Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong Selatan (Sorsel), Papua Barat Daya, mengungkap sejumlah persoalan di tingkat desa karena rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki 120 kampung yang tersebar di wilayah itu.
Bupati Sorsel, Samsudin Anggiluli, di Teminabuan, Kamis, mengatakan permasalahannya masih rendah kualitas dan kapasitas SDM di pemerintah desa dalam hal pengelolaan data desa.
"Hal ini berdampak pada rendahnya literasi data di tingkat desa yang pada akhirnya berpengaruh pada komitmen pemerintah desa untuk mengoptimalkan pemanfaatan data dalam kebijakan pembangunan yang pada gilirannya dapat berdampak pada pengambilan kebijakan yang tidak tepat sasaran," kata Samsudin.
Saat ini di desa terdapat berbagai sistem aplikasi yang bisa digunakan, di antaranya Prodeskel, SDGS-Desa, SAIK+, SIKS-NG yang berasal dari berbagai kementerian pusat dan daerah.
"Aplikasi tersebut yang menjadi narasumber atau produsennya adalah aparat kampung. Dari berbagai sistem yang ada, seharusnya desa memiliki data yang lengkap dan akurat sebagai landasan informasi dalam pengambilan kebijakan pembangunan di desa," kata Samsudin.
Ia mengatakan Badan Pusat Statistik (BPS) harus terus melakukan kegiatan pembinaan statistik sektoral sampai dengan tingkat pemerintahan terkecil, yaitu desa.
"Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 1997 tentang statistik, BPS berkewajiban untuk memberikan pembinaan statistik kepada Instansi lainnya, termasuk hingga tingkat desa, melalui sistem statistik nasional (SSN) yang berkesinambungan sebagai salah satu bentuk kontribusi dalam peningkatan literasi statistik guna mendukung pembangunan," ujar Samsudin.
Salah satu perwujudan amanat UU, kata dia, adalah dengan dilaksanakannya suatu kegiatan pembinaan statistik di tingkat desa secara berkelanjutan, yaitu Program Desa Cinta Statistik (Desa Cantik).
"Sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-2024, diperlukan penguatan tata kelola pemerintahan desa dalam upaya pengembangan wilayahnya guna mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan.
"Kebijakan otonomi daerah menjadi instrumen utama dalam memberikan peluang bagi pemerintah desa untuk membangun desa serta meningkatkan kemandirian dan daya saing desa. Dalam membangun desa, berbagai potensi desa yang dimiliki merupakan modal bagi desa untuk melakukan pembangunan," kata Samsudin.*
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Bupati Sorsel, Samsudin Anggiluli, di Teminabuan, Kamis, mengatakan permasalahannya masih rendah kualitas dan kapasitas SDM di pemerintah desa dalam hal pengelolaan data desa.
"Hal ini berdampak pada rendahnya literasi data di tingkat desa yang pada akhirnya berpengaruh pada komitmen pemerintah desa untuk mengoptimalkan pemanfaatan data dalam kebijakan pembangunan yang pada gilirannya dapat berdampak pada pengambilan kebijakan yang tidak tepat sasaran," kata Samsudin.
Saat ini di desa terdapat berbagai sistem aplikasi yang bisa digunakan, di antaranya Prodeskel, SDGS-Desa, SAIK+, SIKS-NG yang berasal dari berbagai kementerian pusat dan daerah.
"Aplikasi tersebut yang menjadi narasumber atau produsennya adalah aparat kampung. Dari berbagai sistem yang ada, seharusnya desa memiliki data yang lengkap dan akurat sebagai landasan informasi dalam pengambilan kebijakan pembangunan di desa," kata Samsudin.
Ia mengatakan Badan Pusat Statistik (BPS) harus terus melakukan kegiatan pembinaan statistik sektoral sampai dengan tingkat pemerintahan terkecil, yaitu desa.
"Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 1997 tentang statistik, BPS berkewajiban untuk memberikan pembinaan statistik kepada Instansi lainnya, termasuk hingga tingkat desa, melalui sistem statistik nasional (SSN) yang berkesinambungan sebagai salah satu bentuk kontribusi dalam peningkatan literasi statistik guna mendukung pembangunan," ujar Samsudin.
Salah satu perwujudan amanat UU, kata dia, adalah dengan dilaksanakannya suatu kegiatan pembinaan statistik di tingkat desa secara berkelanjutan, yaitu Program Desa Cinta Statistik (Desa Cantik).
"Sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-2024, diperlukan penguatan tata kelola pemerintahan desa dalam upaya pengembangan wilayahnya guna mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan.
"Kebijakan otonomi daerah menjadi instrumen utama dalam memberikan peluang bagi pemerintah desa untuk membangun desa serta meningkatkan kemandirian dan daya saing desa. Dalam membangun desa, berbagai potensi desa yang dimiliki merupakan modal bagi desa untuk melakukan pembangunan," kata Samsudin.*
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024