Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Sorong berupaya menurunkan angka prevalensi stunting dengan menggandeng semua pihak untuk melakukan intervensi langsung.
"Prevalensi stunting cenderung meningkat dari 27,20 persen pada 2022 menjadi 31 persen pada 2023, jadi kita libatkan semua pihak untuk melakukan intervensi berupa bantuan makanan bergizi," kata Plt. Kepala Dinas PPKB Kota Sorong, Saul Solossa di Gedung LG Sorong, Selasa.
Pada Rapat Koordinasi bersama Tim Percepatan Penurunan Stunting, ia mengatakan, prevalensi balita stunting di Sorong cenderung berada di bawah rata-rata tingkat provinsi tetapi masih di atas rata-rata nasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
"Prevalensi stunting cenderung meningkat dari 27,20 persen pada 2022 menjadi 31 persen pada 2023, jadi kita libatkan semua pihak untuk melakukan intervensi berupa bantuan makanan bergizi," kata Plt. Kepala Dinas PPKB Kota Sorong, Saul Solossa di Gedung LG Sorong, Selasa.
Pada Rapat Koordinasi bersama Tim Percepatan Penurunan Stunting, ia mengatakan, prevalensi balita stunting di Sorong cenderung berada di bawah rata-rata tingkat provinsi tetapi masih di atas rata-rata nasional.
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021-2022 dan Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa angka stunting Kota Sorong sejak 2021 sebesar 14,20 persen kemudian mengalami peningkatan pada 2022 sebesar 27,20 persen dan terus meningkat menjadi 31 persen pada 2023.
"Kecenderungan angka stunting yang naik ini dijawab dengan upaya konkret terhadap percepatan penurunan stunting melalui intervensi pemenuhan gizi dari setiap organisasi perangkat daerah (OPD) kepada setiap kelurahan di Kota Sorong," katanya.
Selain itu, menurut dia, dilakukan penguatan konvergensi lintas sektor sebagai upaya pencegahan terhadap munculnya kasus baru.
"Kecenderungan angka stunting yang naik ini dijawab dengan upaya konkret terhadap percepatan penurunan stunting melalui intervensi pemenuhan gizi dari setiap organisasi perangkat daerah (OPD) kepada setiap kelurahan di Kota Sorong," katanya.
Selain itu, menurut dia, dilakukan penguatan konvergensi lintas sektor sebagai upaya pencegahan terhadap munculnya kasus baru.
"Kita juga melakukan evaluasi rutin untuk melihat capaian target dan sasaran intervensi, jangan sampai muncul kasus stunting baru," katanya.
Berdasarkan data prevalensi stunting sejak 2021-2023 yang terekam pada e-PPGBM Dinas Kesehatan Kota Sorong merilis bahwa dari jumlah balita di Kota Sorong pada 2021 sebanyak 2.298, hanya 12,70 persen balita yang mengalami gizi buruk.
Kemudian pada 2022, dari jumlah balita 4.854, sebanyak 9,23 persen yang mengalami gizi buruk. Selanjutnya pada 2023, hanya 6,96 persen balita dari 4.871 balita mengalami gizi buruk dan mendapatkan penanganan melalui intervensi.
"Ini harusnya menunjukkan adanya penurunan angka stunting," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024