya.
Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Rahbudi Helmi, memastikan apa yang ditekankan Presiden Joko Widodo dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2022 adalah menyiapkan sumber daya manusia yang unggul untuk mencegah stunting sejak seseorang memutuskan untuk menikah hingga memutuskan untuk hamil.
Dia menyebut untuk mencegah stunting dibutuhkan pendekatan yang holistik sehingga kementerian mana pun bisa terlibat. Bahkan Kementerian Agama berperan dalam memberikan konsultasi pra nikah.
"Inpres ini memungkinkan kita untuk bersama-sama memecahkan permasalahan lama dengan pendekatan baru dan bagaimana menyukseskan perencanaan dalam perencanaan memiliki keturunan," katanya.
Perwakilan Sekretaris Kabinet RI, Andi Anugrah Pawi memastikan Inpres Nomor 3 Tahun 2022 adalah penyegaran dari program Kampung Keluarga Berencana yang pada 2016 dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Dia mengatakan penyegaran itu dilakukan agar kementerian maupun lembaga di daerah mampu menjalin komunikasi yang intens sebab Kampung Keluarga Berkualitas bukan hanya urusan BKKBN tetapi juga OPD terkait yang perannya yang secara khusus menjadi tulang punggung percepatan penurunan stunting dengan target menjadi 14 persen di Tahun 2024.
Sebelumnya, dalam pembukaan Workshop Pengelolaan Kampung Keluarga Berkualitas Tingkat Provinsi Papua Barat yang digelar di Hotel dan Resto Mansinam Beach, di Distrik Manokwari Timur, Philmona menyebut angka usia perkawinan anak di Papua Barat 7,88 persen di mana perempuan di bawah usia 16 tahun yang pernah menikah mencapai enam persen dan perempuan usia 17-19 tahun yang pernah menikah mencapai 10-59 persen sesuai hasil Susenas 2021.
Dia berharap, lokakarya itu akan meningkatkan meningkatkan koordinasi dan sinergi serta kolaborasi program sesuai tugas dan fungsi dalam mendukung penyelenggaraan Kampung Keluarga Berkualitas juga menyusun rencana aksi optimalisasi penyelenggaraannya di tingkat kabupaten dan kota di Papua Barat.