Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua Barat menyatakan bahwa sensus khusus jumlah orang asli Papua (OAP) membutuhkan penetapan kriteria dan definisi terhadap OAP dari pemerintah daerah setempat.
Kepala BPS Papua Barat Merry di Manokwari, Kamis, mengatakan penetapan kriteria dan definisi terhadap OAP harus terakomodasi melalui peraturan daerah sebagai dasar hukum atas penyelenggaraan sensus.
"Perlu ada aturan soal batasan orang asli Papua itu yang mana dan kriterianya apa saja," kata Merry.
Selain penetapan kriteria, kata dia, pemerintah daerah juga harus mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan pendataan jumlah orang asli Papua yang tersebar di tujuh kabupaten se-Papua Barat.
Tujuh daerah dimaksud adalah, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Pegunungan Arfak, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Kaimana, dan Kabupaten Fakfak.
"Sensus OAP tidak masuk dalam perencanaan kegiatan rutin BPS selama satu periode, maka harus dibiayai daerah baik itu kabupaten maupun provinsi," ujar dia.
BPS sebagai lembaga berwenang melaksanakan kegiatan statistik, senantiasa mendukung pemerintah daerah menyediakan data jumlah orang asli Papua yang akurat, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Rencana penyelenggaraan sensus dimaksud sudah disampaikan oleh Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) guna mengoptimalkan program pembangunan kesejahteraan.
"Seluruh aktivitas survei di daerah yang bersifat ad hoc terlebih dahulu kami informasikan kepada BPS Pusat di Jakarta," ucap Merry.
Anggota BP3OKP Perwakilan Papua Barat Irene Manibuy menyarankan agar pemerintah daerah segera merumuskan strategi pelaksanaan sensus OAP yang melibatkan sejumlah instansi termasuk BPS.
Kolaborasi lintas sektor tentunya akan memperkuat pelaksanaan sensus khusus menggunakan mekanisme pendataan yang tepat terhadap setiap individu orang asli Papua di Provinsi Papua Barat.
"Kualitas data jumlah OAP penting sekali untuk menentukan besaran alokasi dana otonomi khusus, dan ketepatan program kesejahteraan orang asli Papua," tutur Irene.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Kepala BPS Papua Barat Merry di Manokwari, Kamis, mengatakan penetapan kriteria dan definisi terhadap OAP harus terakomodasi melalui peraturan daerah sebagai dasar hukum atas penyelenggaraan sensus.
"Perlu ada aturan soal batasan orang asli Papua itu yang mana dan kriterianya apa saja," kata Merry.
Selain penetapan kriteria, kata dia, pemerintah daerah juga harus mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan pendataan jumlah orang asli Papua yang tersebar di tujuh kabupaten se-Papua Barat.
Tujuh daerah dimaksud adalah, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Pegunungan Arfak, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Kaimana, dan Kabupaten Fakfak.
"Sensus OAP tidak masuk dalam perencanaan kegiatan rutin BPS selama satu periode, maka harus dibiayai daerah baik itu kabupaten maupun provinsi," ujar dia.
BPS sebagai lembaga berwenang melaksanakan kegiatan statistik, senantiasa mendukung pemerintah daerah menyediakan data jumlah orang asli Papua yang akurat, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Rencana penyelenggaraan sensus dimaksud sudah disampaikan oleh Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) guna mengoptimalkan program pembangunan kesejahteraan.
"Seluruh aktivitas survei di daerah yang bersifat ad hoc terlebih dahulu kami informasikan kepada BPS Pusat di Jakarta," ucap Merry.
Anggota BP3OKP Perwakilan Papua Barat Irene Manibuy menyarankan agar pemerintah daerah segera merumuskan strategi pelaksanaan sensus OAP yang melibatkan sejumlah instansi termasuk BPS.
Kolaborasi lintas sektor tentunya akan memperkuat pelaksanaan sensus khusus menggunakan mekanisme pendataan yang tepat terhadap setiap individu orang asli Papua di Provinsi Papua Barat.
"Kualitas data jumlah OAP penting sekali untuk menentukan besaran alokasi dana otonomi khusus, dan ketepatan program kesejahteraan orang asli Papua," tutur Irene.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024