Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat Harli Siregar mengatakan, pihaknya siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh kuasa hukum eks Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Papua Barat.
Praperadilan tersebut berkaitan dengan penetapan eks Kadisnakertrans Frederik DJ Saidui sebagai tersangka tindak pidana korupsi dana tambahan penghasilan pegawai (TPP) periode Oktober-November 2023.
"Kami siap hadapi (praperadilan) dan praperadilan merupakan hak warga negara yang merasa dirugikan secara prosedural," kata Harli Siregar kepada awak media di Manokwari, Selasa.
Harli menjelaskan bahwa, penetapan status tersangka tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyidik kejaksaan harus berdasarkan minimal dua alat bukti permulaan.
Kejaksaan tidak tebang pilih dalam memberantas tindak pidana korupsi termasuk yang melibatkan oknum aparat penegak hukum di wilayah Papua Barat.
"Praperadilan ini bukan yang pertama, sehingga saya pastikan kami siap hadapi lewat jalur persidangan," ujar Harli.
Menurut dia tindak pidana korupsi akan menghambat program pembangunan infrastruktur demi mencapai kesejahteraan masyarakat di Papua Barat.
Oleh sebabnya, Kejaksaan Tinggi bersama seluruh jajarannya telah berkomitmen mengemban tugas secara profesional sesuai yang diamanatkan oleh konstitusi.
"Kejaksaan tidak anti-kritik demi meningkatkan kinerja penegakan hukum. Kehidupan bermasyarakat di Tanah Papua Barat harus dijaga," ujar Harli.
Sementara itu, Yan Christian Warinussy selaku kuasa hukum termohon eks Kadisnakertrans Papua Barat menjelaskan, gugatan praperadilan bermaksud menguji alat bukti yang digunakan penyidik dalam penetapan status tersangka.
Gugatan tersebut telah diregistrasi pada Pengadilan Negeri Manokwari dengan nomor 1/Pid.Pra/ 2024/PN.Mnk tertanggal 20 Maret 2024.
"Praperadilan bagian dari langkah korektif yang diatur dalam Pasal 77 hingga Pasal 83 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 KUHAP," ucap Warinussy.
Perlu diketahui, Kejaksaan Tinggi Papua Barat telah menetapkan dua orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi dana TPP yaitu Frederik DJ Saidui dan Aldon Hurich H Nakoh selaku bendahara pengeluaran.
Kedua tersangka menandatangani surat perintah pembayaran (SPP) dan surat perintah membayar (SPM) atas kekurangan dana TPP periode Oktober dan November 2023.
Tersangka Aldon Hurich H Nakoh kemudian mencairkan Rp423.225.165 untuk kekurangan dana TPP Oktober 2023, dan Rp420.893.044 TPP November 2023 tanpa disertai absensi dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Papua Barat.
Setelah dicairkan, tersangka tidak melakukan transfer dari rekening kas Disnakertrans Papua Barat kepada rekening masing-masing pegawai.
Tersangka Aldon Hurich H Nakoh bersama Frederik DJ Saidui juga bersepakat menandatangani SPP dan SPM untuk pembayaran jasa tenaga ahli periode Januari-Desember 2023 sebanyak Rp230 juta.
Padahal, di dalam Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) Disnakertrans Papua Barat tahun 2023 tidak tercantum nomenklatur anggaran jasa tenaga ahli selama tahun 2023.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Praperadilan tersebut berkaitan dengan penetapan eks Kadisnakertrans Frederik DJ Saidui sebagai tersangka tindak pidana korupsi dana tambahan penghasilan pegawai (TPP) periode Oktober-November 2023.
"Kami siap hadapi (praperadilan) dan praperadilan merupakan hak warga negara yang merasa dirugikan secara prosedural," kata Harli Siregar kepada awak media di Manokwari, Selasa.
Harli menjelaskan bahwa, penetapan status tersangka tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyidik kejaksaan harus berdasarkan minimal dua alat bukti permulaan.
Kejaksaan tidak tebang pilih dalam memberantas tindak pidana korupsi termasuk yang melibatkan oknum aparat penegak hukum di wilayah Papua Barat.
"Praperadilan ini bukan yang pertama, sehingga saya pastikan kami siap hadapi lewat jalur persidangan," ujar Harli.
Menurut dia tindak pidana korupsi akan menghambat program pembangunan infrastruktur demi mencapai kesejahteraan masyarakat di Papua Barat.
Oleh sebabnya, Kejaksaan Tinggi bersama seluruh jajarannya telah berkomitmen mengemban tugas secara profesional sesuai yang diamanatkan oleh konstitusi.
"Kejaksaan tidak anti-kritik demi meningkatkan kinerja penegakan hukum. Kehidupan bermasyarakat di Tanah Papua Barat harus dijaga," ujar Harli.
Sementara itu, Yan Christian Warinussy selaku kuasa hukum termohon eks Kadisnakertrans Papua Barat menjelaskan, gugatan praperadilan bermaksud menguji alat bukti yang digunakan penyidik dalam penetapan status tersangka.
Gugatan tersebut telah diregistrasi pada Pengadilan Negeri Manokwari dengan nomor 1/Pid.Pra/ 2024/PN.Mnk tertanggal 20 Maret 2024.
"Praperadilan bagian dari langkah korektif yang diatur dalam Pasal 77 hingga Pasal 83 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 KUHAP," ucap Warinussy.
Perlu diketahui, Kejaksaan Tinggi Papua Barat telah menetapkan dua orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi dana TPP yaitu Frederik DJ Saidui dan Aldon Hurich H Nakoh selaku bendahara pengeluaran.
Kedua tersangka menandatangani surat perintah pembayaran (SPP) dan surat perintah membayar (SPM) atas kekurangan dana TPP periode Oktober dan November 2023.
Tersangka Aldon Hurich H Nakoh kemudian mencairkan Rp423.225.165 untuk kekurangan dana TPP Oktober 2023, dan Rp420.893.044 TPP November 2023 tanpa disertai absensi dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Papua Barat.
Setelah dicairkan, tersangka tidak melakukan transfer dari rekening kas Disnakertrans Papua Barat kepada rekening masing-masing pegawai.
Tersangka Aldon Hurich H Nakoh bersama Frederik DJ Saidui juga bersepakat menandatangani SPP dan SPM untuk pembayaran jasa tenaga ahli periode Januari-Desember 2023 sebanyak Rp230 juta.
Padahal, di dalam Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) Disnakertrans Papua Barat tahun 2023 tidak tercantum nomenklatur anggaran jasa tenaga ahli selama tahun 2023.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024